"Ada banyak cara untuk membuat bahagia, tapi juga ada berbagai cara yang membuat kecewa."
***
Andin terbangun dari tidurnya tanpa Aldebaran. Ia mencari suaminya ke setiap sudut kamar, tapi tak menemukannya. Andin lalu keluar, barangkali Aldebaran sudah pergi sarapan. Di meja makan, Andin tak menemukan Al. Ia hanya melihat mama Rosa seorang diri.
"Ma, mas Al nggak ikut sarapan?" tanya Andin.
"Al nggak ngasih tahu kamu kalau dia udah berangkat, Ndin?"
"Mas Al nggak bilang apa-apa, Ma."
"Mungkin Al buru-buru ada urusan."
"Tapi biasanya mas Al, kan, pamit." Andin lalu duduk di hadapan mama Rosa, mengambil roti dan mengolesinya dengan selai.
"Mending kamu sarapan dulu, lalu coba telfon Aldebaran," saran mama Rosa. Andin pun menurut dan segera menghabiskan satu lembar rotinya.
Setelah selesai sarapan, Andin bergegas ke kamar. Ia kemudian mencoba menghubungi Aldebaran. Namun tetap tak diangkat oleh lelaki tersebut. Andin mulai kesal sekaligus khawatir dibuatnya. Lalu Andin akhirnya menghubungi Rendi.
Rendi mengatakan jika ia tak tahu keberadaan Aldebaran. Bahkan ia juga tak melihat bosnya itu berada di kantor.
Andin pun akhirnya bersiap untuk pergi ke kampus. Ia sepertinya sudah lelah mencari keberadaan suaminya. Satu kebiasaan Aldebaran yang paling Andin tak suka; tidak ada kabar. Hal ini biasanya terjadi jika Aldebaran sedang ada pekerjaan mendadak atau suatu hal yang penting.
Andin hendak masuk ke dalam mobil ketika sebuah mobil BMW memasuki pekarangan Pondok Pelita. Ia lalu menghampiri mobil tersebut.
"Kamu dari mana, Mas?" tanya Andin.
Aldebaran yang baru turun dari mobil tak langsung menjawab, membuat Andin semakin penasaran.
"Mas Al, jawab dong...., kamu dari mana aja?"
"Kamu hari ini mau ke kampus?" Aldebaran tak menjawab pertanyaan Andin. Ia malah mengalihkan dengan topik lain.
"Kamu nggak kenapa-kenapa, kan, Mas?" Tangan Andin membelai pipi Aldebaran. Terlihat raut pucat di wajah lelaki tersebut.
"Saya nggak apa-apa," balas Aldebaran.
"Tapi kamu pucet, Mas. Kamu dari mana, sih?"
Aldebaran tiba-tiba limbung, membuat Andin reflek menopang tubuhnya. "Mas Al!"
Aldebaran bersender pada mobil. Ia mencoba menetralkan rasa pusingnya. Andin yang melihat suaminya seperti itu segera memanggil Riza dan Uya.
"Uya, Riza, bantu saya bawa mas Al ke dalam rumah," titah Andin.
"Baik, Bu," sahut keduanya.
Aldebaran tanpa perlawanan pun hanya pasrah. Kali ini ia benar-benar seperti kehabisan tenaga untuk sekadar berjalan. Mama Rossa yang berada di ruang tamu pun terkejut melihat anaknya yang dipapah oleh Uya dan Riza.
"Al kenapa, Ndin?"
"Aku juga nggak tahu, Ma. Tiba-tiba tadi pas pulang mas Al udah kayak gini."
"Yaudah mama telfon dokter dulu, ya."
Andin mengangguk, lalu menyusul Aldebaran yang terlebih dahulu di bawa ke kamar. Andin segera membaringkan Al di kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny Season 2
FanficAldebaran dan Andin telah menemukan jalan pulang untuk menautkan hati. Kebahagiaan mengelilingi rumah tangga mereka. Namun, ada masa lalu yang belum usai kini tengah mengusik. Mampukan Aldebaran dan Andin melewati badai dalam rumah tangga mereka?