ūnus

1K 85 15
                                    

Rated🔞 di awal.

Warning! Violence, abusive parents.

Enjoy!

---

New dengan tubuh lelahnya mengimbangi hentakkan pinggul milik lelaki berkulit kecokelatan di bawahnya, membuat geraman yang muncul dari bibir pria yang lebih tua kembali terdengar dengan hebatnya di telinga, "Ah... tight, so tight, Poom."

"Eung—Mas, a-aku..." Lirihan yang kemudian muncul tak mengurungkan niat yang lebih tua untuk menghentikan gerakannya, Tawan paham dengan benar bagaimana tubuh di bawahnya kini tak lagi memiliki energi layaknya awal aktivitas malam mereka, terkuras dan hampir habis, ditandai dengan getaran pada paha milik New. Walau sesungguhnya, yang lebih tua bisa saja mengasumsikan bahwa New tengah dihunjami kenikmatan berlebih dari kejantanan milik Tawan hingga tubuhnya melemas.

"Wanna cum?—sebentar, y—akh! Damn, keep grinding, Poom." Beberapa hentakan yang muncul menjadi akhir sesi percintaan malam ini, Tawan mencapai putihnya, diikuti dengan gelinjangan tubuh New, menandakan bahwa si manis juga berhasil sampai. Semburan dalam rektum milik Thitipoom terasa hingga beberapa kali, membuat perut lelaki itu menghangat.

Tubuh yang lebih muda ambruk, menimpa badan dengan ukuran lebih besar sedikit darinya itu. Keduanya mengatur napas yang memburu, menikmati situasi setelah malam panas yang tak disangka akan selesai ketika waktu menujukkan pukul empat pagi. Hanya ada tiga jam sebelum dua lelaki yang masih membiarkan rasa hangat menimpa kulit di atas ranjang itu diharuskan untuk melaksanakan tugas masing-masing.

Tawan dengan pekerjaannya dan New... berdiam diri.

"Mas Tawan." New memanggil lelaki yang lebih tua, dibalas dengan usapan pelan pada surai miliknya yang melengket akibat keringat yang membasahi, "Kenapa bawa... aku?"

"Maksudnya?"

New mengerjapkan mata cepat-cepat, lalu kembali menyembunyikan wajah di leher milik pria tan dengan tubuh yang masih menyatu, "Pub, 27 Desember waktu itu, kenapa malah bawa aku ke sini?"

Thitipoom Techaapaikhun, semenjak lahir, lelaki itu bahkan tak tahu ke manakah gerangan kedua orang tua yang seharusnya memberikan kasih sayang tak terhingga, tak mengerti pula mengapa ia diharuskan untuk tinggal dan menetap di bangunan bernama panti asuhan, tidak paham alasan mengapa mereka harus berbagai mainan satu sama lain, tidur bersama, makan bersama, sedangkan kebanyakan anak kecil seumurannya akan dimanjakan dengan nyaman, diberikan ranjang besar serta berbagai benda untuk setidaknya menenangkan tangis—walau benar berlebih. Sedangkan New di sini akan berebut beberapa mainan dengan teman-teman tak beruntungnya, ibu juga akan menghitung dari satu hingga dua puluh jika salah satu dari mereka nakal sebab tak mau melepaskan mainan dalam genggaman untuk dipakai anak yang lain.

Hingga akhirnya, ketika usia New menginjak delapan tahun, tepat dua belas hari setelahnya, datang sepasang suami-istri ke bangunan tersebut. Tak lama kemudian, ibu memanggil nama New, memberi tahu jika si manis akan memiliki keluarganya sendiri, sekarang.

Meninggalkan tempat penuh kenangan, kawasan ternyaman yang mungkin tak akan New temui kembali dalam kehidupan.

Hari itu, New melihat tangis haru milik ibu sembari perempuan paruh baya itu melambaikan tangan kepadanya. Menatap beberapa netra milik teman-temannya yang sebagian besar menampakkan rasa iri yang begitu besar sebab pada akhirnya New menemukan keluarga yang diidamkan sejak lama.

New berbahagia, tentu saja. Dua orang yang pada akhirnya bisa diberikan panggilan Mama dan Papa olehnya, pasangan yang diharapkan bisa dijadikan tumpuan hidup milik si kecil untuk waktu panjang, yang dinantikan sebagai salah satu penyelamat hidup milik New saat itu.

The Orbis ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang