Hoseok memangku dagunya bosan. Bosan melihat Ha Eun yang masih menjilati permennya. Padahal Hoseok sudah menempatkannya di tempat yang tidak ada hal yang menarik. Tempat duduk yang memang untuk bersantai. Maksudnya di suguhkan dengan suasana luar dari balik dinding kaca.
Suara jilatannya kian menguat di indra pendengaran pemuda itu hingga ia berdecak kesal. Bahkan mengacak rambutnya sampai berantakan.
Ha Eun berhenti sejenak menatap Hoseok yang tampak aneh dengan mata mengerjap. Tanpa dosanya Ha Eun melanjutkan jilatannya. Lugu sekali, Hoseok jadi merampas permen itu karena tak sabar.
Raut Ha Eun bisa di katakan tidak terima. Mulutnya terbuka kecil dengan kedua alis menukik.
"Apa? Mau marah?" Hoseok menantang gadis itu karena melihat tatapannya yang begitu tidak menyenangkan sebab permennya di rebut.
"Itu punyaku!"
Hoseok tidak gentar di bentak begitu. Ia malah menggoyangkannya setara telinga dengan wajah yang menggoda.
"Belum habis Hoseok~~" rengeknya. "Biarkan aku menghabiskannya~"
"Coba tunjukkan gigimu." Pintanya. "Seperti ini." Hoseok memperlihatkan deretan giginya yang merapat. Lalu diikuti Ha Eun setelah berhasil mengubah raut wajahnya yang merengek tadi.
"His banyak ulatnya." Hoseok bergidik geli. Pura-pura. Dengan maksud menakuti gadis itu supaya berhenti memakan permen. Setiap hari, tidak, setiap jam. Bahkan melupakan makannya. Itu berpengaruh pada proporsi tubuhnya.
"Ulat apa?" Lugu sekali memang.
"Ulat yang memakan gigimu sampai bolong. Lalu habis, dan kau jadi tidak punya gigi. Kalau tidak punya gigi tidak bisa makan. Tidak makan nanti kau mati."
Hoseok melihat Ha Eun melebarkan matanya terkejut. Ia tersenyum senang dalam hati.
"Tidak mau mati, kan?"
Ha Eun menggeleng keras dengan mata terpejam. "Ha Eun tidak ingin mati. Ha Eun mau hidup selamanya."
Tingkah lucu yang dilihat membuat pemuda itu menggigit bawah bibirnya dengan alis yang bertaut. Terlampau gemas. Sial, tangan Hoseok gatal.
"Hoseok, Ha Eun tidak ingin mati~." Hoseok sampai melupakan gadis itu yang ternyata telah menangis dalam rengeknya. Hoseok pikir tindakannya tidak sampai membuatnya terluka.
"Aigooo.. kau ini gampang menangis. Mentalmu harus dilatih." Ucap Hoseok.
"Aku tidak menangis kok."
Hoseok terbengong.
"Aku hanya sedih saja. Air mataku tidak keluar. Hoseok lebay." Hoseok tercengang. Betul. Hoseok di bilang lebay? Astaga. Mulutnya seperti tidak ada pintu. Keluar begitu saja. Membuat Hoseok jadi tidak gemas lagi.
"Ini permennya aku simpan. Kau boleh makan ini tapi tidak sering. Kajja. Aku akan membawamu keluar."
"Kemana?"
"Kita makan diluar. Badanmu tinggal tulang, aku tidak menyukai gadis kekurangan gizi."
Ha Eun tampak diam berpikir memicu Hoseok segera bertanya.
"Kenapa? Tidak mau?"
Ha Eun menggeleng. "Bukan begitu. Tapi saudaraku?"
Oh, Hoseok mengerti. Ia juga tidak mungkin meninggalkan rumah yang masih di huni oleh gadis lincah kalau kata Yoongi. Jadi dia mengajak yang lainnya untuk ikut. Tidak apalah, Hoseok sendiri yang mengawasi, toh juga mereka sudah sedikit nalar. Tapi yang ikut hanya Cheon Hee dan Ji Ae saja. Cha Yeon dan Yeong Ri dirumah saja katanya, berjanji tidak akan melakukan hal yang menyusahkan. Ya sudah, Hoseok percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven In The Blue Sea
FantastikNanti, kau akan tahu. Siapa aku, kau, dan perihal kita di masa lalu.