Bab 2: Kalaupun Niatnya Baik

26 7 0
                                    

"Zahra tunggu!"

Teriakan itu berhasil menghentikan langkah Zahra dan Ruslan. Bu Rani menghampiri mereka berdua, membawakan selembar kertas untuk disodorkan pada Zahra. "Zahra, ini adalah formulir untuk para murid beasiswa. Tolong diisi dulu, karena akan diserahkan ke kepala sekolah untuk ditandatangani sore ini."

Zahra mengangguk dan menerima lembaran formulir tersebut. "Baik bu, akan Zahra isi. Terima kasih," balas gadis itu sambil tersenyum. Dia mengeluarkan pulpen dan juga buku untuk alas menulis.

Bu Rani ikut tersenyum, guru itu mengalihkan pandangannya pada Ruslan. "Pak Ruslan beruntung sekali memiliki anak seperti Nak Zahra. Dia mempunyai semangat belajar yang sangat besar," tutur Bu Rani.

"Ah iya, Bu. Saya pun merasa seperti itu, merasa sangat beruntung sekali dikaruniai anak seperti Zahra. Kadang saya kasihan karena keterbatasan keluarga kami yang seperti ini, sering membuat dia kesulitan. Tapi dia selalu bisa mencari solusi disetiap masalahnya dengan pabtang menyerah," terang Ruslan.

Selama ini, kehidupan Ruslan dan Zahra sangat sulit. Setelah pindah ke rumah yang sekarang, kehidupan mereka tidak seperti dulu lagi. Hebatnya, Zahra selalu bersabar dan bersyukur hingga dia terlihat selalu bahagia. Ruslah yang meluhat itu jadi semangat untuk terus mencari uang untuk biaya sehari-hari mereka.

"Iya, Pak. Saya juga melihat Zahra seperti itu. Tetap dukung Zahra melanjutkan sekolahnya, ya, Pak. Sayang sekali prestasi yang dia miliki jika tidak dikembangkan. Suatu saat nanti, saya yakin Zahra akan menjadi orang yang hebat. Perjuangan yang sekarang Zahra lakukan, pasti akan mendapat balasan dari Allah."

***

"Akhirnya bisa istirahat," ujar Zahra gembira. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, membersihkan halaman, mencuci, dan merapihkan barang-barang dirumah. Dia juga memindahkan barang-barang yang sekiranya sudah tidak dipakai lagi, menaruhnya di dalam gudang.

Hari ini adalah hari pertama liburan semester, Zahra memutuskan memakainya untuk membersihkan rumah. Lama tidak melakukan pekerjaan rumah sekaligus seperti ini, lumayan membuat Zahra pegal.

Gadis yang hanya memakai kaos oblong lengan pendek, rok plisket hitam dan bergo hitam itu, memilih untuk duduk sejenak di kursi kayu depan TV. Dia ingin istirahat dulu sebentar, setelah itu dia akan mandi. Jangan mengira kalau Zahra akan menonton TV, karena benda itu sudah mati sejak lama.

Setelah dirasa badannya sudah lebih enak, dia bangkit untuk mandi. Sebentar lagi dzuhur, dia harus bersiap untuk solat dan juga makan siang bersama Ruslan. Tidak butuh waktu lama dirinya sudah cantik dengan gamis abu yang mengguntai hingga lantai.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamu'alaikum, Kak Ara!"

Zahra yang kini sedang menyiapkan makanan di dapur harus berjalan menuju pintu rumah karena panggilan tersebut. "Wa'alaikumussalam, sebentar!"

Zahra membuka pintu rumahnya. "Eh Dinda, ada apa?" tanya nya.

Gadis bernama Dinda itu mengangkat sebuah rantang makanan ke depan wajah Zahra. "Ini kak, makanan dari ibu. Disini ada ikan bandeng sama tumis jamur, diterima ya!" Dinda menyodorkan rantang tersebut. Karena Zahra tidak kunjung menerimanya, Dinda menarik paksa tangan Zahra dan memindahkan rantang tersebut ke genggaman Zahra.

Zahra tersenyum. "Ya allah, makasih ya. Sampaikan makasih Aku ke Bu Neng juga," ucapnya dengan senyuman yang terus mengembang. Dinda mengangguk membalas ucapan Zahra.

"Oh iya, Din. Ayo masuk dulu! Aku kebetulan sepi banget di rumah," tawar Zahra.

"Gimana ya, kak? Aku pengen banget temenin kakak, tapi aku udah ada janji main sama temen-temen aku. Lain kali aja ya, kak? Aku mau langsung ke rumah temenku."

"Padahal Ayah pasti seneng kalo kamu di sini, apalagi kalo ikuf makan bareng. Ya udah kalo kamu mau main, enggak apa-apa."

"Hehehe... Ya udah aku pergi dulu ya, kak. Assalamualaikum," pamit Dinda.

"Wa'alaikumussalam, hati-hati!"


Ceklek.

"Eh, Ayah udah pulang." Baru saja Zahra menutup pintu dan berbalik, pintu kembali terbuka dan menampakkan Ruslan di sana.

Ruslan tersenyum, dia menutup pintu kembali sebelum menghampiri Zahra. "Assalamu'alaikum," ucapnya.

"Wa'alaikumussalam," jawab Zahra lalu mencium punggung tangan Ruslan.

"Wah, apa itu dari Dinda? Tadi ayah ketemu dia di jalan." Ruslan menunjuk rantang makanan di tangan Zahra.

"Betul, Yah. Ada ikan bandeng sama tumis jamur. Alhamdulillah, mereka baik banget ya, Ayah?"

Ruslan mengangguk. "Iya, alhamdulillah. Kita harus bersyukur karena bisa dipertemukan dengan orang-orang baik seperti keluarga Bu Neng tersebut."

Mereka berjalan menuju dapur dan menyimpan makanan yang dibawa. Mereka akan melaksanakan solat terlebih dahulu sebelum akhirnya mengisi perut.

***

Zahra tidak bisa tidur karena terus kepikiran dengan obrolan yang tidak sengaja dia dengan di masjid. Tadi dirinya salat isya di masjid sekalian mengikuti kajian sebentar. Obrolan seorang ibu dan anak yang dia temui saat pulang terus terngiang dan mengganggu pikirannya.

"Ibu gak pernah ngajarin kamu untuk ngambil barang orang lain, Za. Itu gak baik, sayang. Kenapa kamu ngambil roti punya Edo pagi tadi?"

Zahra yang sedang mencari sandal di bawah tangga masjid tidak sengaja mendengar pembicaraan itu.

"Ibu, aku cuma pengen kasih ibu makan. Aku kasian karena ibu udah dua hari cuma minum doang karena makanannya buat aku sama adek terus. Aku liat Edo bawa bekel roti sama cemilan yang banyak banget, aku pikir kalo aku ambil satu buat ibu gak akan ketahuan. Maaf, Ibu, Eza emang salah."

"Jangan gitu lagi ya, nak! Ibu makasih sama kamu karena udah kasian, udah peduli sama ibu. Tapi cara kamu salah, sayang .... Suatu perbuatan yang salah tetap tidak bisa dibenarkan walaupun niat kamu baik. Nanti Allah marah sama kamu, emangnya mau?"

Di satu sisi, Zahra begitu tersentuh mendengarnya. Dia juga merasa kasihan pada ibu dan anak tersebut, akhirnya dia memberikan sedikit uang untuk mereka membeli makan. Walaupun Zahra bukanlah orang berada, dia selalu diajarkan oleh ayahnya untuk berbagi ke sesama karena dalam harta yang dimiliki terdapat milik orang lain juga.

Saat ini, Zahra kepikiran tentang perkataan ibu tersebut yang mengatakan, Suatu perbuatan yang salah tetap tidak bisa dibenarkan walaupun niat kamu baik.

"Tapi, 'kan, aku punya alasan." Zahra berguling ke kiri, membuat sprai kasurnya semakin kusut.

"Tapi emang iya, sih, yang namanya kesalahan tetep aja salah. Kalaupun niatnya baik tapi caranya salah, sama aja dong bisa gak berkah juga." Kini dirinya sudah duduk menyandarkan punggungnya dan memeluk sebuah guling.

Mengembuskan napas panjang, Zahra mengangkat kedua tangannya seraya berdoa. "Ya Allah maafin Zahra udah ngelakuin hal yang salah. Zahra gak tau harus gimana, Zahra ngerasa ini jalan supaya Zahra bisa belajar agama. Semoga Allah bisa maafin Zahra."

***

Emangnya Zahra ngelakuin apa, sih?

Kenapa dia gitu banget, ya?

Menurut kalian, omongan ibu itu bener atau enggak?

Jangan lupa vote, komen, dan share!

Follow akun ini dan akun instagram: jasjusolen_

-
Selasa, 04 April 2023

JasjusOlen ❤

Az-Zahra: Kesalahan yang Tidak DisesaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang