BAG 4. AIR HITAM

4.3K 208 28
                                    


Beberapa saat lamanya, aku sengaja nggak berbicara apa-apa kepada Mas Ganteng. Dia pun tampaknya nggak begitu peduli dan nggak bicara sepatah kata pun. Terutama, setelah Mas Ganteng menonjok mukaku tadi. Sakit banget rasanya. Mukaku terasa menebal dan berdenyut-denyut. Sialan!

Sinar lampu yang berasal dari rumah-rumah penduduk Air Hitam sudah semakin dekat. Itu adalah kampung terdekat dengan tempat tinggalku bersama pak Bos. Semua orang yang kukenal bekerja dengan pak Bos, tinggalnya di situ.

"Udah sampai Air Hitam tuh," kataku akhirnya memecah kesunyian antara aku dengan Mas Ganteng

Mas Ganteng diam aja. Sialan!

"Hhhh" Begitu kira-kira dengus napas panjang yang keluar dari mulut Mas Ganteng. Entah karena lega akhirnya sampai juga di Air Hitam atau karena hendak menunjukkan betapa malasnya dia merespons komentarku.

"Nggak singgah makan?" tanyaku lagi.

"Katanya tadi mau diam saja. Tidak mau bicara sama saya," sindir Mas Ganteng.

"Ya, kan aku lapar. Masak diam aja sih, Mas. Aneh kamu!" kataku nggak mau kalah.

"Oh, udah lapar?" tanyanya.

"Iya," jawabku singkat.

"Saya belum lapar. Nanti saya belikan bungkus saja. Kamu makan di mobil sementara saya menyetir sampai Simpang," kata Mas Ganteng,

"Oh, ya udah terserah aja," jawabku.

"Kamu tunggu saja di mobil," kata Mas Ganteng.

"Kalo nanti ada temenku di warung, gimana?" tanyaku. "Siapa tau kan aku bisa ketemu sama temanku di situ. Sekalian pamitan."

"Justru itu, makanya saya tidak mau kamu turun. Nanti kalau ketemu teman kamu, malah ngobrol. Jadi bisa memperpanjang waktu perjalanan," jelas Mas Ganteng.

"Egois. Kan cuma beberapa detik aja pamitannya," kataku.

"Saya tidak mau tahu, Kalau dibilang tidak boleh ya, tidak boleh!"katanya.

"Iyaa!" kataku akhirnya.

Mobil berhenti pas di perempatan kampung Air Hitam. Di situ, ada satu warung makan yang buka. Tampak beberapa orang asyik ngobrol sambil ngopi dan merokok. Aku sendiri pernah beberapa kali pergi ke Air Hitam kalo diajak sama Pak Bos, atau kalo pas lagi nggak ada kerjaan, biasa kawan kerjaku yang ngajakin ke sini buat main ke rumahnya.

"Mau lauk apa, Jon?" tanya Mas Ganteng.

"Terserah aja, apa yang ada," jawabku.

Beberapa saat kulihat Mas Ganteng tampak memperhatikanku lekat-lekat.

"Kenapa, Mas Ganteng?" tanyaku.

"Kamu kenapa, Jon?" tanyanya sambil memicingkan matanya ke arahku.

"Nggak apa-apa,"Jawabku.

"Berdarah tuh baju kamu, Jon. Banyak keluar kah?" tanyanya lagi sambil memegang wajahku lalu mengarahkan wajahku ke arahnya supaya dia bisa melihatku dengan jelas.

"Keluar sedikit aja, Mas. Dari hidung. Jangan tanya kenapa, ya!" jawabku lagi.

"Habis kena pukul tadi?" tanyanya.

"Bukan, habis kena belai kuntilanak!" jawabku asal.

"Saya bukan kuntilanak, Jon!"

"Eh, sensi amat. Ya udah, digampar genderuwo tadi. Genderuwo ngamuk! Pengen banget tadi balas nonjok Genderuwonya. Tapi ngalah aja lah, takut nanti makin ngamuk," jawabku menyindir.

"Ck..Lemah!" gumam Mas Ganteng.

"Maksudnya?" tanyaku.

"Padahal tadi cuma pelan mukulnya. Mana tau kamu selemah itu, Jon. Sori ya." kata Mas Ganteng enteng.

Jauh Jalan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang