"Maaf, Mbak ini siapa?" Aku memberanikan diri bertanya.
Jangan-jangan, wanita ini juga salah satu istrinya Mas Raka, selain aku dan Mbak Silvi. Ya, ampun. Ternyata Mas Raka tidak sependiam yang aku kira.
"Saya Indah. Mantan tunangannya Raka."
Mantan tunangan? Jadi belum sempat menikah?
"Bisa bicara sebentar?" ujarnya kemudian.
"Bicara apa, Mbak? Saya buru-buru." Agak sedikit takut juga perasaanku. Bagaimana kalau dia berusaha menculik dan melenyapkanku seperti yang ingin Mbak Silvi juga lakukan.
Banyak sekali sih yang memperebutkan Mas Raka. Membuatku jadi tidak sabar ingin cepat-cepat lepas dari mereka.
"Kamu mau aja yaa, dibodoh-bodohi sama Silvi," ucapnya ketus.
"Maksud Mbak, apa?"
"Silvi itu licik. Dia yang merebut Raka dari aku."
"Maaf, Mbak. Saya nggak ngerti."
"Raka membatalkan pertunangan kami karena digoda oleh dia. Dan akhirnya mereka menikah. Tapi akhirnya mereka dapat karma, kan? Raka jadi nggak punya anak, begitu menikah sama dia."
Ternyata wanita ini belum mendengar kabar soal kehamilan Mbak Silvi.
"Terus, tujuan Mbak bilang ini sama saya apa? "
"Nama kamu Delima, kan?"
"Mbak tahu dari mana?"
"Nggak penting aku tahu dari mana. Yang jelas, Silvi sudah dua kali menghalangi pernikahan aku sama Raka."
"Saya makin nggak ngerti, Mbak. Terus urusannya sama saya apa?"
"Kamu itu cuman dijadiin alat untuk melahirkan anaknya Raka aja. Setelah melahirkan, anak kamu bakalan dia ambil, dan kamu bakal dibuang gitu aja. Kamu mau?"
Ya, Allah. Apa benar seperti itu? Tapi mengingat apa yang Mbak Silvi rencanakan, sepertinya itu semua benar. Bukannya aku yang akan merawat anakku sendiri, tapi dia yang akan menjadi ibunya. Dengan begitu, Mas Raka akan memiliki anak dari darah dagingnya sendiri.
Tapi tidak. Aku tidak boleh percaya begitu saja. Bisa saja wanita ini berbohong, karena membenci Mbak Silvi. Hingga dia menghasut aku untuk ikut membencinya juga.
"Maaf Mbak Indah, saya rasa itu biar menjadi urusan keluarga kami saja. Mbak Indah nggak perlu ikut campur. Tentang masa lalu Mbak sama Mas Raka, itu bukan urusan saya. Permisi." Aku kembali berusaha membuka gembok pagar.
"Tau, kenapa gadis kampung seperti kamu yang dipilih Silvi untuk jadi istri ke dua Raka?" Aku menghentikan gerakan tanganku. "Karena dia takut, Raka akan kembali dijodohkan Mamanya sama aku. Jadi dia butuh gadis kampung yang bisa dia kendalikan gitu aja. Kamu cuman tamatan SMP, kan?"
"Lho, memangnya Mbak ini belum nikah, to?" tanyaku heran. Tak kupedulikan dia yang menghina tentang pendidikanku. Usianya sudah tampak seperti Mbak Silvi. Pasti sudah lebih dari tiga puluh tahun.
Tidak mungkin dia menunggu Mas Raka sampai sepuluh tahun lamanya. Masa iya, wanita secantik dia mau jadi perawan tua hanya gara-gara menunggu Mas Raka.
"Oh, itu. Suami aku meninggal enam bulan yang lalu. Dan otomatis anak perempuanku menjadi yatim. Mamanya Mas Raka itu orangnya baik banget. Dia pasti akan menyuruh Mas Raka agar menikahiku dan menganggap anakku seperti cucunya sendiri."
Wong edan. Dasar janda gatel. Jadi itu tujuannya menjelek-jelekkan Mbak Silvi. Biar aku jadi benci dan mulai berpihak padanya. Ada-ada saja.
"Maaf ya, Mbak. Saya sibuk." Aku pun langsung masuk dan mengunci pagar. Kulihat dia kembali menyeberang jalan dengan mengentakkan kaki menuju kembali ke mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Istri Tua Suamiku Hamil(selesai)
Ficción GeneralMereka yang melamarku dan sekarang mereka juga yang ingin mencampakkan aku....