#CHAPTER 8 : Late Birthday Gift

3 0 0
                                    

" Lo dimana kok belum muncul juga? Ini sudah mau mulai!" Suara Anton pemilik hotel ber-Bintang 5, yang hari ini baru launching dengan pembukaan penampilan Saverio. Anton terdengar geram karena Saverio belum muncul-muncul.

Saverio menatap kearah jalan raya dengan masih menempelkan ponsel di telinganya. Dia melirik kearah kiri. Ara keluar dengan wajah manyun.

" Iya habis ini gue berangkat." Mata Saverio masih mengawasi Ara yang tampak kecewa. Pasti bukan Bintang yang dia kenal lagi.

" Buruan woy! Ini tamu sudah banyak yang datang" Teriak Anton.

" Iya." Sahutnya pendek. Ara masuk mobil dengan wajah lesu. Saverio buru-buru mematikan ponselnya.

" Sudah ketemu Bintang lo?" Tanya Saverio basa basi, dari wajah gadis ini terlihat jelas kalau dia gagal lagi. Ara menggeleng.

" Suaranya mirip, tapi bukan dia." Mata Ara berkaca-kaca karena kembali kecewa. 

Sepanjang jalan Saverio tidak menanyakan apapun lagi karena wajah Ara yang sudah sembab karena terisak. Jadi Saverio memilih diam saja selama di perjalanan.

" Tunggu sini sama pak Diman." Perintah Saverio pada Ara yang tertunduk. Ara mengangguk lesu. Ara tidak punya energy. Tinggal beberapa hari lagi, Ara takut dia harus pulang tanpa bertemu Bintang. 

Mobil Saverio berhenti di parkiran basement hotel yang sepi.

Saverio berjalan ke sebuah lorong yang sepertinya sudah disiapkan untuknya. Lorong yang akan membawanya ke backstage.

Ara menyandarkan kepalanya ke jendela. Kapan dia bisa bertemu Bintang? Dia sudah sangat merindukannya. Ara pikir dengan bisa datang ke Jakarta dia bisa langsung bertemu Bintang, tapi dia salah kalau Jakarta sesempit yang dia pikir. Jakarta itu luas. Ada jutaan kameraman bekerja disini. Dan mungkin ada ribuan juta Bintang yang hidup di ibu kota. Jadi bagaimana dia bisa menemukan Bintang, tanpa tahu alamatnya dan kontak untuk menghubunginya. Bergantung pada artis papan teratas pun Ara masih kesulitan menemukan Bintang.

Bayangan Bintang tersenyum dengan mata yang selalu terpejam dari balik kacamatanya semakin membuat Ara merindukannya. Ara menatap layar ponselnya yang masih terpampang gambar Bintang yang dia poto dari foto Polaroid milik Bintang.

Tuk..tuk...

Seseorang mengetuk pintu mobilnya. Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan wajah yang lumayan ganteng. Kulitnya putih rambutnya hitam mengkilat. Dia tersenyum, padahal Ara tidak mengenalnya. Ara membuka pintu mobil. Dan turun memastikan apa yang sedang cowok itu lakukan.

" Lo Andara?" Tanya cowok itu dengan senyum yang tersungging di bibirnya, seolah dia baru saja bertemu idolanya. Ara mengangguk seperti robot.

" Gue Rumi,.." Cowok itu mengulurkan tangannya. Ara merasa akrab dengan nama itu. Ara menatap Rumi yang masih senyum-senyum.

" Ada perlu apa?" Tanya Ara bingung.

" Nggak, gue cuma pengen kenal sama lo. Lo pacarnya Save?" Mau tidak mau Ara mengangguk ditodong pertanyaan itu. "Terus kok nggak masuk, bukannya Save bakal tampil di sana?" Rumi menunjuk kearah hotel. Ara menggeleng.

" Save bilang, aku disuruh nunggu di sini." Kata Ara polos. Dia juga tidak mood masuk kedalam hotel. Mengingat dia hanya mengenakan jins buluknya dan t-shirt hitam dengan sepatu Vans butut. Mana bisa dia mengenakan pakaian ini masuk ke hotel berBintang ?

Rumi mengacungkan dua undangan di depan Ara. Ara melongo tidak mengerti.

" Mau masuk bareng gue nggak?" Tawarnya. Ara menggeleng. " Saverio nggak bakal marah, tenang aja." Ara masih menatap Rumi tidak yakin. " Gue dandanin lo dulu aja, biar nggak buluk - buluk banget." Ara tidak menyahut. Rumi menyeret lengan Ara dan membawanya masuk.

Finding Mr. DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang