#03 (Si kampret ngajak ribut)

299 44 6
                                    


Brisia tengah bermain kejar-kejaran dengan Ella. Biasa kelakuan saat menjahili adiknya saat masih menjadi Putri dulu ia bawa kemari. Gadis itu sedari tadi menganggu Ella yang sedang menghilangkan debu dengan kemoceng di atas meja.

"Eh yang itu belum bersih Ella. Bersihkan lagi" ucap Berisi menunjuk meja yang baru saja Ella tadi bersihkan.

Gadis itu menggeleng "tidak nona, meja itu sudah bersih kok. Saya baru saja membersihkannya tadi" balasnya.

Brisia ikut menggeleng. "Tidak, dari sini saya masih bisa melihat ada debu di atas meja yang itu" ucapnya meyakinkan. Ella berjalan mendekati meja yang di tunjuk nonanya.

Ia memeriksa secara meneliti sebelum dirinya kembali membersihkan dari debu yang menempel di meja. "Tak ada debu nona" katanya terus saja mencari setitik debu di atas meja itu.

Brisia menggendikkan bahunya. "Sudah hilang kali" entengnya. Ella menatap sinis nonanya. Tak lama pelayan pribadinya itu berlari menuju ke arah Brisia yang tengah berlari juga.

"Nona anda membohongi saya. Jangan lari nona, berhenti" kejar Ella dengan kemoceng yang terangkat. Mereka seperti adegan emak yang lagi memarahi anaknya yang nakal. "Tidak mau, ayo kejar Ella. Ella kuat fighting.." ucapnya di sela-sela larinya.

Tanpa disadari Brisia lari terlalu jauh dari wilayah yang bisa ia lalui.

"Eh ini dimana??" tanyanya pada dirinya sendiri saat Brisia melihat sekelilingnya tak ada orang. "Indah, Masya Allah.." tempat ini sangatlah indah dan rapi. Brisia mengagumi itu.

Matanya jatuh pada bingkai foto besar yang memiliki potret seorang wanita cantik yang membuat mulutnya tak berhenti menyebut nama Allah sakin kagumnya.

'cantik banget, Masya Allah. Ini kenapa mukanya cantik bener, kan insecure aku tuh. Tapi eh, kaya mirip seseorang, tapi siapa ya?? Bodo' ah peduli setan..' katanya dalam hati.

Lama Brisia mengagumi potret perempuan yang tergantung di dinding sana. Tak sadar sosok yang sedang memandangnya geram dari arah belakangnya.

"Untuk apa kamu kemari??" tanya pria dari balik punggung Brisia yang membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Astagfirullah alazim, ngagetin ih. Kalau mau masuk tuh, assalamualaikum dulu. Ngetuk gitu" marah gadis itu yang terlihat lucu di mata lawan bicaranya. Namun kelucuannya tak bertahan lama. Rasa kesal dan benci kembali menghantuinya.

"Untuk apa pembunuh sepertimu kemari??" tanyanya lagi. Brisia berbalik menatap pria itu kembali dengan malasnya.

Ape nih?? Wah ngajak war nih bocah. Ayok atuh di ladenin, anak Sunaerdi ama Hasni enggak akan kalah debat. Malu sama piagam yang ada di rumah..

Ia berdecak pinggang. "Pembunuh?? Apa enggak salah tuh?? Perasaan saya tidak pernah membunuh seseorang kecuali kecoa sama semut. Soalnya satu menjijikkan, yang satunya malah terlalu kecil. Jadi saya selaku manusia yang memiliki banyak dosa, tanpa sadar menginjak mereka. Itu aja kok, enggak lebih. Jadi saya menjadi pembunuh dari segi mana??" Jari telunjuknya ia letakkan di dagu seraya berfikir padahal aslinya tidak. Hanya sekedar formalitas untuk orang di hadapannya.

Carlos mengepalkan tangannya kasar. "Kau.." tunjuknya. "Karena menyelamatkanmu, ibuku harus meregang nyawa. Itu semua karena ULAHMU. ANDAI IBUKU TAK PERNAH MEMILIKI PUTRI YANG TAK BERGUNA SEPERTI MU. IBUKU MUNGKIN MASIH ADA BERSAMA KELUARGAKU SAAT INI. DASAR ANAK SIALLLL" nada suaranya semakin meninggi.

Brisia di buat terkejut karena ucapan dari kakak pemilik tubuh ini barusan. Perkataan yang melukai hatinya. Bukan salah Brisia jika ibunya ingin menyelamatkan putrinya dari marabahaya. Hanya keluarga ini saja yang tidak becus menjaga mereka berdua sehingga salah satu diantaranya harus menghilang dan yang satunya harus menderita seumur hidup karena sebuah kesalahan yang ia yakini dia pun tak bermaksud melakukan itu

"Jaga bicaramu Carlos" peringat gadis itu. "Bukan aku yang pembawa sial. Bukan aku pula yang harus kalian salahkan. Seharusnya kalian sadar, itu semua karena kesalahan kalian sehingga musuh-musuh kalian datang mengincar aku dan ibu. Kalian terlalu sibuk dengan mengembang tugas negara sampai lupa kalau beberapa bangsawan sangat membenci keluarga ini dan sudah mencoba beberapa kali membunuh aku dan ibu. Kau pikir aku mau ibu mengorbankan nyawanya demi diriku?? Kau salah Carlos. Aku lebih baik mati daripada hidup tapi seperti mati bersama dengan kalian. Umurku masilah delapan tahun waktu itu. Apa yang bisa di lakukan bocah berusia 8 tahun Carlos, katakan apa yang bisa mereka lakukan??" tanya Brisia menggebu-gebu.

Carlos terdiam sejenak, lalu ia hendak membalas kembali ucapan adiknya. Hanya saja, sebelum ia mengeluarkan suara. Brisia langsung memotongnya.

"Aku tau apa yang ingin kau ucapkan Carlos. Kamu ingin mengelak jikalau dirimu saat usia seperti itu kau sudah bisa memimpin perang. Tapi tidak dengan perempuan Carlos. Jangan samakan antara perempuan dan para pria. Kita berbeda walau dalam beberapa hal kesetaraan gender harus tetap ada. Wanita tak memiliki kekuatan sebesar pria dalam hal fisik, tapi dalam hal otak wanita berada di urutan pertama. Kau dan aku berbeda, meski dulu aku lemah. Sekarang tidak lagi. Ibu meninggal karena kelalaian kalian, bukan karena diriku. Jadi gunakan otak yang sedang bersarang di kepalamu. Jangan jadikan dia hanya sekedar pajangan. Kau bukan orang yang bodoh. Jangan jadikan aku kambing hitam karena kesalahan kalian.." Brisia berlalu meninggalkan Carlos yang sedang mematung mencerna semua perkataan adiknya barusan.

Apa adiknya?? Mana mungkin pemuda kolot itu berfikir begitu. Ia mungkin sedang mabuk barusan..

Brisia berjalan kembali ke kediamannya di sayap belakang mension sembari bergerutu. Sumpah demi Allah. Gadis itu benar-benar kesal akibat perkataan dari kakak pemilik tubuh yang ia tempati.

Sudah banyak sumpah serapah yang ia tujukan untuk Carlos di sepanjang perjalanan pulang. Memohon ampun setelahnya pun ia lakukan. Mungkin saat ini malaikat sedangkan mencatatnya secara bersamaan. Dosa mengumpat dan pahala bertaubat.

Pintu ia tutup kasar setibanya di kamar miliknya.

BRAKKKK..

Tubuhnya ia hempaskan keatas kasur. Pandangan matanya menatap arah langit-langit. Brisia kini larut dalam pikirannya. Moodnya hancur seketika saat beremu dengan Carlos. Untung saja gadis yang sedang datang bulan itu tak mencakar-cakar wajah soknya itu.

"Ta*, Carlos ANJINGGGG" teriaknya. "Astagfirullah alazim, enggak boleh ngomong kasar. Tapi Carlos tuh eeknya babi, njing.." sesekali ia mengelus dadanya sekedar menenangkan diri.

Sudah tiga hari Putri menjadi Brisia. Gadis itu merasa lelah, sumpah demi Allah sekali lagi. Hidupnya penuh drama India. Perlukah ia mencari sebuah pohon besar ataukah dinding tinggi untuk mempermanis setiap adegan yang mungkin menyayat hatinya??

Tidak, jangan membuatnya tertawa jika ia benar-benar harus melakukan itu...

Keluarga Brisia aslinya cuman mempunya otot yang kuat, tapi tidak dengan otak mereka. Masa dengan masalah yang sudah kita lihat siapa yang seharusnya disalahkan dia malah mencari kambing hitam untuk menuangkan segala kekesalan karena kesalahannya sendiri.

Terlalu ceroboh meninggalkan dua orang berharganya di tengah-tengah para bangsawan yang saling menjatuhkan memanas demi memberantas beberapa pemberontak yang ada di perbatasan. Ia meninggal kan istri,ibu,anak, beserta adiknya dengan pengawalan yang walaupun ketat dari kesatria agar tak ada pembunuh bayaran yang boleh masuk menyusup ke kediaman ini. tapi tidak dengan mata-mata yang berada jauh lebih lama di kediaman Duke. Sehingga dua nyawa yang dulu mereka sayangi terancam. Bahkan harus merenggut nyawa salah satunya.

TBC...

Jangan lupa vote and follow author...

Dukung cerita ku terus ya..

Vote...vote...vote... Follow author

Sinner!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang