Pemanah handal katanya, pemuda dengan pakaian putih tulang itu menyipitkan satu matanya. Mangsanya sekarang adalah merpati putih yang lumayan berisi, cocok sekali untuk menu makan malam.
Pemuda itu berdiri di balik pohon, sasarannya tengah hinggap di ranting yang cukup tinggi. Pohon-pohon pada dinasti Joseon memang menjulang tinggi, tapi baginya hal itu bukan menjadi masalah. Pemuda itu berhasil memanah burung itu, jatuh ke dalam semak belukar. Ia segera berlari, mencari burung itu dan langsung menyampirkan ke belakang punggungnya. Dia juga membawa banyak buah apel hasil panjatannya. Buah itu ia masukkan ke dalam tas kainnya yang juga di sampirkan ke punggung.
Rasa harus mendadak bertamu, pemuda dengan tinggi kisaran 174centi itu akhirnya mencari sungai. Tidak bisa di bilang sungai juga, juga tidak di bilang laut. Danau? Entahlah. Airnya sangat jernih. Seperti kolam alami yang berada di tengah hutan. Indah, di keliling bebatuan besar yang cocok sekali duduk di atasnya untuk menikmati keindahan juga kesejukan serta jika ingin membutuhkan pelampiasan masalah. Ini adalah tempat yang cocok.
Dengan cepat dia melepas semua yang menempel di tubuhnya, tidak termasuk pakaian. Karena dia hanya perlu minum, bukan mandi.
"Hahh..." Desahnya setelah meneguk beberapa aliran air. Ia juga meraup wajahnya, airnya segar sekali. Setelah selesai, ia beranjak dan mengambil satu buah apel, memakannya langsung di atas batu. Duduk memandang genangan air. Namun, tatkala dia masih santai mengunyah, rungunya mendengar suara gesekan dari balik semak-semak. Tanpa menunggu lama, pemuda itu langsung menyambar alat panahnya dan pergi.
Lama sekali pemuda itu kembali. Sampai makhluk setengah manusia setengah ikan itu muncul dari balik air. Ia memandang sekitar.
"Tempat apa ini?" Monolognya dengan bahasa ikan. Manusia tidak akan tahu. Putaran kepalanya terhenti manakala melihat sesuatu yang membuatnya penasaran dan harus segera menghampiri.
"Apa itu?"
Wanita itu sejujurnya ragu, tapi ia mengangkat telunjuknya. Pelan.. pelan.. menyentuh buah apel itu cepat dan langsung menariknya kembali.
Buah itu tak jatuh. Hanya bergerak sedikit. Itu pun karena di sentuhnya.
"Dia tidak hidup." Katanya lagi kemudian mengamati. Setelah di kira aman, wanita itu menggenggamnya kemudian mengangkat buah itu setinggi tangannya terangkat.
Namun tidak ada pergerakan lagi. Jadi gadis itu mencoba menggigitnya juga berharap apel itu akan memberontak kesakitan. Namun prediksinya salah, justru mata itu mendelik kagum.
"Enak!" Pekiknya dan melanjutkan lagi.
Sedangkan pemuda itu telah mendapat mangsanya pun segera kembali. Namun mendadak ia termangu melihat seorang perempuan duduk di atas batu. Mata itu beralih pada tas kainnya yang telah mengempis, itu artinya buah apel itu telah habis. Pelakunya adalah perempuan itu.
Jee Min melangkahkan tungkainya perlahan agar tak terdengar. Semakin dekat, Jee Min dibuat terkejut melihat ekor berwarna kuning dengan ujungnya berwarna emas itu terayun-ayun. Karena kagetnya itu Jee Min salah mengambil langkah, ia menginjak ranting pohon hingga mengejutkan makhluk itu yang menoleh ke belakang.
Jee Min jelas melihat wajahnya. Tapi tak lama. Jee Min hendak memanggilnya namun perempuan itu dengan cepat melarikan diri.
"Tunggu!"
Jimin terduduk. Ia melamun masih merasa bahwa ia masih berada di alam mimpinya. Nafasnya juga terdengar berat. Mimpinya barusan itu mimpi baru. Setelah waktu itu mimpinya terulang, mungkin mimpi ini adalah selanjutnya yang akan terulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven In The Blue Sea
FantasiNanti, kau akan tahu. Siapa aku, kau, dan perihal kita di masa lalu.