Chapter Two

11 4 0
                                    

Walaupun ia benar-benar merasa sangat kesal pada lelaki yang telah ia ajak bicara itu, tapi sebisa mungkin Veera menahan kekesalannya itu. Memang benar apa yang lelaki itu katakan, ia tidak mengenalnya! namun apakah kepedulian terhadap sesama itu harus dilandaskan untuk saling mengenal terlebih dahulu? Baru bisa saling memberikan kepedulian kepada masing-masing? Jika memang iya, maka itu sangatlah bertentangan dengan apa yang selalu Veera lakukan kepada orang lain. Karna ia tidak pernah berpikir bahwa yang harus ia pedulikan ialah hanyalah orang-orang yang ia kenalnya saja, ia peduli kepada siapapun itu, mau orang yang ia kenal ataupun tidak ia kenal. Namun... sudahlah, lupakan! Veera tak mau menghiraukan perkataan lelaki itu, bagaimanapun kita sama-sama manusia, dan diciptakan oleh pencipta yang sama, jadi wajar saja jika Veera peduli padanya.

"Fiks, apa yang kamu katakan memang benar kamu tidak mengenal aku, begitupun aku yang tidak mengenal kamu, namun hal itu bukan berarti menjadi sebuah alasan buat kita tidak bisa untuk saling peduli satu sama lain". Ucapnya, " Dan justru karna kita gak saling mengenal, maka kepedulian inilah yang akan membuat kita ingin merasa saling mengenal lebih dalam lagi". Tambahnya.

Tidak ada bantahan ataupun perkataan lagi yang keluar dari mulut lelaki itu, ia diam terpaku, mencerna semua apa yang Veera katakan. Jujur ia merasa hatinya tenang dan damai mendengar setiap tutur kata yang diucapkan oleh orang yang masih setia berdiri di sampingnya. Entah mengapa hatinya tiba-tiba menghangat, hingga suara hujan yang awalnya terdengar begitu jelas di telinga, mendadak hilang. Yah, hujan sudah mulai reda. Digantikan oleh kesunyian dan kegelapan malam yang mulai terpatri di atas langit.

"Ekhmmm, aku pamit pulang! Maaf kalau kamu ngerasa kehadiran aku mengganggu ketenangan kamu tadi. Sebagai sesama, aku cuman turut berbagi kepedulian aja. Dan yah, aku harap kalau kamu emang ada masalah atau kamu mau curhat tentang apapun itu, gak perlu sungkan buat kamu hubungin aku, insya allah aku akan ada buat kamu, dan ingat jangan ngulangin hal konyol ini lagi, kesehatan lebih utama dan sangat penting, masih banyak orang yang kepengen sehat tapi mereka gak mampu ngelakuin apapun karna udah jadi nasib mereka terbaring lemas, jadi karena itu kamu gak boleh sia-siain kesehatan yang udah tuhan kasih ke kamu, kamu harus syukurin itu semuanya. Ohiya hampir lupa, nih kartu nama aku, ingat apa yang udah aku ucapin ke kamu, aku anggap hari ini kita udah saling kenal, okay kalau gitu aku pamit, udah malam soalnya. Assalamualikum".

Setelah dirasa langkah kaki itu menjauh barulah ia mendongakkan wajahnya, menatap punggung seseorang yang telah memberinya semangat lagi. Sudut bibirnya terangkat, menampilkan senyuman hangat yang sedari dulu hilang karna sebuah pengkhianatan yang telah di lakukan oleh mantan kekasihnya yang dulu sangat ia cintai itu. Sampai sekarang rasa sakit itu masih membekas di hatinya, butuh waktu lama untuk bisa memulihkan rasa sakit itu.

Dulunya ia adalah seorang lelaki yang ceria, dan humoris. Terlihat selalu bahagia, seakan masalah tak pernah datang kepadanya, senyumannya yang manis yang selalu terukir di wajah tampannya membuat siapapun yang melihatnya akan terasa sulit untuk memalingkan wajahnya. Mengapa? Karna sosok lelaki itu termasuk kedalam kriteria lelaki idaman para wanita, tidak dipungkiri jika ada yang begitu tega menyakitinya dan menyianyiakannya. Hingga membuat senyuman yang dulunya selalu terpancar di wajahnya itu, seketika memudar dan menghilang di kalahkan oleh rasa sakit akibat dari sebuah pengkhianatan. Hingga membuatnya menjadi sosok lelaki yang dingin, dan terkesan cuek atau acuh tak acuh terhadap sekelilingnya.

Kesendirian dan kesepian dua hal yang sekarang AlFino rasakan. Yah, itu adalah nasib yang telah menimpa seorang AlFino Faruq Argananta, yang merupakan anak tunggal dari pasangan Roland Argananta dengan Arvina Argananta, dan termasuk kedalam keluarga terhormat. "Al" itulah nama panggilannya, memiliki sifat ceria dan humoris, serta memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Namun itu dulu, sifatnya yang sekarang sangat berbeda dan bahkan keluarganya nyaris tidak mengenalnya. Karna sifatnya yang dingin, cuek dan bahkan sudah terkesan acuh tak acuh kepada siapapun.

"Waalaikusalam, Thanks lo udah hadir di hidup gue, meskipun kita baru bertemu, tapi gue udah yakin kalau lo berbeda dari yang lain". Balasnya meski orang yang ia tujukan, sudah menghilang di telan kegelapan malam.

Merasa malam sudah semakin larut, barulah ia beranjak dari duduknya, tak lupa ia mengambil kartu nama yang telah di berikan kepadanya. Senyumannya kembali terukir di wajahnya di saat ingatannya kembali pada sosok perempuan berhijab yang menghampirinya dan sekaligus yang mengajaknya berbicara, di kehujanan sore hari ini.

Hanya kegelapan dan kesunyian malam yang sekarang menemani derap langkah kakinya menuju ketempat dimana ia dibesarkan hingga tumbuh dewasa seperti sekarang ini, sekaligus tempat melepas lelahnya, itulah langkah untuk pulang kerumahnya.



🌻TBC🌻

Teruntuk publish karya aku yang chapter ke-2, aku berharap akan semakin membuat para readers terkesan, sehingga menarik minat baca kalian pada karya pertama aku. Thanks.

Dan jangan lupa vote, like, and comment, dan juga sarannya yah! Dan Follow akun aku jika kalian suka dengan karyaku.
Thanks for you.

🌻🌻🌻

@AnVeraa34_
12 Februari 2022

RAIN GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang