Bertanding [Part 4]

3 0 0
                                    

Pagi-pagi buta, Ara sudah bangun dan berolahraga di kamarnya. Bahkan olahraga yang Ara tidak pernah lakukan sebelumnya, kali ini Ara kerjakan dengan alasan agar lebih berpower dalam bertanding dengan Arlo nanti. Ya, memang anaknya lebay seperti itu. Ara juga jungkir balik dalam tidurnya, memikirkan strategi bermain seperti apa untuk mengalahkan Arlo nanti.

"Oke, i'am ready to Victory! aku harus menang, bagaimanapun aku harus mengalahkan raksasa tengil itu," papar Ara, dengan menyebut Arlo sebagai, 'Raksasa tengil'.

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Ara. "Dek, bangun...." panggil Bu Leni.

"Udah, aku udah bangun dari tadi," jawab Ara sambil membuka pintu kamanya. Sedangkan Bu Leni terkejut bukan main, dengan pakaian silat yang Ara pakai.

"Kok...."

"Hari ini aku mau bertanding," ucap Ara dengan yakinnya. Kedua tangannya pun sudah berada di pinggul, sambil memamerkan senyuman sombongnya.

"Silat? Adek bisa silat?" tanya Bu Leni.

"Nggak, aku mau bertanding game," jawab Ara dengan entengnya. Membuat Bu Leni semakin mengerutkan alisnya bingung. Apalagi ketika Ara memperagakan suatu gerakan yoga. Aneh, yoga memakai seragam Silat, namun akan bertanding game.

"Berguna juga aku beli ini. Bisa menambah semangat aku kalo olahraga," gumam Ara. Padahal, pakaian Silat itu dangat tidak nyambung dengan olahraga yang Ara lakukan, seperti senam, dance, dan juga yoga.

"Eum.. yaudah, nanti kalau sudah siap-siap, turun ya buat makan. Ibu bikin bubur ayam," ujar Bu Leni yang sebenarnya enggan untuk melihat kebodohan Ara.

"Mama ikut sarapan nggak?" tanya Ara.

"Kurang tau, Dek. Coba kamu panggil ke kamarnya, tadi Ibu udah nyoba tapi nggak di jawab. Mungkin Mama masih tidur," ujar Bu Leni, disambut dengan anggukan setuju dari Ara.

"Oke, aku turun sebentar lagi. Ibu kalo udah laper makan duluan aja," ujar Ara sembari menutup pintu.

"Wah, pagi yang sempurna. Olahraga, bubur ayam, dan nanti aku harus menang bertanding," celetuk Ara. Kemudian, Ara memutuskan untuk mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

"Eh, Mama," kaget Ara ketika baru keluar dari kamarnya, dan melihat Mamanya yang juga baru keluar dari kamar.

"Pagi, Sayang. Mau sarapan bareng?" tanya Haira. Wanita paruh baya itu juga sudah terkihat rapi, memakai pakaian kerja seperti biasa.

"Mau mau," jawah Ara dengan semangatnya. Jarang-jarang Haira sarapan di rumah. Biasanya, Haira akan menyuruh Bu Leni untuk membawa bekal sehingga Haira bisa makan di perjalanan atau di kantor.

"Bu, Mama mau sarapan," ucap Ara sembari duduk di meja makan. Lalu, gadis itu mengambilkan piring untuk Mama-nya dengan semangat.

"Wih, bubur ayam. Makin jago aja kamu masak, Mbak," puji Haira pada Bu Leni. Membuat yang di puji merasa begitu senang sehingga tersenyum girang.

"Nyonya bisa aja," sahut Bu Leni malu-malu.

"Oh iya, Ma, Papa mana?" tanya Ara ketika sadar bahwa sejak kemarin dia tidak bertemu dengan Papa-nya.

"Kayaknya dia nginep deh, soalnya kerjaan juga lagi lumayan banyak," jawab Haira dengan entengnya. Lalu karena tak ingin ambil pusing, Ara segera mengambil bubur ayam yang sudah Bu Leni sediakan. Namun ketika Ara sedang menyuapkan suapan pertama, Haira tiba-tiba menangkup wajah Ara lembut.

"Kamu udah gede ya," gumam Haira pelan. Bahkan Ara hampir tidak mendengar gumaman Mama-.ya itu.

"Dulu kamu bakal marah besar kalau Papa atau Mama nggak pulang. Tapi sekarang kamu diem aja, kamu nggak marah, 'kan?" tanya Haira dengan nada khawatir. Membuat Ara tersenyum lembut, kemudian menggenggam tangan Haira.

Ace Of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang