Jay mematikan jam wekernya yang terletak diatas nakas, jam menunjukkan pukul 05.00, terlalu pagi untuk bangun dan mandi. Namun apa boleh buat karena ia harus bekerja paruh waktu di restoran yang hanya berjarak 7 meter dari rumahnya, tak ada alasan baginya untuk datang telat.
3 bulan yang lalu, Heeseung menawarkan pekerjaan pada Jay, pada saat itu Heeseung sangat membutuhkan karyawan sedangkan karyawan lamanya menipunya dengan membawa semua uang yang Heeseung simpan di dalam laci belakang dapur. Sampai saat ini hanya Jay yang ia percayai untuk bekerja dengannya.
Jay merapihkan kasurnya lalu berhenti sejenak dan membuka jendela kamarnya, ia menikmati dam mensyukuri semua yang ia miliki saat ini. Sehat, tidak cacat, ditambah lagi ia adalah seorang mahasiswa semester akhir yang baru saja menyelesaikan skripsinya, hanya tinggal menunggu tanggal sidang, beruntung dia memiliki pembimbing yang baik dan selalu mendukungnya agar cepat lulus.
Sejujurnya, terkadang Jay merindukan Ayahnya yang meninggal ketika ia berumur 17 tahun, semua luka dan memori tentang Ayahnya selalu menghantui malamnya.
Ibu?
Dia bahkan lahir tanpa seorang Ibu yang seharusnya menyusui dan menimangnya setiap ia menangis.
Maka dari itu, ketika orang lain berbicara tentang Ibu mereka, Jay hanya bisa diam setiap kali teman atau tetangganya saling menukar kasih sayang dengan kedua orang tua mereka. Jay tidak pernah merasa iri sekalipun, Jay hanya mendoakan agar semua orang tua yang memiliki anak di dunia ini bersyukur. Serta semua anak yang memiliki orang tua yang masih bisa mereka peluk dan mereka hormati.
Walaupun hidup sebatang kara di rumah bekas Ayahnya, namun ia senang karena uang untuk tagihan listrik maupun persedian makanannya selalu tercukupi, bahkan ia memiliki pekerjaan walaupun hanya sebagai pelayan biasa di restoran dekat rumahnya.
Jay memakai kedua pasang sepatunya dan mengunci pintu depan sebelum dia kembali melihat seekor kucing hitam yang telinganya berdarah.
"eoh? Kau lagi?" pekik Jay lalu berlari kecil menghampiri si hitam yang duduk di pinggir trotoar
Jay berjongkok untuk melihat luka yang ada di telinga si kucing, "yaa.. Kau habis bertengkar dengan siapa? Apa mereka kucing liar? Apa kau punya majikan?" tanya Jay dengan khawatir sambil mengodok saku jaketnya, mencari betadine khusus kucing
Jay selalu membawa kedua benda itu setiap kali ia bepergian walaupun hanya sebentar, karena ia selalu mengobati anjing maupun kucing liar yang terkapar dengan luka di tubuhnya. Dia tidak tega melihat mereka terluka begitu saja.
Meongg
Menggg
Si hitam mengeong keras begitu Jay dengan perlahan meneteskan cairan itu pada luka kucing itu. Tak lupa Jay meniupnya agar cepat kering.
"sudah sudah.. Jangan menangis, kalau kau bertemu dengan kucing jahat datang saja padaku. Biar aku yang memberikan mereka pukulan" ucap Jay dengan senyuman sambil mengusapi punggung kucing itu
"aku pergi dulu" Jay lalu berdiri dan berlari menyebrang jalan begitu lampu lalu lintas berubah menjadi merah
.
.
.Tok tok tok
"tinggalkan saja map itu dibawah pintu, aku akan selesai sebentar lagi!" teriak seseorang yang masih sibuk melihat layar komputernya
"baik sir" balas seseorang yang berada di depan pintu, ia lalu meletakkan map itu di bawah pintu dan mendorongnya sedikit agar map itu tidak terinjak oleh sepatu
Pemuda itu menyipitkan kedua matanya begitu ia melihat notifikasi email yang masuk, sebuah surat undangan. Dia menyeringai dan mengulum bibirnya ketika ia tahu siapa yang mengundangnya untuk jamuan makan malam.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐀𝐒𝐓𝐄𝐑 || 𝐖𝐨𝐧𝐉𝐚𝐲
Fanfiction[ON GOING] Lembaran baru Jay dimulai setelah ia bertemu dengan seorang CEO yang begitu binal dan gila. Yang Jungwon, dikenal sebagai penguasa wilayah Gangnam dimana tempat para orang kaya dan berada tinggal. Selalu mengintili para pejabat kaya, meni...