13th

6.1K 1K 46
                                    


"Baik, karena Renjun adalah seorang penulis, maksudku penulis yang sedang melejit nama besarnya, aku sarankan agar kau bersikap seperti dia. Tck, sulit sekali menggambarkan sikap dan watak Renjun, karena satu yang aku ketahui, dia tipikal orang yang pemarah."

"Pemarah? Tapi aku tidak bisa marah."

Donghyuck menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Besok akan ada acara konvensi antara penggemar dan Renjun. Namun jika penulisnya saja bertukar jiwa dengan seorang ratu dari abad pertengahan, apa yang harus dilakukan?

"Maksudku bukan mengikuti sifatnya, melainkan jadilah pengganti Renjun untuk besok. Aku tidak ingin karirnya hancur karena masalah tidak masuk akal ini. Jadi, mari kita berlatih."

Donghyuck menyentuh bahu Injoon, menghadapkannya pada dirinya sembari menatap lekat wajah Injoon.

"Kau tahu apa itu penulis?"

Injoon mengangguk. "Seseorang yang gemar menulis, kau pikir aku terlalu kuno sehingga tidak memahami kalimat itu?"

"Bukan, bukan itu maksudku. Ya, kau benar, tapi dalam artian berbeda. Penulis bisa dikatakan seseorang yang memiliki ide untuk membuat karya fiksi seperti novel dan jenis karya tulis lainnya. Renjun adalah salah satu penulis tersebut, karyanya sedang naik daun, dan aku ingin kau bersikap tidak seperti di jamanmu."

"Aku tidak tahu acara apa yang kau maksudkan sehingga memintaku menjadi pengganti Renjun, tapi tolong ajari aku caranya. Mungkin aku bisa membantu Renjun selama dia berada di abadku."

•••

Renjun menahan napas saat pria berpakaian serba hitam itu berjalan memutarinya. Jangan lupakan pedang yang masih tertodong apik membuat Renjun tak berkutik.

"T-tolong jangan bunuh aku. Biarkan aku hidup dan menebus dosa-dosaku kepada orang yang pernah berurusan denganku sebelumnya. Jika kau mengincar Jaemin, bunuh saja dia, tapi jangan aku."

Pria itu berhenti melangkah. Menatap Renjun dengan ekspresi wajah tak bisa diartikan. Pria itu menyimpan pedangnya di tempat, menelisik wajah Renjun dengan tatapan tajam. Renjun yang mendapat pandangan seperti itu langsung diam tak bergerak.

"Jadi desas-desus mengenai ratu Sirius itu benar, kau sungguhan lupa ingatan, Yang Mulia?"

Renjun tak menjawab. Ia tidak memiliki keberanian sekedar merespons pertanyaan pria asing di depannya ini. Hanya melihat wajah pria itu saja sudah membuktikan kemungkinan besar nyawanya akan menghilang jika melawan. Tetapi Renjun tidak yakin apakah pria itu benar-benar seseorang yang kuat.

"Wah aku tidak menyangka, itu berarti kau melupakanku? Ingin berkenalan ulang?"

"Tidak, aku tidak mau!"

"Baiklah. Perkenalkan, namaku Wong Lucas, ksatria dari lembah kematian yang datang menjengukmu."

Entah dorongan darimana Renjun dengan berani menendang tulang kering pria bernama Lucas dalam sekali tendangan. Lucas langsung menjerit kesakitan seraya memegangi tungkai kakinya yang serasa ingin retak.

Kesempatan emas bagi Renjun agar bisa pergi dari tempatnya. Saat akan melangkah keluar, Lucas menarik kerah pakaian Renjun sehingga Renjun mundur berakhir berhadapan dengan Lucas lagi.

"Lepaskan aku!"

"Kau ganas juga ternyata. Tendanganmu hampir mengakibatkan tulang keringku patah."

Renjun menyalangkan tatapan. "Kau pikir aku peduli? Ingin retak, ingin patah, atau bahkan putus sekalipun aku tidak akan peduli!"

"Yang Mulia, benarkah ini dirimu?"

Renjun bersiap menendang kaki Lucas kembali akan tetapi Lucas langsung bergerak mundur. Renjun menarik sudut bibirnya, ia teringat saat dulu masih sekolah, dirinya pernah mengikuti seni bela diri. Tapi itu sudah sangat lama, apalagi Renjun latihan saat pertama kali dirinya memutuskan bergabung pada ekskul tersebut. Tapi tak lama setelah bergabung, Renjun memutuskan keluar karena tidak sesuai bakat minat Renjun.

"Karena kita sesama lelaki, aku bisa saja menghajarmu. Tapi dengan tangan kosong."

Lucas masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Lucas merasa sedikit aneh oleh sikap baru sang ratu yang cukup membuatnya terkesima. Ratu yang terkenal kelembutannya dalam berperilaku, mengapa menjadi sedikit kasar atau bisa pula disebut sedikit tidak beradab?

"Entahlah Yang Mulia, aku ragu."

Renjun tersenyum mengejek. Lihatlah, sekarang pria yang menyebutkan dirinya itu ksatria justru tidak berani melawannya. Itu berarti menandakan bahwa Renjun memang seorang pejantan yang kuat, bahkan tanpa sentuhan bisa membuat lawannya menciut.

"Kenapa, kau takut?"

"Bukan begitu, tapi akㅡ"

"Renjun!"

Kedua orang di dalam perpustakaan itu lantas menoleh ke asal suara dimana suara tersebut berasal dari Jaemin. Jaemin yang melihat kehadiran Lucas langsung saja mengarahkan pedang ke depan dirasa mengancam nyawa Renjun.

"Renjun, menjauhlah darinya!"

"Kenapa aku harus melakukan itu, kita baru saja mendeklarasikan pertemanan kita, benar bukan?" Renjun tersenyum menatap Lucas yang mengernyit.

"Renjun, aku berkata padamu menjauhlah darinya!"

Renjun menghela napas panjang kemudian mematuhi ucapan Jaemin. Renjun melangkah keluar dari dalam perpustakaan, menyisakan kedua orang yang saling memandang.

"Apa yang kau lihat?" tanya Lucas.

"Aku memberi kesempatan padamu untuk pergi, semua pasukan yang kau bawa sudah habis di tanganku dan hanya tersisa dirimu saja."

"Oh," balas Lucas angkuh. "Aku akan pergi saja kalau begitu. Oh ya, satu lagi, perilaku Yang Mulia Sirius membuatku takut. Tolong kembalikan lagi sifatnya seperti sediakala agar aku bisa menakutinya kembali, aku pergi."

Lucas melompat melalui jendela, meninggalkan Jaemin yang diam mengawasi kepergian Lucas dari istananya. Jaemin lalu mendengus. Bohong jika Jaemin tidak mendengarkan percakapan absurd Renjun dengan Lucas tadi. Tapi jujur saja, Renjun bisa membuat penjahat seperti Lucas takut oleh perilakunya.

Jaemin terkekeh saat mengingat percakapan Renjun beberapa waktu lalu.

MIDDLE AGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang