The Happening

1.4K 111 4
                                    

Langkah kecil itu terus berlari menembus derasnya hujan dan jalan yang penuh genangan air

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langkah kecil itu terus berlari menembus derasnya hujan dan jalan yang penuh genangan air.

Suara tangisnya teredam oleh gemuruh petir yang terus menyambar.

Rambut hitamnya yang panjang, sama kuyupnya dengan gaun tidur selutut yang ia kenakan.

Lelah... ia lelah berlari.
Ia lelah menangis.

Tapi suara ibunya yang menyuruhnya terus berlari, terngiang di telinganya.
Terus menyuruhnya untuk tidak berhenti.

Teriakan ibunya saat memohon pada seseorang untuk tidak menyakitinya, kembali terdengar.
Tubuh ayahnya yang terbujur kaku dibawah derasnya hujan masih terbayang.

Dan tubuh ibunya yang tersungkur ke tanah, masih sangat ia ingat.

Ia hanya bisa terpaku di balik pintu rumahnya saat itu. Memandang keluar dari celah jendela yang gordennya sedikit tersingkap.
Tidak bisa berteriak bahkan menangis keras.
Tapi ia merasakan air matanya mengalir.

Ia akhirnya memberanikan diri untuk berlari keluar, menuju ibunya.
Tapi, tubuh dan wajah ibunya yang sudah bercucuran cairan merah itu masih terus berusahan menahan tubuh seseorang untuk tidak mendekatinya. Dan terus berteriak pada putrinya untuk pergi.

Pergi dan berlari senjauh mungkin.

Dengan takut, ia pun menurut.
Berlari menjauhi ibunya.
Berlari menjauhi rumahnya.
Berlari dari orang yang mengejarnya.

Entah tujuannya kemana, yang dia harus lakukan sekarang hanyalah berlari.

Dan suara ibunya mulai hilang, saat ia melihat tubuh ibunya terkoyak oleh kuku-kuku runcing sang pembunuh.

'Bugh!'gadis kecil itu tersungkur pada aspal basah. Bunyinya begitu nyaring.
Ia tersadar dari bayang kedua orang tuanya yang terbunuh.

Pipinya terasa perih, lututnya juga.

Ia benar-benar sudah lelah.
Ia sudah tidak dapat membedakan mana air mata, air hujan bahkan darah yang mengalir dari luka di pipinya saat tersungkur tadi.

"Hiks.."gadis itu mulai terisak lagi. "Ibu.. hiks!"panggilnya parau.
"Ayah.."ia kembali menangis.

Jalanan itu sangat sepi.
Area rumahnya sudah tak dapat ia lihat.
Tampaknya ia sudah bisa bernafas dulu sebentar.

Jalanan yang jauh dari keramaian kota itu hanya diterangi beberapa lampu jalan. Udara malam sudah semakin dingin, mungkin waktu pun sudah lewat dari tengah malam.

Gadis kecil itu sedikit bangkit dan bersandar pada sebuah lampu jalan.

Kedua lututnya ia tekuk ke dada dan ia peluk erat. Berharap tubuhnya akan lebih hangat.

Tangisnya belum berhenti.
Ia masih terisak dan membenamkan wajahnya dilutunya.

Bibirnya terus bergetar dan mulai membiru.
Hujan telah mengguyurnya lama.

ENCHANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang