01 Nanon's Talk : Welcome Back

355 55 8
                                    

Setelah benar-benar merasa baikan, aku mencoba untuk berdiri. Akan tetapi Ohm justru menarikku duduk kembali.

"Kenapa? Lo mau duduk di sini terus sambil nunggu Pak Tambun gila balik lagi bawa konco-konconya?" tanyaku dengan raut muka heran.

Ohm diam sejenak. Raut mukanya terlihat serius. Lalu Ohm kembali membenamkan badanku dalam lengan kulinya. Aku tidak melawan. Sekilas aku menyadari seragam Ohm bau matahari. Tapi entah mengapa hal tersebut membuatku tenang, tanpa kusadari aku menyandarkan mukaku ke bahu Ohm.

"Nanon, please. Don't shut me out again."
Entah mengapa aku merasa sangat bersalah ketika mendengar Ohm mengucapkan kalimatnya.
"Tiap kali gue ninggalin lo atau kita nggak bareng-bareng, selalu berakhir kayak gini. Gue bisa gila lama-lama kalau ini terus-terusan terjadi."

Aku mengangkat mukaku dan menatap kedua mata Ohm.

"Sebenernya lo ngerti nggak sih kenapa gue ngehindarin lo selama ini? Gue nggak pengen lo kena masalah juga gara-gara Heesu. Lo tau sendiri tuh tukang kompor kalau udah bikin onar kayak gimana. Lo nggak lupa kan, waktu Max sampe minta orang tuanya dateng langsung ke sekolah biar dia bisa pindah kelas?" tanpa kusadari aku berkata dengan penuh emosi. Antara kesal lantaran harus mengingat lagi ulah Heesu dan kesal karena Ohm yang tidak kunjung memahami situasi.

"Tapi bagi gue itu nggak adil. Gue kenal lo udah sejak zaman kapan, dan cuman gara-gara masalah kecil tiba-tiba lo nggak mau temenan sama gue lagi," Ohm menghela napasnya.
"Lagian kalau masalahnya adalah Heesu dan temen-temen SMP, justru bagus dong. Sekarang di Wittaya udah nggak ada lagi yang kenal kita, kalaupun Heesu mau kembali bikin onar, dia nggak punya antek-antek yang langsung percaya tiap omongan yang dia bilang. Anak-anak di Wittaya pasti pinter-pinter, mereka nggak mungkin bakal gampang kehasut mulut besarnya Heesu semisal dia mau bikin masalah lagi."

Hmm, kalau dipikir-pikir Ohm ada benarnya juga.

Aku terdiam setelah mendengar pembelaan dari Ohm. Seakan menyadari bahwa poin yang disampaikannya akurat, Ohm tersenyum kecil.

"So, mulai sekarang nggak ada lagi lo pura-pura nggak kenal sama gue, atau nyuekin gue tiap kali gue samperin, atau pulang sekolah duluan tanpa nungguin gue dulu buat pulang bareng sama lo. Nnaa?"

Aku sudah bilang aku akan menyerah kan?

"Hmmm, he'eh." ucapku sambil mengangguk pelan.

***

Selanjutnya aku tidak banyak melawan.
Aku membiarkan Ohm membawakan tasku, membuatnya menenteng dua tas di bahu kanan dan kiri. Kami segera pergi meninggalkan ruko yang terbengkalai. Meski sudah bisa berdiri, aku merasa masih sedikit limbung ketika melangkahkan kaki. Ohm membiarkanku berjalan di depannya, sambil tangan kirinya memegangi pinggangku ketika kami berjalan.

"Gue pesenin taksi online aja ya?" Ohm meraih ponsel dalam sakunya. Tapi aku segera menggeleng.

"Nggak usah, ini udah deket kok. Gue kuat jalan."

Karena kalau dipikir-pikir nanti pasti akan lebih mahal lantaran harus putar balik melewati jalan raya.
Ohm tidak membantah. Kami berdua kembali melanjutkan langkah kaki menyusuri jalan dengan ruko-ruko yang tidak lagi sepi, mulai ramai orang yang berlalu-lalang.

Ohm mengajakku untuk berhenti di salah satu minimarket. Dengan cekatan Ohm mengambil obat merah, tisu, dan kapas. Dia juga mengambil satu kemasan yang terlihat seperti salep. Lalu Ohm menuju bagian food and groceries. Dia mengambil dua onigiri, dua ramen instan, sekotak susu, dan satu box mangga kupas.

Oh? Kalau dilihat-lihat Ohm sepertinya lebih lihai dalam berbelanja. Dia tidak membutuhkan waktu banyak untuk menimbang dan memilih barang mana yang akan dimasukkan keranjang.
Aku masih tetap diam sambil berdiri melihat Ohm yang sibuk dengan keranjang belanjanya.

Don't Get Close to Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang