"PR matematika udah belum?"
Langkah kedua gadis yang baru saja memasuki kelas itu langsung terhenti. Mata yang seperti hendak keluar dan bibir yang terbuka lebar, menunjukkan bahwa mereka sangat terkejut. Sudah bisa Zahra tebak, pasti Lena dan Liana belum mengerjakan tugas itu.
"Ara, lupaaa!!"
Zahra menggelengkan kepalanya melihat kekompakan mereka saat berteriak. Untung saja ini masih pagi dan kelas baru berisikan mereka bertiga saja. "Aduh kalian ini... Inget loh, kata Bu Farda kalo gak kumpul tugas suruh keluar kelas nanti."
Dengan seragam pramuka yang melekat pada tubuh mereka, Liana dan Lena berlari kecil menuju bangku Zahra. Rambut yang dikuncir milik Lena dan hijab sport yang dipakai oleh Liana, melambai-lambai seiring mereka berlari.
"Ra, liat dong jawabannya. Hehe," pinta Lena sambil menunjukkan deretan giginya.
"Ih, gak mau! Salah sendiri gak kerjain," tolak Zahra.
Liana menyikut lengan Lena. "Lo tuh aneh, deh. Si Ara mana mau contek-contekan." Sekarang, Liana mengalihkan pandangannya pada Zahra. Dengan semyuman yang mengembang, gadis itu berkata, "Ara, diskusi yok! Gue jujur belum ngerti loh, rumus yang kemaren. Bantuin, ya?"
Nah, jika bicaranya seperti ini kan, Zahra mengangguk. "Iya iya, sini Zahra bantuin. Mungpung masih sepi, jadi aman gak bakal ada yg ngeliat," katanya setuju. Ya, bagaimana mau tidak sepi? Ini masih pukul 06.30 WIB, sedangkan bel sekolah berbunyi pukul 07.30.
Mereka akhirnya duduk melingkari meja milik Zahra. Dikarenakan hanya ada dua kursi dalam satu meja, Lena terpaksa menarik kursi lain. Mereka mulai mengeluarkan buku tugasnya masing-masing. Tugas kali ini adalah tentang cara mencari panjang sisi yang belum diketahui, pada materi kekongruenan dan kesebangunan. Zahra menjelaskan rumus-rumusnya secara detail namun, dengan bahasa yang simple. Lena dan Liana mulai mempraktekan pada tugasnya. Jika tidak mengerti, mereka bertanya pada Zahra.
"Eh tunggu ra, ini jadi pake perkalian silang gitu, ya?" tanya Lena sedikit tak paham.
Zahra mengangguk membenarkan. "Iya, di sini pake perkalian silang. Nah, untuk bahan pengalinya, kita cari dulu perbandingan yang angkanya udah lengkap? Karena di sini yang udah lengkap perbandingan D banding G, jadilah kita pake yang itu buat dikalikan dengan perbandingan yang angkanya belum dikketahui." Zahra menulis ulang contoh yang tadi sudah dirinya jelaskan. "Nah, setelah kaya gini, itu yang angkanya ada variabelnya dipindah ruas terus dibagi buat nyari hasilnya. Selesai deh. Gampang, kan?"
Mengangguk-anggukan kepalanya, Liana bergumam, "Gampang pala lo."
Zahra terkekeh pelan. "Emang gampang kok, Liana."
Liana memperhatikan secara bergantian, antara jawaban tugasnya dan contoh pada buku Zahra. "Ini gue udah sama percis, sih. Tinggal nomor 5 yang belum."
"Ih gila! Kenapa lo cepet banget, woy? Gue baru nomor 2, nih. Nanti kalo lo selesai duluan gue nyalin jawaban lo, ya?" Lena berujar dengan sedikit kesal, karena dia yang paling akhir selesainya. Liana mengangguk saja sambil mengerjakan yang nomor 5.
Berhasil mengerjakan tugas itu, Liana meletakan pulpennya dengan sedikit digebrakkan pada meja. "Nah, selesai. Cepetan salin, Len!" Liana menyandarkan tubuhnya. "Gue heran, Ra. Kenapa kalo lo yang ngejelasin keknya lebih gampang, ya? Lo jadi guru les gue aja dah, Ra."
"Kamu bisa aja, deh. Padahal rumusnya sama aja kaya yang Bu Farda kasih." Zahra terkekeh sambil menggelengkan kepalanya pelan.
***
Sepulang sekolah, Zahra dikagetkan dengan keberadaan Dinda di depan rumahnya. Dengan tas di gendongan gadis itu, dan seragam merah putih yang masih melekat pada tubuhnya. Dinda terlihat sedang memainkan hand phone di tangannya, dan sepertinya belum sadar dengan kedatangan Zahra.
"Assalamu'alaikum,"
"Eh, Wa'alaikumussalam... Udah pulang, kak?" tanya Dinda basa basi. Padahal dia tahu kalo Zahra sudah pulang, kalau belum pulang ya mana bisa sekarang ada di hadapannya.
Zahra memgangguk menjawabnya. "Kamu ngapain di sini?" Sekarang giliran dia yang bertanya.
Wajah Dinda cemberut seketika, membuat Zahra mengerutkan dahinya heran. "Gara-gara Si Ibu nih. Jadi, aku kan di Sekolah lupa gak ngerjain tugas, nah pas pulang aku bilang ke Ibu, eh malah dimarahin terus suruh ke sini buat belajar sama Kakak. Katanya gak boleh pulang kalo belum belajar." Dinda mendengus mengingat perkataan Ibunya tadi.
"Kamu nih gimana? Kan biasanya kalo ada tugas yang sulit, selalu bilang sama Kakak. Yaudah, ayo masuk!" Zahra mengajak Dinda masuk. Dinda mengikutinya sambil cengengesan.
Mereka memutuskan untuk belajar di kamar. Duduk di atas lantai dengan dialasi tikar lipat. Kenapa tidak di atas kasur? Tadi Zahra sudah menawarkan itu, tapi katanya Dinda suka ingin tidur terus jika belajar di atas lautan kapuk tersebut.
Dinda membuka bukunya lalu, mencari tugas yang belum dirinya kerjakan. Setelah ketemu,dia langsung menaruhnya dengan kesal di atas tikar untuk ditunjukkan pada Zahra. "Nah ini dia kak, soalnya. Tentang kubik-kubik gitu, gak ngerti lah aku. Pak Regan sih, ngejelasinnya belibeeeet banget. Udah tau muridnya be*o kaya gini," gerutu gadis itu tak jelas.
"Eiittss... Kok ngomongnya kasar? Gak boleh gitu, Din. Setiap guru itu beda-beda cara ngejelasinnya, tapi intinya mereka itu berusaha untuk bisa membuat murid-muridnya paham. Kalo emang kamu belum paham sama apa yang udah dijelasin, ya kamu tinggal tanya aja. Atau, kamu punya hand phone, gunain itu buat cari tambahan materi-materinya." Zahra memberikan nasihat dengan lembut.
"Eh iya, astagfirullah... Hehe maaf kak, keceplosan." Dinda mengangkat dua jarinya membentuk V. "Eum, gimana kalo lanjutin tugasnya?"
Zahra menyetujui usulan itu. Kalau ditunda-tunda nanti malah tidak akan selesai-selesai, sedangkan Zahra masih ada urusan rumah yang belum dibereskan.
Singkat cerita, akhirnya masalah tugas milik Dinda terselesaikan. Dinda bisa bernapas lega karena setelah ini, dia tidak akan dimarahi Ibunya. Dinda memeluk Zahra dari samping dan, mengucapkan terima kasih pada Sosok yang sudah dirinya anggap sebagai kakaknya sendiri. "Makasih banyak, Kak... Ya ampun akhirnya aku paham juga sama pelejaran satu ini."
"Iya. Lain kali kalo ada tugas yang gak ngerti, ya bilang aja langsung. Jangan dinanti-nanti, takut lupa duluan, kan?"
Dinda mengangguk. "Aduh, andaikan aku bisa sulap ya, Kak? Aku pengen banget nuker mulut Kakak sama Pak Regan, biar cara ngejelasinnya tuh gak ribet. Huh," ucap gadis itu, yang malah menghayalkan sebuah ketidak-mungkinan.
Zahra terkekeh, ada-ada saja bocah yang satu ini, pikirnya. "Gak usah aneh, deh!"
"Ih, serius loh, Kak." Dinda membenarkan letak jilbabnya yang sedikit miring. "Oh, atau kalo gak... gimana kalo Kakak jadi Guru Les aku? Kalo Kakak mau aku bisa loh, ngomong ke Ibu. Soalnya nih ya, aku emang kayaknya harus ada yang bimbing buat belajar di rumah. Gimana, Kak?"
Zahra diam tidak tahu harus menjawab apa. Haduuh... Kenapa semuanya ingin menjadikan Zahra Guru Les?
***
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar, dan share ke teman-teman kalian!
Follow akun ini dan akun instagram: jasjusolen_
---
Minggu, 16 April 2023
JasjusOlen ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Az-Zahra: Kesalahan yang Tidak Disesali
Teen FictionSetiap orang pasti memiliki mimpi. Mimpi indah yang diharapkan akan menjadi nyata. Tapi, tidak semua mimpi bisa terwujud dengan cepat. Terkadang Tuhan menunda untuk mewujudkan, karena ingin melihat perjuangan orang tersebut. Terkadang juga Tuhan tid...