"Eh, Dedek udah pulang," sapa seorang wanita paruh baya, yang tengah menyapu halaman rumah Ara. Dia adalah Bu Leni, asisten rumah tangga yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah Ara. Bu Leni bahkan yang menjaga Ara sewaktu Ara masih kecil.
"Hai, Bu. Mama sama Papa di rumah nggak?" tanya Ara sembari memberi salam pada Bu Leni.
"Belum, Dek. Tapi katanya malam ini pulang, kok," jawab Bu Leni lembut. Sedangkan Ara hanya mengangguk-angguk paham, lalu melenggang pergi masuk ke dalam rumah.
"Gimana hari pertama sekolah kamu? seru?" tanya seorang laki-laki, yang tadi menjemput Ara pulang sekolah.
"Seru-seru aja sih. Soalnya muridnya pada berisik, jadi nggak canggung," jawab Ara dengan entengnya.
"Yaudah deh, aku pergi dulu ya, masih ada urusan. Kamu mandi terus makan yang banyak," ucap laki-laki berjaket hitam itu sambil mengusap puncak kepala Ara lembut sebelum melenggang pergi.
"Bu, masak apa?" tanya Ara pada Bu Leni.
"Terong balado, kesukaan Adek," jawab Bu Leni. Memang, Bu Leni selalu memanggil Ara dengan panggilan 'Dedek' ataupun 'Adek', karena Bu Leni selalu menganggap Ara ini masih anak kesil. Lagi pula, Ara juga tidak keberatan dengan panggilan itu. Karena pada dasarnya, Ara seperti anak kecil jika bersama Bu Leni.
"Aku mandi dulu ya, Bu. Abis itu mau main game dulu," kata Ara.
"Loh, nggak makan dulu?"
Ara menggeleng, "Nggak ah, aku tadi makan lumayan banyak di sekolahan. Jadi sekaang belum begitu laper. Bu Leni makan aja duluan," papar Ara.
"Oke deh, jangan diet-dietan ya, Dek. Mama ngelarang Adek buat diet," ujar Bu Leni.
"Padahal diet kan bisa untuk kesehatan juga. Akupun diet nggak keras-keras amat kok," cetus Ara sembari menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.
"Tapi Mama bilang, badan Dedek udah bagus, jadi nggak perlu diet-diet lagi," sahut Bu Leni dengan nada khawatir.
"Iya, Bu, Iyadeh. Aku nggak akan diet. Lagian masakan Bu Leni terlalu enak buat aku lewatin, hehe," kata Ara dengan kekehan pelan. Membuat Bu Leni menghela nafas lega.
Sebenarnya, Bu Leni juga tidak tega melihat Ara yang tumbuh dan tinggal di keluarga yang cukup ketat. Tubuh Ara harus bagus, sikap Ara harus baik, dan Ara dilarang keluar rumah sembarangan. Apalagi, orang tua Ara selalu sibuk bekerja, jadi hanya ada Bu Leni dan penjaga rumah yang sehari-hari menemani Ara.
"Aduh, capek juga sekolah. Padahal nggak ngapa-ngapain tadi," gumam Ara, lalu meletakkan tas gendongnya. Ara ingin langsung berbaring di kasur, tapi niatnya terkurung karena dia selalu tidak suka jika badan kotornya naik kembarangan ke kasur. Jadi, Ara memutuskan untuk mandi terlebih dahulu agar kasurnya tetap bersih.
"Mau ngapain aku, ya?" tanya Ara pada dirinya sendiri. Kemudian, ada satu ide muncul di kepala Ara. Dia baru ingat, bahwa dia ingin bermain game terlebih dahulu. Jadi, ara mengambil ponselnya yang sudah dia cas saat dia mandi.
"Oke, mari kita main walaupun nggak jago," ucap Ara sambil merenggangkan otot-otot tangannya, seolah ingin bertarung.
Namun, baru saja Ara ingin memulai game-nya, tiba-tiba ada notifikasi masuk. "Loh?"
Ara membuka isi pesan di game-nya itu, "Bella."
"Oh, ini pasti Arlo," ucap Ara setelah membaca pesan tersebut. Ngomong-ngomong, tadi Arlo sempat menghafalkan ID game milik Ara, jadi dia bisa langsung menghubungi Ara di game tersebut.
"Ya?" balas Ara.
"Ayo main," ajak Arlo.
Membuat Ara cengengesan sendiri, karena ini baru pertama kalinya ada yang mau mengajak Ara bermain game. Sebab, Ara tidak begitu berbakat dalam game sehingga teman in game pun Ara tidak punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ace Of Heart
أدب المراهقينHanya cerita keUwUan anak SMA⊂(・ω・). Kalian boleh juga anggap cerita ini versi UwUnya, Tears Dry [Feel the pain]. Silahkan mempir^-^. *** Dia, Arlo Alfarezza. Cowok yang sebenarnya pintar, tapi malas berfikir. Sampai-sampai dia tidak naik kelas kare...