01. Perjodohan

204 3 0
                                    

"Masukkan semua buku dan catatan kalian, hari ini kita adakan kuis." perintah seorang dosen yang terlihat gagah dan tampan itu, terlebih lagi tatapan tajamnya. Membuat lawannya dengan mudah terintimidasi.

Semua mahasiswa yang ada di kelas, hanya bisa mengumpat ataupun protes dalam hati. Mereka tidak berani menyuarakannya langsung dihadapan dosennya yang terkenal killer dan kejam. Leonardo Edwin Smith. Semua mahasiswa ataupun staf lainnya sering memanggilnya dengan sebutan Pak Leon.

Carla Agatha Mattew, salah satu gadis yang ada di kelas itu terus merutuki dosennya dengan segala sumpah serapah. Ingin rasanya ia menggetok kepala Pak Leon. Namun, itu hanyalah angan-angannya saja. Carla tidak mungkin mengambil tindakan yang membahayakan dirinya sendiri. Ia tidak ingin berurusan dengan pemilik yayasan kampusnya, ia takut di drop out jika mencari masalah dengan Pak Leon.

"La, Carla woy!"

Carla menoleh kesamping saat merasa ada yang memanggilnya. Ternyata salah satu temannya yang ingin meminta contekan darinya. "Gue belum." jawab Carla lirih agar tidak terdengar yang lain.

Carla kembali fokus pada kertas yang ada dihadapannya, namun ia dibuat terkejut saat kertas yang ada di mejanya itu beralih ke tangan seseorang. Carla mendongak melihat siapa pelakunya. Seketika Carla membelalakkan matanya saat Leon dengan wajah dinginnya sudah berdiri di depannya dengan kertas kuisnya yang ada di tangan Leon.

"Ada apa, ya, Pak?" tanya Carla tergagap.

Leon tidak menjawab. Ia malah menatap Carla dengan tajam. Lalu tanpa basa-basi tangannya bergerak untuk merobek kertas yang ada di tangannya. Membuat sang empu terbelalak tidak percaya. Bukan, bukan hanya Carla yang terbelalak terkejut. Melainkan semua mahasiswa yang ada dikelas itu dibuat tercengang dengan tindakannya. Tapi, dirinya tidak perduli. Baginya, peraturan tetapkan peraturan. Siapapun yang melanggar akan tetap mendapatkan sanksinya.

"Nilai kamu C. Silahkan keluar dari kelas saya." ujarnya pada Carla yang semakin dibuat tidak percaya.

"Lima belas menit lagi." ucapnya pada semua Mahasiswanya agar kembali fokus pada kuis. Leon beranjak ke kursinya kembali. Tatapannya tidak lepas dari Carla yang masih terdiam bagaikan patung. "Carla Agatha Mattew. Silahkan keluar dari kelas saya." perintahnya lagi pada Carla uang masih terdiam.

Carla yang mendengar suara tegas itu seketika tersadarkan dari rasa terkejutnya. Ia segera membereskan segala alat tulisnya lalu beranjak meninggalkan ruang kelas yang terdengar senyap walaupun banyak orang yang ada disana. Carla juga tidak berusaha membantah. Mendapatkan nilai C saja sudah syukur. Jika tadi ia membantah, Leon yang ada ia akan mendapatkan nilai D atau bahkan E. Carla tidak ingin itu terjadi.

"Sial." umpat Carla saat ia sudah menjauh dari ruang kelasnya. Ia tadi seakan lupa jika ia tengah berhadapan dengan Leon yang terkenal akan kekejamannya. Dan bodohnya lagi ia tadi menanggapi temannya, hingga yang berakhir tragis adalah dirinya. Bukan temannya yang meminta contekan. Carla merasa sangat kesal akan hal itu.

Menghela napas panjang, berusaha meredakan kekesalannya. Carla memutuskan pulang saja daripada ia masih di kampus dan kembali merasa kesal. Kebetulan juga, tadi Papanya mengiriminya pesan untuk segera pulang. Carla jadi berpikir, tidak biasanya Papanya menyuruhnya segera pulang. Ada hal penting apa yang ingin Papanya katakan sampai orang sibuk seperti Papanya itu berada di rumah pada saat siang hari seperti ini.

.o0o.

Sekarang Carla menyesali pertemuannya dengan Papanya. Baru saja ia merasa lebih tenang, namun Papanya seperti ingin menambah kekesalan Clara dengan perkataannya.

"Carla nggak mau, Pa!" Carla terlonjak kaget saat Papanya mengatakan hal yang tidak pernah terlintas sedikitpun dibenaknya.

Bagaimana ia tidak terkejut saat tiba-tiba Papanya berkata akan menikahkan dirinya dengan anak temannya. Carla sungguh tidak habis pikir dengan tindakan Papanya yang seenaknya mengambil keputusan, tanpa persetujuannya. Carla merasa ia masih terlalu muda untuk menikah, apalagi ia masih kuliah. Gila saja jika ia akan dinikahkan sekarang. Ia masih ingin hidup bebas dengan teman-temannya dan juga pacarnya. Ia tidak ingin dikekang dengan pernikahan yang Carla anggap tidak jelas itu.

"Papa nggak tanya pendapat kamu, Carla. Semua ini keputusan, Papa. Mau tidak mau kamu harus menikah dengan anak teman, Papa." tegas pria paruh baya yang masih duduk tenang menatap anaknya yang terlihat kesal. Carlos tidak perduli jika anaknya itu akan marah padanya. Baginya, keputusannya untuk menikahkan Carla adalah keputusan yang tepat. Mengingat pergaulan anaknya yang terlalu bebas itu membuatnya khawatir, maka dari itu ia mengambil keputusan ini.

"Papa udah nggak sayang, ya, sama Carla. Makanya Papa pengen, Carla cepet pergi." cerca Carla masih berusaha membantah keinginan Papanya.

"Kamu salah, Carla. Papa sayang sama kamu, makanya Papa melakukan ini." bantah Carlos.

"Sayang dari mananya, Pa? Papa pengen lihat aku hidup menderita dengan orang yang nggak Carla cintai. Carla juga sudah punya pacar, Pa." sela Carla dengan nada cukup tinggi.

"Apa yang kamu harapkan dari cowok tidak jelas itu, Carla. Pergaulan kamu bertambah bebas saat pacaran dengan orang itu." timpal Carlos dengan nada yang ikut meninggi saat anaknya malah membanggakan pacarnya yang ia anggap tidak tahu aturan.

"Papa yang tidak jelas. Carla bahkan nggak kenal sama cowok yang mau Papa jodohkan dengan, Carla."

"Maka dari itu, nanti malam kamu harus hadir dalam acara makan malam dengan keluarga teman Papa. Biar kamu mengenal, Leon." timpal Carlos.

"Sekali nggak tetap nggak, Pa! Carla tidak mau menerima perjodohan yang Papa rencanakan." ujar Carla tegas menolak.

Setelah mengatakan itu pada Papanya, Carla berbalik dan beranjak ingin meninggalkan Papanya yang masih keras kepala untuk menjodohkannya. Sungguh, Carla tidak habis pikir dengan jalan pikiran Papanya. Bisa-bisanya Papanya itu terpikir untuk menjodohkannya diusianya yang masih dua puluh satu tahun. Carla masih ingin bebas.

Baru beberapa Langkah Carla beranjak, tiba-tiba harus terhenti saat Papanya kembali bersuara yang membuatnya semakin marah.

"Jika kamu menolak perjodohan ini, silahkan kamu keluar dari rumah ini dan semua fasilitas kamu Papa cabut. Tanpa, terkecuali." tegas Carlos.

Carla berbalik, menatap Papanya dengan pandangan yang bercampur antara kaget, marah dan kecewa saat Papanya dengan teganya mengancam akan mengusir dirinya dan mencabut semua fasilitas yang tengah ia nikmati sekarang. Hanya, karena ia menolak perjodohan itu. Sebegitu tidak berharganya, kah, dirinya untuk Papanya sekarang? Pikir Laura.

Laura mengusap air matanya kasar, berlalu kembali melanjutkan langkahnya keluar dari rumahnya dan meninggalkan Carlos sendirian. Carla butuh udara segar untuk menenangkan dirinya. Ia juga harus mencari cara agar bisa membatalkan perjodohan itu. Ia harus meminta bantuan teman-temannya yang lain.

Disisi lain, Carlos memandang kepergian putrinya itu dengan tatapan khawatir, namun tidak ia tunjukkan secara terang-terangan. Carlos melakukan semua ini hanya demi kebaikan, Carla. Ia tidak ingin anaknya itu terus terjebak dalam pergaulan bebas dan pacar yang hanya memanfaatkannya saja. Dan kebetulan lagi, ia sangat mengenal baik anak temannya yang kerap ia panggil dengan nama Leon. Carlos merasa, Leon adalah pria yang tepat untuk membimbing anaknya agar keluar dari dunianya yang terlalu bebas. Umurnya juga tidak berbeda terlalu jauh. Leon lebih tua tujuh tahun dari Carla. Dan dia juga sudah dewasa dan hidup mapan. Apalagi Leon adalah pewaris utama kerajaan bisnis Smith Corp. Carlos tidak perlu merasa khawatir lagi dengan anaknya jika ia bersama Leon.

.o0o.

Menikah Dengan Pak LeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang