23. »Merelakan

51.8K 5.3K 386
                                        

"Saatnya melepaskan dan mengikhlaskan."
~Agraven Kasalvori~

"Ada hal yang tidak bisa dipaksakan. Orang yang benar-benar mencintai itu, rela memberikan apapun dan melakukan apapun demi orang yang dicintainya. Termasuk merelakan dia pergi bersama yang lain."
~Rafka Alveran~

"Merelakan orang yang dicintai pergi bersama yang lain? Haha, Itu omong kosong. Jika benar-benar cinta, tidak mungkin semudah itu melibatkan kata RELA."
~Vanna Fiorenza~

"Hidup tidak melulu sesuai dengan kehendak."
~Azalea Kananta~

"Hidup itu ribet kalau yang jalaninya ribet."
~Galva Alfane~
.
.
.

Selamat membaca.
Saya minta votenya dulu sebelum itu.
________________________

Agraven tidak tau kenapa setiap melihat tingkah Aza yang salah tingkah, selalu membuatnya gemas. Ingin rasanya ia memeluk erat perempuan di depannya, lalu ia cium sampai kehabisan napas.

Sial!

Agraven sepertinya memang sudah gila.

"Jatuh cinta sama kamu ... sepertinya sangat mudah," gumam Agraven.

"Hah?"

"Enggak," jawab Agraven cepat.

"Apa Aza salah dengar, ya, tadi? Kak Gagak ngomong cinta cinta," batin Aza. Ia mencondongkan wajahnya sambil memperhatikan Agraven. Matanya menyipit tidak suka, bibirnya mengerucut ke depan. Membuatnya berkali-kali terlihat lucu dan menggemaskan.

Fuck!

Agraven langsung menarik kepala Aza ke depan dadanya. "Nggak usah di imut-imutin wajahnya!" ketus Agraven.

"Ih, kak Gagak lepasin! Bau tau!" Aza memberontak minta di lepaskan.

"Enggak bisa--"

"OMO! DEGEM!"

"DEMI APA, YUPI!"

"A-Aza?"


Baik Agraven maupun Aza langsung menoleh ke arah pintu. Posisi mereka masih sama. Agraven masih menenggelamkan kepala Aza dadanya yang bidang.

Mata Aza langsung melotot saat tau siapa yang baru saja datang.

"A-Afka ...."

Agraven segera membebaskan Aza. Perempuan tersebut langsung berlari menuju Rafka dan langsung menghambur ke dalam pelukan cowok tersebut. Aza langsung menangis di dada cowok itu, ia merasa bersalah.

Sangat merasa bersalah.

Rafka hanya mematung. Ia masih mencerna pikirannya. Perlahan tangannya terangkat dan membalas pelukan Aza dengan erat.

Kepala Aza semakin ia tenggelamnya di dadanya. Perasaan rindu beberapa minggu belum terobati.

Di lain sisi, Galva sedang menahan tawanya saat melihat wajah Agraven yang memerah menahan amarah.

"PANAS-PANAS!" sindirnya mengompori.

Vanna langsung menatap Galva dengan tatapan seolah-olah mengatakan 'diam lo' kepada Galva. Galva segera membalas tatapan Vanna seolah-olah berkata 'kenapa lo sewot?'

𝐀𝐆𝐑𝐀𝐕𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang