Teori Motor dan Cewek oleh Ansel

26 19 80
                                    


***
Hari itu, harusnya jam pelajaran pertama adalah bahasa Inggris yang akan diajarkan oleh Miss Mey. Namun, berhubung Miss Mey sedang sakit, kelas XI IPA A menjadi tidak ada kelas tetapi tetap diberi tugas yang harus dikumpulkan pada saat jam pelajaran berakhir.

Murid-murid kelas XI IPA A pun mengerjakan tugas yang diberikan oleh Miss Mey dengan baik.

Tolong jangan samakan keadaan kelas kalian dengan kelas XI IPA A jika tidak ada kelas. Kelas mereka tetap saja kondusif dan tidak berisik walau gurunya sedang tidak ada di kelas. Mereka rata-rata menghabiskan waktu mereka dengan mengerjakan tugas dan belajar materi yang harusnya diajarkan hari ini.

Namun, ada beberapa murid yang asik ngobrol santai tanpa memikirkan tugas. Siapa lagi kalau bukan Ansel, Dante, dan Nino.

Dion gak ikutan, karena dia termasuk murid rajin.

"Gue kemarin ditolak ngajak pulang bareng sama Tiffany," keluh Nino sembari menghela nafas panjang. Masih segar dalam ingatannya tentang penolakan Tiffany terhadap dirinya waktu itu. Benar-benar membuatnya sedih.

"Apa? Ditolak pulang bareng sama cewek?" Ansel tak kalah shocknya dari Nino. Pemuda bertubuh bongsor itu lalu beranjak dari kursinya kemudian memegang pundak Nino kuat.

"Bilang sama gue, siapa cewek lancang yang udah berani-beraninya nolak lo?" tuding Ansel dengan sorot mata serius. Sedangkan Nino hanya meneguk salivanya pelan, baru pernah melihat cowok itu serius. "Tuh cewek fiks buta! Yang sabar ya lo. Cewek gak cuma dia doang, kok."

Sedangkan Dante hanya memperhatikan kedua temannya sambil makan kacang sukro. Dia sedang berada dalam mode kalem.

"Siapa cewek yang udah nolak lo anjir! Emosi nih gue lama-lama!" omel Ansel sembari mengguncangkan pundak Nino berkali-kali menuntut jawaban. Nada bicaranya tinggi.

"Kan, tadi gue dah bilang, Tiffany," sahut Nino memasang wajah terkejut. Ia terlihat gugup melihat sahabatnya itu terus menghujamkan tatapan tajam padanya.

"Bilang kek daritadi!" dengus Ansel lalu menghempaskan bahu Nino kasar hingga Nino hampir saja terhuyung jika saja dia tidak segera menjaga keseimbangannya.

"K-kan dari awal gue udah bilang," cicit Nino. Dia merasa bahunya sakit karena cowok itu mencengkram bahunya kuat sekali.

"Emang lo ngajak pulang bareng dia naik apa, sih?" tanya Ansel akhirnya. Bahunya naik turun karena sedang mengendalikan emosi. Semarah itu dia melihat sahabatnya sendiri dilukai oleh makhluk ciptaan Tuhan yang paling ribet bernama 'woman'.

"Jalan kaki," jawab Nino dengan polosnya. Membuat suasana menjadi sunyi. Ansel dan Dante saling menukar pandangan sebelum akhirnya tertawa keras.

Sedangkan Nino hanya menatap kedua sahabatnya ini bergantian dengan tatapan bodoh. Dia sama sekali tidak mengerti, apa yang baru saja mereka tertawakan?

"Pantes aja dia nolak pulang bareng sama lo. Ah, emang dasar lo, ya. Bikin gue emosi aja pagi-pagi," tukas Ansel tetapi masih ada sisa tawanya. Ia rasa perutnya sakit karena terlalu banyak tertawa.

"E-emang kenapa? Emang salah ngajakin dia pulang bareng jalan kaki?" tanya Nino lagi dengan lugunya. Dia memang sangat amatir dan tidak peka dalam hal seperti ini. "Kan bagus biar sehat. Biar sekalian olahraga juga."

"Matamu kotak!" sergah Ansel lagi-lagi membuat ekspresi seperti menahan tawa. Keluguan dan kepolosan Nino sungguh membuatnya geregetan sekaligus tertawa. Bisa-bisanya ada cowok seperti Nino!

"Lo kalo mau anter cewek kek ajak pulang kek kemana kek bawa kendaraan lah. Mobil minimal motor lah. Jangan samain isi otak cewek sama lo yang trigil," sabda Ansel si playboy sekolah menggelengkan kepalanya tak habis pikir pada Ansel. Sepertinya 'ilmu menaklukan hati cewek' harus ia turunkan pada Nino si bocah polos.

It's My First Love (Sudah Diterbitkan✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang