04. Iya, Mas Leon

102 2 0
                                    

Carla berlari ke dalam gedung fakultasnya. Tanpa, perduli pandangan orang lain, ia berlari ke ruang kelasnya. Setelah sampai, Carla mengambil napas dalam-dalam saat merasa dadanya sesak. Carla merasa hampir kehabisan oksigen. Setelah cukup lega walaupun masih terengah, Carla mengetuk pintu kelasnya. Lalu membukanya pelan. Membuat semua atensi yang ada dikelas itu beralih menatapnya dengan berbagai tatapan. Ada yang menatapnya biasa saja, ada juga yang menatapnya iba, karena telat di mata pelajaran yang di ajarkan Leon. Carla dibuat meringis saat tatapan tajam seseorang yang ia takuti itu sudah mengarah padanya.

Dengan ragu Laura menghampiri Leon yang masih setia menatapnya. Carla menundukkan kepalanya. "Maaf, Pak saya telat."

Leon menatap Carla yang tengah menunduk takut menghadapnya. "Telat berapa lama." tegur Leon pada Carla.

Carla melihat jam tangannya yang melingkar di tangan kirinya. Ia kembali meringis saat melihat berapa lama ia telat. "Sepuluh menit, Pak." cicit Carla pelan, namun masih di dengar oleh Leon.

"Kamu salin sepuluh kali materi penjelasan saya."

Laura yang mendengar perintah Leon itu seketika terbelalak tidak percaya. Untuk mencatat materi yang dijelaskan Leon saja Carla kadang masih sering tertinggal, apalagi ini sampai menyalinnya sepuluh kali. Ingin rasanya Carla menenggelamkan dosen kejam yang ada dihadapannya. Segala sumpah serapah sudah Carla absen dalam hatinya untuk dosennya ini.

"Kamu tidak dengar."

Carla membuyarkan lamunannya saat mendengar suara dingin yang menegurnya kembali. "Dengar, Pak." sahut Carla cepat.

"Duduk." perintah Leon menyuruh Carla ikut bergabung dalam kelasnya. Lalu ia melanjutkan penjelasan materi yang ia berikan tadi yang sempat tertunda, karena kehadiran Carla.

"Lo kenapa bisa telat, sih, La." tegur teman Carla yang meneleponnya tadi, Violet.

Carla mengkode Violet agar tidak bersuara lagi. Carla tidak ingin menambah masalah jika sampai ketahuan oleh Leon, bahwa ia malah mengobrol dengan temannya. Carla mengeluarkan bukunya dan mencatat materi yang dijelaskan Leon di depan. Ia tidak ada waktu untuk bersantai saat ini.

Tepat pukul satu siang, kelas yang diisi Leon berakhir. Semua mahasiswa menghela napas lega. Rasanya mereka seperti tersiksa disetiap kelas Leon. Mereka pun yang biasanya selalu berisik dikelas lain, tidak berani mengeluarkan suara saat dikelas Leon. Mereka akan berbicara jika disuruh, selebihnya kebanyakan mereka memilih diam. Entah ada yang benar-benar menyimak ataupun pura-pura menyimak. Yang terpenting mereka terselamatkan dari kekejaman seorang Leon.

"Carla, tolong bawa ke ruangan saya."

Carla yang semula membereskan bukunya, Tiba-tiba dibuat terdiam saat Leon memanggil namanya dan menyuruhnya membawakan tugas teman-temannya yang dikumpulkan tadi. Carla mendesah pasrah, ia lalu beranjak mengambil tumpukan kertas itu dan mengikuti langkah Leon yang sudah lebih dulu keluar kelas.

"Gue tunggu di kantin, La." ujar Violet pada Carla dan mendapat jawaban berupa anggukkan kepala.

Carla kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan Leon. Yang sialnya, berada di lantai teratas fakultas management. Padahal ruangan dosen lain berada di gedung sebelah yang memang di khususkan untuk para dosen. Ah, hampir saja Carla melupakan fakta bahwa Leon adalah pemilik kampus ini. Jadi, terserah saja ia memilih ruangannya sendiri.

"Taruh dimeja saja." Carla menuruti perintah Leon. Ia menaruh barang bawaannya tadi ke meja Leon.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." pamit Carla sopan setelah dirasa tugasnya selesai.

"Sebentar." cegah Leon yang sudah duduk di kursi kebesaran menatap Carla yang berdiri di depan mejanya itu dengan datar. "Kenapa tadi bisa telat?" tanya Leon.

"Saya ketiduran, Pak. Bapak juga kenapa nggak bangunin saya tadi." ujar Carla memperlihatkan kekesalannya.

"Saya bukan Bapak kamu. Jangan panggil saya dengan sebutan Bapak jika kita tengah berdua dan juga saat diluar kampus." tegas Leon yang mulai jengah saat Carla terus memanggilnya dengan sebutan, Pak ataupun Bapak. Ia merasa sudah tua saat mendengarnya.

Carla teringat dengan omongan mertuanya satu Minggu lalu yang menyuruhnya untuk tidak memanggil Leon dengan embel-embel Bapak. Baiklah, lebih baik ia menurut saja. Hitung-hitung membiasakan diri juga.

"Iya, Mas Leon." beo Carla mengganti panggilannya pada Leon.

Leon tidak berekspresi lebih selain senantiasa menunjukkan wajah datarnya. "Jangan lupa salinannya sepuluh kali." ingat Leon pada tugas Carla yang ia berikan tadi sebagai hukumannya.

"Nggak bisa dikurangin, ya, Mas. Saya ketiduran, karena masih capek habis resepsi pernikahan kita." ujar Carla beralasan yang memang benar adanya. Ia merasa sangat lelah, karena pernikahan mereka.

"Tidak. Tapi, saya kasih waktu kamu satu minggu untuk mengumpulkannya." merasa tidak tega dengan Carla, Leon memberikan sedikit kelonggaran untuk seorang gadis yang sekarang berstatus istrinya itu.

Carla menghela napas sedikit lega. Setidaknya ia mempunyai cukup waktu untuk mengerjakannya. "Terima kasih, Mas. Kalau begitu Carla pergi dulu." pamitnya lagi yang kali ini mendapat anggukan dari Leon.

Namun, sebelum ia benar-benar pergi Carla teringat bahwa tadi ia membawa mobil Leon, tanpa seijin pemiliknya. "Oh, ya, Mas tadi saya pinjam mobilnya. Soalnya tadi buru-buru, takut lebih lama kalau harus keluarin mobil saya sendiri." ujar Carla menjelaskan.

Leon terdiam sejenak. Memandang Carla yang sudah menunduk takut. Tanpa, sadar Leon menarik sudut bibirnya kecil. "Terserah kamu. Fasilitas di rumah memang saya sediakan untuk kamu. Asal kamu tidak melanggar perjanjian kita, maka kamu akan bisa menikmati segala fasilitas yang saya sediakan."

Seketika Laura mendongak menatap Leon dengan berbinar. Senyum manis tidak luput dari bibirnya. "Terima kasih, Mas." ujarnya berterima kasih lagi. Dan Leon hanya berdehem mengiyakan. Carla yang merasa pembicaraan mereka telah usai itu kembali pamit undur diri. Dan Leon kembali mengangguk menjawab Carla.

Selepas Carla keluar dari ruangan suaminya, Carla beranjak menghampiri temannya yang sudah menunggunya di kantin. Carla mengernyit saat ia melihat Violet tidak duduk sendirian. Ia ditemani seorang cowok yang ia kenal sebagai kakak tingkatnya. Cowok populer dikalangan fakultas management.

"Carla."

Carla tersenyum menyambut sapaan kakak tingkatnya saat ia sudah menghampiri Violet dan duduk di samping temannya. "Hay, Kak." sapa Laura balik, tidak kalah ramah.

Carla menoleh pada Violet saat gadis itu menyenggol lengannya pelan. Laura mengangkat sebelah alisnya seperti bertanya, ada apa. Violet berdiri dari duduknya, lalu berkata pada Carla yang membuat Carla kesal.

"Gue duluan. Ada janji sama yang lain. Kalian have fun saja. Kak, gue duluan." ujar Violet tiba-tiba dan berpamitan pada Carla dan Dylan, kakak tingkatnya. Namun, sebelum Violet benar-benar beranjak, ia mengingatkan Carla mengenai rencana mereka nanti malam. "Jangan lupa nanti malam di club biasa."  ujarnya yang diangguki Carla.

Setelah mendapat jawaban dari Carla, Violet beranjak pergi meninggalkan Carla bersama Dylan. Violet sudah tahu jika Dylan menyukai temannya, maka dari itu ia memberikan kesempatan untuknya dekat dengan Carla.

"Nanti malam acaranya kemana, La?" tanya Dylan menatap Carla dengan tenang.

"Paling kayak sebelumnya, Kak. Party ditempat biasanya." jawab Carla.

Dylan mengangguk paham. "Mau datang bareng aku?"

Carla terdiam sejenak. Tidak masalah, kan ia menerima tawaran Dylan. Lagi pula, Carla ingat salah satu poin yang ada di surat perjanjiannya. Poin yang mengatakan tidak boleh mencampuri urusan masing-masing. Yang berarti sah-sah saja, kan jika ia berhubungan baik dengan Dylan ataupun cowok lain. Pikir Carla.

Namun, Carla kembali mengurungkan niatnya untuk mengiyakan ajakan Dylan. Tidak mungkin ia menyuruh Dylan menjemputnya di rumah Leon.

Carla berdehem singkat. "Kita ketemu disana saja, ya, Kak."

.o0o.

Menikah Dengan Pak LeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang