19

1.3K 109 0
                                    

𝓢𝓱𝓪𝓷𝓲 menghentak-hentakan kakinya karena merasa bosan, ia berulang kali membuka tutup aplikasi sosial media di ponselnya sambil mengabaikan panggilan masuk dari Feni. Tidak lupa ia mengirim pesan pada Feni untuk tidak khawatir. Tubuh Shani mematung saat menyadari matahari sudah terbenam seutuhnya, suasana disana sangat gelap sekarang.

"Gee, gelap banget disini". Shani rasanya ingin berlari ke perkemahan saat ini, tetapi nyalinya menciut karena terlalu gelap. Kepala Shani tertunduk, ia berusaha menghubungi Gracio namun panggilannya tidak diangkat, menghubungi Feni juga percuma, gadis itu pasti sedang bersiap untuk acara api unggun. Akhirnya dengan segenap keberanian yang tersisa, Shani berjalan memasuki hutan menuju area perkemahan. Ia mempercepat langkahnya saat merasa ada yang mengikutinya, saat cahaya terang dari area perkemahan terlihat, Shani berlari sekuat tenaga. Karena terlalu, Shani tidak menyadari ada sebuah batu besar didepannya sehingga Shani terjatuh dengan kaki terkilir.

Ringisan Shani terdengar, sadar bukan waktunya mengeluh, Shani bangkit dan berjalan dengan perlahan. Shani rasanya ingin menangis sekencang-kencangnya sekarang. Daripada bergabung dengan siswa yang sudah berkumpul di lapangan, Shani memilih berjalan mengendap menuju tenda.
Langkah Shani terhenti saat melihat Feni berdiri didepan tenda sambil menatap penuh khawatir ke arahnya. Matanya Shani berair, ia lalu memeluk Feni dengan erat.
"Gee nggak dateng, Fen".

Feni menghala napas, ia mengusap lembut punggung Shani.
"Selesaiin dulu nangisnya".

Lelah nangis, Feni membawa Shani masuk ke dalam tenda, ia dengan telaten membersihkan wajah Shani yang terlihat sedikit kotor menggunakan tisu basah. Feni juga membantu Shani mengganti hoodie-nya dengan 𝘴𝘸𝘦𝘢𝘵𝘦𝘳 milik Feni.

"Gimanaa bisa?" Feni memberikan segelas air putih untuk Shani. Shani meneguk minumannya lalu mengembalikannya pada Feni, ia memeluk kedua kakinya dengan tatapan kosong. "Tadi siang Gee ngajak ke sungai yang nggak jauh dari 𝘤𝘢𝘮𝘱. Terus dia telepon aku, dia nyuruh aku duluan soalnya dia mau ganti baju dulu".

"Dan kamu beneran kesana sendirian?"

Shani mengangguk.

"Shan, kamu tuh bodoh atau gimana?" Feni menatap Shani tidak habis pikir, ia mengacak pelan rambutnya. "Kamu cerita sama aku kejadian di lab bahasa dan kamu sama sekali nggak belajar dari pengalaman? Kamu perempuan Shani, bisa-bisanya kamu masuk hutan sendrian buat ketemu sama dia?"

"Aku juga nggak tau bakal kaya gini, Fen. Aku mau balik tapi waktu aku chat Gee bilang sebentar dan aku ga sadar tiba-tiba udah gelap. Aku mau cepet-cepet balik, tapi aku takut". Shani menunduk dalam, ia memainkan kain yang menutupi kedua kakinya.

Feni menyisir rambut depannya, tangannya kemudian bergerak tidak jelas saking gregetnya. Sejenak, hening mengisi ruang di antara keduanya. Kening Feni tidak lama mengeryit saat sadar ada yang tidak benar disini.
"Sebentar, Gee telepon kmu jam berapa?"

"Sekitar jam lima".

"Terus waktu kamu 𝘯𝘨𝘦-𝘤𝘩𝘢𝘵 dia?"

"Lima belas menit kemudian, setelah aku bales chat kamu".

"Brengsek", umpat Feni yang berhasil membuat Shani mengangkat kepalanya.

"Kenapa?"

Feni tertawa sarkas. "Cowok yang kamu tungguin, gotong cewek lain, shan".

"Maksudnya?"

"Waktu kamu kirim pesan ke aku, Gee dateng ke 𝘤𝘢𝘮𝘱 cewek, ke tenda Anin. Nggak lama dia keluar dari tenda sambil bopong Anin, mukanya keliatan panik banget, Shan".

Raut wajah Shani semakin mendung, kali ini Gracio benar-benar kelewatan. Bagaimana bisa Gracio meminta Shani menunggu seorang diri dalam hutan, sedangkan ia pergi dengan perempuan lain?
Raut wajah Feni berubah teduh, ia kembali merengkuh Shani.
"Jangan ragu buat minta putus, kalau kamu ngerasa hubungan kamu udah nggak sehat Shan",

GRACIOSHANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang