《Sejak lama aku berdiri Dalam sepinya rongga hati Tak satu pun burung Mampu menjawab》
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dipersembahkan oleh Krisdayanti - Menanti Cinta
Toko buku yang pernah aku kunjungi hanya beberapa saja. Mengingat aku selalu menyukai toko buku di pinggir jalan yang sama setiap hari hingga tahunnya. Aku berpikir jika tidak ada yang senyaman dan selengkap toko buku kesukaan itu. Ini semua karena kebiasaanku yang hanya mampu melihat satu benda dan itu-itu saja, membuat aku jarang ke toko buku lain kalau bukan karena terpaksa.
Contoh terpaksa adalah sama seperti ketika aku harus keliling Pasar Senin untuk mencari buku bekas agar mengirit sedikit biaya selama kuliah. Mengingat biaya semesteran kuliahku yang tidak tanggung-tanggung, karena kedokteran gigi, maka untuk urusan buku dan sebagainya selama itu sama dan murah, itu yang kupilih.
Lalu, contoh terpaksa yang kedua adalah saat ini. Aku yang selalu menyukai akhir pekan dengan mengurung diri di kamar, terpaksa mengikuti ajakan Mbak Asri dan Bang Ryan, sang suami, untuk keluar. Katanya Bang Ryan mau membeli perlengkapan olahraga, belakangan ini Bang Ryan menyukai badminton hanya karena pertandingan Thomas Cup yang disiarkan langsung di Indonesia.
"Kan Bang Ryan mau ke toko olahraga, Mbak, kenapa tadi ngajaknya ke toko buku?" sewotku, wajar saja, akhir pekanku terganggu.
Mbak Asri menghela. "Mbak yang butuh buku, kamu juga 'kan?"
Aku tidak mengangguk atau menggeleng, hanya melirik ke sana kemari di dalam mall besar yang ada di Jakarta, memeriksa betapa penuhnya orang di akhir pekan. Semua nampaknya tengah menyukai datang ke mall meski harus macet di jalan sana. Padahal jarak mall ini ke rumah itu tidak begitu jauh, tapi jalan utamanya sedang macet parah, akhirnya jadi tersendat.
"Udah deh, Ju, ikut mbak aja."
"Terus kita ngapain berdiri di pintu utama begini? Katanya mau ke toko buku, dia ada di lantai 3, Mbak."
"Sebentar, Bang Ryan lagi nunggu temennya."
Aku melupakan fakta jika saat ini sesungguhnya kami keluar untuk bertemu dengan teman Bang Ryan. Katanya sih teman satu hobi yaitu badminton. Ponselku bergetar, dan satu pesan dari Yuni yang memotret dirinya yang sekarang ada di pernikahan sepupunya dikirim ke grup chat kami. Aku terkekeh, kugoda dia dengan balasan yang kujamin membuatnya merona.
Jangan genit, Yun. Mentang-mentang ada cowok ganteng di belakang.
Kapan nyusul, Yun?
Tarisa selalu meledek dengan kalimat kapan menyusul, kami semua barang tentu tahu jika Yuni belum juga menikah karena masih memiliki tanggungan hidup adiknya yang masih kuliah.