Aku menarik tanganku dengan mudah dari ikatan itu lalu, menatap Jay yang kebingungan.
"Lo salah buat simpul mati, mau gue ajarin?" Tanyaku menaikkan alis kananku menatapnya sambil melempar tali tersebut ke lantai.
"Jay, gue kira lo pinter ternyata sama aja ya kayak adik lo" ucapku sambil melangkah mendekatinya yang mungkin sebentar lagi akan berubah menjadi Elang?
"Sama-sama bodoh."
Aku memang sengaja memancing emosinya. Aku ingin melihat, apakah dia akan membunuhku atau hanya menyakitiku.
Wush.
Aku berhasil menghindar dari pisau belatinya. Tau gini aku membawa cutter tiap hari, atau gunting ya?
Wush.
Wush.
Sret.Gapapa, cuma baju aja yang kegores.
Jay tertawa lalu mendekatiku setelah berkata, "i know about your family Min."
Prang!
Aku langsung menutup telingaku setelah berteriak.
"Gue tau semuanya."
Prang!
"please stop it, Jay!"
"What if I don't want to stop?"
Prang!
"Stop if you don't want me to be angry, stupid!"
Bugh!
Bruk!
Bugh!
Bugh!
Brak!Aku menatap tajam Jay yang tersungkur lemas di antara kayu-kayu. Iya, aku mendorongnya ke sana.
Ini malah aku yang terlihat seperti psikopat.
***
Riki's PovBugh!
Bugh!
Brak!"Kak Jake, lo denger gak?" Tanyaku pada kak Jake yang sedang mengamati ruangan kosong satu per satu.
"Denger, tapi dimana?"
Aku menunjuk ruangan yang ada di depan kami. Itu ruang gudang, mendengar suara seperti itu mungkin saja ada seseorang didalam, kan?
"Ayo cek."
Kami pun mengecek ruangan tersebut dengan hati-hati. Sialnya, ruang ini tidak ada jendelanya.
Tok tok!
Tidak ada jawaban.
"Langsung masuk aja, kak."
"PERMISI GUE MAU CARI—woouw!"
Kak Jake terkejut hingga sedikit terpental ke belakang. Aku melirik kak Minzu yang sedang menatap kak Jay, dan kak Jay yang tak sadarkan diri.
"Kak Minzu," panggilku lirih dan kami terkejut melihat luka di pipinya, di paha dan bajunya yang sobek.
"Riki," lirihnya dan aku langsung menghampirinya.