Prologue

1.5K 103 5
                                    

Masa SMA adalah masa-masa yang paling asyik di antara semua zona masa sekolah kita. Kalian percaya nggak sih sama kalimat itu? Yeah, setidaknya itu yang sedang aku usahakan saat ini. Well, namaku Nanon dan aku baru saja lulus dari SMP. Tanpa pikir panjang aku segera mendaftar ke Wittaya Senior High School, sekolah dengan reputasi paling baik di distrik ini. Pada awalnya tentu kedua orang tuaku melarang pilihanku yang terkesan gegabah dan tanpa pikir panjang.

Well, sebagai satu-satunya anak di keluarga ini, aku paham perasaan Mom ketika anak semata wayangnya tiba-tiba mendaftar di sekolah yang jaraknya hampir dua kota dari rumah (yang berarti aku harus tinggal di asrama atau menyewa ruangan). Namun setelah diskusi yang panjang dan melelahkan, aku berhasil meyakinkan Mom bahwa aku akan baik-baik saja dan bisa mengurus diriku sendiri di sekolah, tentunya dengan rentetan daftar peraturan dan daftar hal-hal yang boleh dan tidak boleh aku lakukan (ponsel selalu aktif, mengirim pesan jikalau akan pergi atau mengerjakan sesuatu, mengirim foto sarapan pagi, lunch, tidak boleh makan malam dengan mie instan, dan tentu masih banyak lagi lainnya).

Alhasil, di sinilah aku sekarang.
Pintu gerbang Wittaya SHS terbuka lebar, seakan memanggil seluruh murid baru untuk segera masuk karena upacara hari pertama akan segera di mulai. Aku menatap lurus pada gerbang yang menjulang tinggi.

"Okay, Nanon. Let's start it over!" ucapku dalam hati.
Dengan mantap aku melangkahkan kakiku, menapak lantai marmer yang berkilauan. Gedung bagian dalam Wittaya SHS terlihat sangat megah. Hall dengan bentuk melingkar menyambut seluruh murid dan tamu yang datang di Wittaya SHS. Permukaan dinding hall terlihat menarik dengan pajangan berbagai foto-foto prestasi sekolah dengan ornamen minimalis yang elegan.
(ps : visualnya kalian bayangin aja kayak SMA-nya PatPran di Bad Buddy Series ya gaiss)

Pandanganku terhenti pada foto klub musik dengan piala tinggi menjulang di tengah-tengah anggota klub. Hmm, bahkan klub musik pun juga turut andil menyumbang prestasi di sekolah ini. Titel Wittaya sebagai sekolah terbaik sepertinya memang bukanlah isapan jempol belaka.
Saat aku tengah asyik melihat deretan foto selanjutnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara familiar meneriakkan namaku.

"Nanon! Hei, beneran itu Nanon??"

Shiia! Umpatku dalam hati. Aku mengenali suara itu, dan karena beberapa alasan tertentu, aku membenci fakta bahwa dia berada di Wittaya SHS saat ini, bersamaku.

"Oh, Heesu?" aku melempar senyum kaku sembari menoleh ke arah pemilik suara.

I swear to God, dari seluruh orang yang aku kenal, Heesu adalah orang pertama yang amat-sangat ingin aku coret dari daftar orang-orang yang akan mengisi masa-masa SMA-ku. Fakta bahwa dia berada di sini saat ini adalah dia juga murid baru di Wittaya SHS.

"Ouih? Lo daftar di sini juga? Gila yaaa, kita ketemu lagi." ucapnya dengan nada yang ramah namun bagiku terdengar seperti guntur yang menyambar-nyambar.
"Udah SMA, tapi muka lo masih tetep aja cantik ya?" Heesu melanjutkan kalimatnya. Tanpa pikir panjang aku segera melengos meninggalkannya.

Yep, dia adalah temanku waktu di SMP.
Oke baiklah, aku rasa cepat atau lambat kalian juga pasti akan tahu.
Kalau kalian membaca prolog cerita ini, kalian pasti sudah tau siapa itu Heesu dan apa yang dia lakukan sehingga aku sangat membencinya. Oh, Tuhan! Ini baru hari pertamaku di SMA tapi kenapa seluruh mimpi dan cita-cita indahku tentang kehidupan SMA telah hancur????

Aku merutuk dalam hati. Dari sekian banyak sekolah bagus di penjuru kota ini, kenapa Heesu harus mendaftar di Wittaya? Oh? Haruskah aku pindah sekolah saat ini juga? Adegan aku diusir dari rumah dan dicoret dari Kartu Keluarga seketika terlintas dalam benakku ketika terpikirkan hal tersebut.

Aku mencoba menenangkan diriku. Sembari mengatur napas, aku melihat-lihat pada papan informasi yang terletak di sebelah kanan ruangan hall utama. Tidak banyak siswa berkumpul di sini, aku dapat melihat deretan nama-nama siswa baru dan pembagian kelas tanpa perlu berdesakan.
Di tengah fokusku memilah nama-nama inisial N, tiba-tiba (lagi-lagi) terdengar suara familiar menyebut namaku.

"Nanon?"

Ohh Shia!! Shiaa!! Shiaaa!!! (lagi-lagi) umpatku dalam hati.

Pemilik suara hanya bergumam pelan, seakan ragu dan tidak yakin untuk memanggil apakah benar itu aku. Tetapi aku bisa mendengarkan dengan jelas. Aku bisa mengenali siapa pemilik suara tersebut dengan jelas. Sangat jelas.
Ohm Pawat.

Don't Get Close to Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang