Warning! Violence, blood, minor character death.
---
"Thipoom, abis ini mau main nggak?" Gun bertanya, ikut excited dengan agendanya hari ini. Menemani lelaki yang bahkan tubuhnya lebih besar dari ia sendiri tak pernah tidak menyenangkan sebab hal tersebut berarti hari libur!
"Boleh, main apa?"
"Main arcade aja, mau?"
"Boleh, udah lama juga nggak main ke sana."
"Yes!"
New terkekeh geli mendengar seruan yang terlontar dari pria yang lebih tua dua tahun darinya itu. Kekasih Off yang tak pernah kehilangan semangatnya tiap kali hari ini datang. Namun, khusus untuk yang ini pula dirasa ia harus merencanakan sesuatu.
Ada hal lain yang diharuskan untuk dibeli, tetapi benar tanpa sepengetahuan Gun.
"Gun, kalo gue boleh tau, lo ketemu sama Mas Tawan di mana? Di pub juga? Dia... beli lo juga?" Tanpa aba-aba pertanyaan tersebut keluar dari bibir yang lebih muda, tak biasanya seperti ini, sungguh. New telah berjanji dalam hati untuk tak mencampuri urusan milik lelaki yang telah banyak membantunya itu, tetapi beberapa bulan ke belakang, ada beberapa hal janggal yang ditemui.
Gun mematung, benar tak percaya bahwa akan mendapatkan pertanyaan seperti itu dari New di sebelahnya, haruskah ia jujur?
Namun, tentu tanpa membuka dengan jelas apa yang dijalankan mereka. Entah apa alasan yang tepat di balik itu, Gun hanya menuruti perintah sang tuan untuk tak mengatakan apapun akan pekerjaan mereka. Walau bisa saja New mencari informasi tentang Vihokratana di internet dan menemukan profil mereka—dengan catatan, lelaki itu menggalinya dengan sungguh-sungguh sebab informasi tersebut tak akan terpampang nyata di dunia maya.
"Kalo gue... ditemuin di jalan." Gun mulai membuka kisahnya, kali ini ia akan berucap fakta yang ada akan masa lalunya sebelum bertemu dengan keluarga Vihokratana.
Gun itu gelandangan. Ia tak memiliki rumah, hidupnya hanya bergantung pada ketua yang menyuruh beberapa anak seumurannya saat itu—sekitar tiga belas tahun, untuk mengemis dan menghasilkan uang. Kelak pendapatannya akan diberikan pada lelaki itu dan Gun akan diberikan upah harian.
Tak banyak, mungkin dua puluh ribu per hari, jika uang yang dihasilkan mencapai ratusan ribu.
Hingga akhirnya, ada pria paruh baya yang menghampiri, lelaki yang tampangnya cukup dikenal sebab beberapa kali ia memakai jasa Gun sebagai ojek payung.
Beliau adalah Tuan Vihokratana.
Si mungil lalu diajak ke rumah besar mereka, diberikan pakaian dan kamar yang layak, diajari bermacam-macam ilmu bela diri, dan berakhir mengabdi pada keluarga tersebut hingga usianya menginjak dua puluh empat tahun ini.
Bonus seorang Off Jumpol Adulkittiporn yang berhasil mengambil hatinya.
"...gitu deh, akhirnya gue kerja sama Bos sampe sekarang."
New mengerjapkan mata, "Tuan Vihokratana sebaik itu?" Dalam hati bertanya-tanya akan bagaimana sikap dari tuan besar di sana, si manis tak pernah tahu dengan baik seluk beluk keluarga dengan kekayaan berlimpah itu, yang ia paham hanya Tawan sebagai pemimpin dari usaha yang dijalankan, serta anak tunggal dari ibu dan ayahnya, umur lelaki itu tiga puluh dua tahun sekarang, tak begitu suka jika kulitnya disentuh terlalu lama oleh orang tak dikenal, bermata tajam, dan sangat berkuasa.
Beliau baik dan kejam di saat yang bersamaan, jika Gun boleh menjawab dengan jujur. Masa kepemimpinan sepasang ayah dan anak itu tak begitu jauh berbeda, keduanya memiliki hati yang besar serta kekejian yang seolah saling berdampingan dalam benak masing-masing. Sebab baik Tawan maupun lelaki paruh baya tersebut bisa dengan mudahnya membantu orang tanpa mengharapkan balasan apa-apa, seperti yang mereka lakukan pada Gun, tetapi di lain sisi kalian akan menemukan betapa menakutkannya mereka ketika telah dihadapkan oleh ia yang mencoba lari dari kewajiban.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Orbis ✓
Lãng mạnMengisahkan tentang dua insan dengan dunia yang bertolak belakang. "Namun, Mas, maaf, aku benar tak bisa di sini bersamamu. Dunia yang aku inginkan dengan semesta yang tengah kamu jalankan, bertolak belakang. Aku rasa, aku tak bisa." -Thitipoom. a T...