BAG 10. RAWA SENJA

1.5K 61 14
                                    

Hari ke-3 pagi

Aku terbangun dalam kondisi perut lapar. Hari kayaknya udah siang. Padahal kalau menurut rencana Mas Ganteng, kami harus berangkat dari Sempadan menuju Pangkalan Hulu tepat jam 6 pagi supaya tidak kemalaman. Tapi, kalo udah bangun kesiangan begini, kayaknya bakal ada perubahan rencana.

"Mas Ganteng!" panggilku. Pas kulirik ke sebelah, ternyata Mas Ganteng tidak ada.

Aku baru ingat kalo semalam Mas Ganteng kan udah ambil ancang-ancang mau pergi ninggalin aku di sini. Kulihat ke sekeliling kamar, nggak ada tanda-tanda keberadaan pria itu. Ransel miliknya juga nggak ada. Apa tadi malam dia serius mau ninggalin aku di sini?

Karena khawatir, aku langsung bergegas turun. Kulihat ada pak tua pemilik kedai sedang membersihkan meja pelanggan.

"Maaf, pak. Bapak ada lihat Mas saya nggak ya?" tanyaku kepada pak tua itu.

"Oh, Mas kamu tadi pagi udah pergi," kata pak tua itu sambil mengelap meja.

"Pergi kemana, pak?" tanyaku ingin tahu.

"Saya nggak tau. Mas kamu juga nggak bilang apa-apa. Tapi arahnya ke Bambu Kuning," jawab pak tua pemilik kedai.

"Bambu Kuning?" tanyaku heran. "Mau ngapain dia ke sana, ya?"

"Kalo itu saya nggak tanya. Mungkin nanti Mas kamu balik lagi ke sini," kata pak tua.

"Kok bapak bisa yakin dia mau ke sini lagi?" tanyaku.

"Dia belum bayar kamarnya. Dan masih ada kamu juga kan buat dijemput," jawab pak tua itu.

"Kalo dia ninggalin saya di sini, gimana pak?" tanyaku.

"Kenapa dia mesti melakukan itu? Kalian berantem tadi malam?" tanya pak tua.

"Nggak berantem, pak. Cuma salah paham sedikit," jawabku.

"Ya udah, mending kamu siap-siap aja. Mandi sama makan. Makanan udah saya siapkan dari tadi," kata pak tua itu. "Kamu makan aja dulu," kata pak tua menunjuk salah satu meja yang ada makanan di atasnya. Kayaknya nasi goreng.

"Saya mandi dulu aja ya, pak. Baru habis itu makan," kataku.

"Boleh, silakan," jawab pak tua itu.

Aku pun segera bergegas naik ke lantai atas untuk mandi. Selesai mandi dan ganti baju, aku langsung mengemaskan seluruh barangku ke dalam ransel, lalu kembali turun ke bawah. Pak tua tadi kulihat sedang duduk sendiri. Kayaknya dia udah selesai bersih-bersih. Dia duduk di meja dekat nasi goreng milikku berada.

"Langsung makan aja, nak!" kata pak tua itu menyuruhku.

"Iya, pak," jawabku.

Karena aku udah lapar banget, segera aja kuhampiri nasi goreng yang udah disiapkan sama pak tua. Biarpun nasi gorengnya udah agak dingin. Tapi rasanya lumayan enak. Pasti gara-gara aku kelaparan.

"Tentara itu siapanya kamu sebetulnya, nak?" tanya pak tua itu sambil memperhatikan aku makan.

"Bapak tau dia tentara dari mana?" tanyaku.

"Menebak aja. Potongannya tentara," kata pak tua itu.

"Dia bukan siapa-siapa saya, pak," kataku melanjutkan makan.

"Bukan siapa-siapa kamu?" tanya pak tua itu lagi.

"Iya. Ceritanya panjang," jawabku.

"Oh, begitu," pak tua itu diam sejenak, kemudian berkata lagi, "kalian bertengkar apa tadi malam?" tanyanya. Entah kenapa dia menanyakan itu lagi.

"Nggak bertengkar kok, pak," kataku kembali menegaskan.

Pak tua itu tersenyum, "Saya lihat apa yang kalian berdua lakukan semalam," bisiknya.

Jauh Jalan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang