03. Menikah Dengan Pak Leon

96 3 0
                                    

Carla merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Seharian ini ia harus berdiri menyalami tamu undangan yang hadir di pernikahannya. Pernikahan antara dirinya dan juga Leon. Selepas Carla dibuat kaget oleh perkataan Leon beberapa waktu lalu, dan saat ia pulang ke rumah mengatakan pada Papanya bahwa ia menerima perjodohan yang diajukan padanya, Papanya juga mengatakan pernikahan akan diadakan dua minggu lagi.

Setelah melewati prosesi pernikahan yang menguras tenaga. Pagi harinya mereka mengadakan pemberkatan pernikahan dengan dihadiri keluarga dan kerabat terdekat saja. Lalu malam harinya dilanjutkan resepsi pernikahan yang digelar disalah satu hotel keluarga Smith. Dan disinilah mereka berada. Sebuah kamar hotel yang sudah terhias selayaknya kamar pengantin.

"Giliran kamu."

Carla yang semula duduk terdiam di sofa, seketika menoleh ke arah Leon yang baru saja keluar dari kamar mandi. Carla segera mengalihkan pandangannya saat melihat Leon yang bertelanjang dada. Ia hanya memakai sebuah handuk yang hanya mampu menutupi pinggangnya sampai setengah pahanya. Dan sebuah handuk lain yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut basahnya.

Carla gusar sendiri saat matanya tidak sengaja melihat roti sobek yang berbaris di perut Leon. Dan jangan lupakan otot lengannya yang juga terlihat. Rasanya baru kali ini Carla melihat seorang cowok yang terlihat mendekati kata sempurna. Tinggi, gagah dan tampan. Dikaruniai tubuh yang proporsional serta tidak perlu diragukan lagi kepintarannya. Carla jadi menyayangkan pernikahan mereka atas dasar perjodohan, bukan cinta.

"Kamu tidak ingin mandi." tanya Leon saat melihat Carla tidak beranjak dari duduknya.

Lamunan Carla seketika buyar begitu saja saat mendapat teguran dari Leon. Dengan gugup ia berdiri dan beranjak ke kamar mandi. Menjinjing gaun pengantinnya yang menjuntai kelantai. Tanpa, basa-basi lebih lanjut Carla menutup pintu kamar mandi dan memulai membersihkan dirinya.

Satu hal yang membuat Carla kembali merutuki kebodohannya. Ia melupakan baju gantinya. Tidak mungkin ia meminta Leon untuk mengambilkan pakaiannya. Yang ada ia malu sendiri. Jadi, dengan terpaksa Carla keluar dengan kimono handuk yang hanya bisa menutupi tubuhnya sampai atas lutut. Dan memperlihatkan kaki jenjangnya.

Dengan ragu Carla membuka pintu. Berusaha menegakkan badannya dan berjalan setenang mungkin ke arah kopernya. Mengambil baju gantinya lalu kembali memasuki kamar mandi. Sebelum itu, dari ekor matanya Carla sempatkan melirik keberadaan Leon yang sudah berganti pakaian dan sekarang tengah duduk bersandar dikepala ranjang. Leon terlihat memandang dirinya intens. Membuat Carla bertambah gugup.

Carla yang sudah selesai lalu keluar dari kamar mandi. Jujur saja ia merasa bingung harus melakukan apa, akhirnya Carla memilih duduk di sofa yang ia duduki tadi. Carla tidak berani menatap Leon yang terus memandangnya tajam.

"Besok kita pindah ke rumah saya. Untuk malam ini kita tidur disini."

Carla hanya diam. Tidak mampu mengatakan apapun. Leon yang melihat kegugupan Carla menjadi paham apa yang ditakutkan gadis itu.

"Kamu tenang saja. Saya tidak akan menyentuh kamu. Saya mau tidur, terserah kamu mau tidur dimana." ucapnya lalu merebahkan dirinya. Mematikan lampu dan tidur dengan tenang, tanpa perduli keberadaan Carla.

Carla yang sedari tadi diam itu hanya bisa merutuki Leon dalam hati. Ia kesal sendiri dengan sikap Leon yang acuh padanya. Carla beranjak dari duduknya untuk mengambil sebuah bantal yang ada di ranjang, tidak lupa untuk mengambil sebuah selimut yang tersedia di almari. Carla lebih memilih tidur di sofa panjang daripada harus tidur satu kasur dengan orang dingin seperti Leon.

Keesokan harinya, Leon mengajak Carla menempati sebuah rumah yang terlihat besar dan mewah yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Leon sudah memiliki rumah sendiri sejak ia berumur dua puluh lima tahun. Ia memilih tinggal sendiri, karena rumahnya berlokasi strategis. Dekat dengan kampusnya mengajar dan juga perusahaan Smith Corp. Jadi ia tidak akan memakan waktu lama jika ingin ke kantor ataupun ke kampus. Karena, selain menjadi dosen ia juga merangkap sebagai pemimpin perusahaan Smith Corp.

Carla diam-diam dibuat terkagum dengan rumah empat lantai milik Leon. Carla sendiri juga berasal dari keluarga yang bisa dikatakan kaya raya, namun rumahnya tidak sebesar milik Leon ataupun orang tua Leon.

Leon mengajak Carla ke lantai tiga menggunakan lift. Dimana kamar mereka berada. "Ini kamar kamu. Dan kamar saya ada disana." tunjuk Leon pada sebuah pintu ruangan yang akan Carla tempati selama satu tahun kedepan. Setelah itu, Leon juga menunjuk sebuah pintu lain yang Leon bilang adalah kamarnya. Letak kamar mereka bersebelahan.

Carla mengangguk. Lalu menyeret kopernya dan memasuki kamarnya. Tentunya setelah mengucapkan kata terima kasih pada Leon. Carla mengedarkan pandangannya. Tidak terlalu buruk. Kamar ini terlihat luas dengan warna yang didominasi putih. Carla merebahkan tubuhnya di kasur. Rasanya ia lelah sekali. Jadi, ia memutuskan untuk istirahat lebih dulu. Sebelumnya, Carla menyetel alarm di ponselnya pada pukul 10 pagi, karena jam sebelas ia akan ada kelas.

Carla mengerjapkan matanya saat mendengar suara berisik yang berasal dari ponselnya. Nada dering telepon masuk. Tanpa, melihat siapa yang meneleponnya, Carla mengangkat panggilannya. "Halo siapa?" sapa Carla dengan mata yang masih tertutup.

"Lo ada dimana?" tanya suara dari seberang telepon dengan nada yang tidak santai. Sepertinya orang itu tengah kesal.

"Di rumah. Lo ganggu tidur gue." balas Carla kesal.

"Carla, bego! Sekarang jam berapa, La? Bentar lagi kelas Pak Leon. Mati Lo kalau nggak hadir." maki orang itu pada Carla.

Yang tadinya mata Carla masih tertutup rapat, kini tergantikan dengan terbelalak kaget. Sontak ia melihat jam di didinnya. Jam setengah sebelas lebih. Carla dengan tergesa bangun dari tidurnya. Ia memasuki kamar mandi untuk mencuci mukanya saja. Tidak ada waktu untuk mandi. Setelah itu ia mengganti pakaian rumahnya dengan sebuah dress simple berwarna hitam di atas lutut. Mengambil tas dan sepatunya, Carla bergegas menuju kampusnya. Saat melihat jam yang menunjukkan pukul sepuluh lebih empat puluh lima menit, Carla kembali kalang kabut.

Carla meminta salah satu kunci mobil Leon pada penjaga disana. Ia tidak ada waktu lagi untuk mengeluarkan mobilnya yang masih ada di dalam garasi. Dan kebetulan ia melihat beberapa mobil Leon sudah ada di garasi depan. Ia tidak perlu susah-susah mengeluarkannya dari garasi.

Carla mengemudi dengan cepat. Ia tidak perduli saat beberapa pengemudi lain memaki dirinya saat ia terlalu ugal-ugalan di jalan. Yang ada dipikirannya adalah sampai tepat waktu di kelasnya sebelum Pak Leon memasuki kelasnya. Ia tidak ingin menjadi sasaran kemarahan Leon lagi. Sudah cukup bagi Carla membuat kesalahan sampai Pak Leon itu hafal nama panjangnya.

Walaupun statusnya adalah istri dari Leon, bukan berarti ia bisa terbebas dari kekejaman seorang Leonardo Edwin Smith. Hanya dalam mimpi Laura berharap kebebasan itu. Nyatanya mereka menikah pun atas dasar perjodohan. Jadi, menurut Carla status mereka tidaklah penting. Pak Leon tidak pandang bulu jika sudah berurusan dengan kedisiplinan.

Carla memarkirkan mobilnya asal saat sudah sampai di parkiran kampus. Ia kembali mengumpat saat jam sudah menunjukkan pukul sebelas lebih lima menit. Yang berarti ia telat lima menit. Belum nanti dalam perjalanannya ke ruang kelasnya yang ada di lantai lima. Carla ingin menangis rasanya.

.o0o.

Menikah Dengan Pak LeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang