Carla menatap pacarnya itu sinis. "Maksud kamu apa, Marcell?"
"Kita putus. Sorry, gue nggak bisa menghidupi lo yang hidup terlalu foya-foya." Setelah mengatakan itu Marcell bergegas beranjak pergi meninggalkan Carla dengan wajah tidak terimanya.
Carla tercengang mendengar perkataan Marcell. Ia menatap kepergian cowok itu dengan marah. "Dasar cowok brengsek. Gue juga nggak butuh lo ada dihidup gue." makinya pada Marcell yang sudah menjauh. Carla bahkan tidak perduli jika sekarang ia menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di cafe itu.
Carla memanggil seorang pelayan. Berniat membayar makanan dan minuman yang tadi ia pesan. Setelah mendengar total tagihan yang harus ia bayar, Carla menyodorkan kartu atm-nya. Karena, ia jarang sekali membawa uang cash. Paling banyak di dompetnya hanya ada lima puluh ribu. Itupun sudah ia habiskan untuk membayar makanannya di kantin kampus tadi pagi.
"Maaf, Kak kartunya terblokir."
Carla tercengang mendengar perkataan pelayan tadi. "Masak, sih, tidak bisa, Mbak? Coba yang ini." Carla menyodorkan kartunya yang lain.
"Nggak bisa juga, Kak." ujar pelayan itu lagi.
"Kalau yang ini, Mbak." Carla kembali menyodorkan kartu terakhirnya. Ia berharap semoga kartu itu masih bisa digunakan.
"Sama saja, Kak. Tidak bisa."
Carla terbelalak panik. Apakah Papanya serius menarik semua fasilitasnya. Jika iya, tamatlah riwayatnya. Sekarang ia harus membayar pakai apa coba. Carla ingin menangis rasanya. Ia terus merutuki Papanya yang tega padanya.
Carla memandang pelayan yang masih setia berdiri di hadapannya. "Sebentar, ya, Mbak saya telepon teman saya dulu." ujar Carla berharap temannya mau menolongnya.
"Halo kenapa, La?" tanya seseorang yang ada diseberang telepon.
"Halo, Risa. Gue boleh pinjem uang nggak?" tanya Carla to the point.
"Aduh, sorry, La. Gue juga lagi nggak ada." jawabnya.
"Please, Ris. Gue---" belum sepat Carla menyelesaikan perkataannya, temannya sudah memutuskan panggilannya secara sepihak. Membuat Carla memaki temannya itu dalam hati. Pas susah saja selalu mencarinya, giliran dibutuhkan balik malah kabur. Dasar teman.
Carla mencoba menghubungi temannya yang lain. Namun, sayangnya tidak ada yang mau mengangkat panggilannya. Membuat ia terus mengeluarkan sumpah serapah pada teman-temannya. Lalu, sekarang apa yang harus ia perbuat. Menelepon Papanya dan mengatakan bahwa ia telah kalah. Carla tidak mau, namun ia juga tidak ada pilihan lain.
"Halo, Pa." sapa Carla saat sudah terhubung dengan Papanya.
"Kenapa?" tanya Papanya dengan nada cuek.
"Papa tega banget sama, Carla. Ini Carla sampai nggak bisa bayar makan, karena kartu ATM Carla semua Papa blokir." Carla mengeluarkan segala kekesalannya pada Papanya.
"Itu pilihan kamu sendiri, Carla."
Carla berdecak kesal. "Ok, aku bakal terima. Tapi, Papa jangan cabut semua fasilitas Carla lagi. Carla mau bayar makan, Pa."
Carla kembali dibuat kesal saat Papanya tidak mengatakan apapun lagi. Yang ada malah panggilannya terputus secara sepihak. Carla mengacak rambutnya frustasi. Sekarang, bagaimana caranya untuk membayar.
"Berapa totalnya, biar saya yang bayar."
Carla mendongak saat mendengar suara berat seseorang. Dan ia seketika dibuat terbelalak saat melihat salah satu dosennya ada didepannya dan membayar tagihannya tadi. Sialnya lagi, dosen itu adalah dosen kejam yang selalu mengusik ketenangannya. Siapa lagi kalau bukan, Leon. Atau yang lebih jelasnya, Leonardo Edwin Smith.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Pak Leon
Romance"Carla, tolong bagikan soalnya." "Carla, tolong bawa keruangan saya." "Carla, kamu yang presentasi pertama di depan." Dan masih banyak lagi perintah yang harus Carla terima. Ia dibuat gondok sendiri saat Pak Leon yang merupakan dosennya itu menyuruh...