02 Nanon's Talk : Ice Tea Less Sugar

630 61 15
                                    

"Nanti pulang sekolah, bakal gue samperin tuh orang. Harus dikasih pelajaran!"

Suara Ohm menggema di seluruh ruang kelas. Buru-buru aku membungkam mulut Ohm dengan tangan kananku.

"Ai, Ohm! Lo nggak sekalian aja ngomong pake speaker ruang pengumuman?" kataku kesal.

"Oh iya boleh. Sekalian deklarasi perang terbuka sama phi-anak-kuliahan itu," sahut Ohm dengan kedua tangan yang masih mengepal.

Aku menghela napas panjang sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Baru saja aku menceritakan pada Ohm tentang Phi Dim dan insiden yang terjadi kemarin. Sebenarnya aku berniat untuk tidak memberitahu Ohm tentang hal ini, akan tetapi kalau aku pikir-pikir nantinya Ohm pasti juga akan mengetahuinya. Jadilah kuputuskan untuk bercerita, untung-untung jika Ohm bisa memberikan solusi atau pencerahan. Akan tetapi sepertinya harapanku terlalu muluk-muluk, karena hasilnya justru Ohm menjadi uring-uringan dan mengira yang tidak-tidak.

"Lo paham nggak sih kondisinya sekarang?" aku menghempaskan badanku di kursi sebelah Ohm duduk.

"Phi Dim ini bukan kayak orang-orang brengsek yang gangguin gue dulu-dulu itu. Justru, Phi Dim ini terlalu......." aku menggantungkan kalimatku. Otakku sedang berusaha mencari kata-kata yang tepat. "... terlalu sopan?"

"Maksud lo?" suara Ohm terdengar berat dan mengintimidasi. Kini dua bola matanya tengah menatapku lekat-lekat.

Buru-buru aku menjelaskan, "Maksud gue, Phi Dim bilang kalau dia suka sama gue secara terus terang, dia bahkan minta maaf dulu di awal-awal, bilang kalau semisal gue risih dan gak nyaman, Phi Dim bakal sadar diri dan nggak maksain apa-apa ke gue. Eits, tunggu bentar.."

Aku segera menempelkan telunjukku ke bibir Ohm ketika menyadari raut muka Ohm yang sudah hendak protes tentang penjelasanku.

"Maksud gue, Phi Dim udah terus terang sama kondisi dia dan juga bebasin gue buat bersikap kayak yang gue pengin. Aduh lo paham nggak sih, Ohm?" tanpa sadar aku berteriak kecil saking bingungnya menjelaskan kondisi yang baru pertama kali aku alami.

Phi Dim jelas bukanlah seperti Pak Tambun pedofil keparat atau Om-maniak-pisau mesum, orang-orang gila yang menggangguku sebelumnya. Bahkan kalau boleh jujur, sebenarnya aku merasa senang berteman dengan Phi Dim. Aku merasa memiliki sosok abang berpemikiran dewasa dan merasa tidak canggung ketika mengobrol dengannya.

Namun dengan Phi Dim yang tiba-tiba mengutarakan perasaannya secara gamblang, tak urung membuatku kebingungan harus bersikap seperti apa.

Tampaknya Ohm mulai memahami situasi, karena kini ia terlihat sedang terdiam dengan tangan kanan menopang dagunya.

"Kalo gitu lo pacaran aja sama gue," kata Ohm tiba-tiba yang membuatku reflek menggeplak punggungnya.

"Lo bisa serius bentar nggak sih?" balasku kesal.

"Lah? Siapa yang bilang gue nggak serius, Nanon? Lo tinggal bilang aja kalo udah punya pacar, beres kan?"

"Ai, Ohm!" aku masih menggunakan nada kesal.

"Salahnya di mana? Gara-gara gue cowok? Atau lo tinggal pura-pura bilang kalau lo udah punya pacar ajalah. Biar Phi-si-anak-kuliah berhenti ngejar-ngejar lo."

Aku terdiam sejenak. Hmm, kalau dipikir-pikir saran Ohm masuk akal juga. Tapi permasalahan lain adalah bagaimana kalau Phi Dim tidak percaya dan memintaku untuk membuktikan aku benar-benar punya pacar?

"Menurut lo, Phi Dim bakal langsung percaya kalo gue bilang udah punya pacar?" tanyaku ragu-ragu.

"Ya itu gue juga nggak tahu. Abisnya kalo gue inget-inget, kayaknya dari dulu lo jarang banget deket sama cewek. Lo nempelnya sama gue terus, kan?" Ohm mengakhiri kalimatnya dengan seringai senyum yang membuat bola matanya menjadi sipit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Get Close to Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang