2. Janji Temu

813 135 20
                                    

"Kenapa? Apa alasannya? Kenapa harus aku?" Dokja mencecar pertanyaan.

Jinwoo berdiri dari duduknya kemudian meletakkan kertas kecil di hadapan Dokja kemudian diam melayangkan senyuman kecil kepada Dokja dan berlalu begitu saja. Kim Dokja menghembuskan napas kasar karena pertanyaannya yang tak terjawab, rasa gusar mulai merekah dan mendistorsi benak. Namun gusarnya mereda kala kedua netra mendapati nomor ponsel dan nama pria yang terus menatapainya di dalam kereta di kertas kecil yang tadi diberikan.

Dokja menyeruput cappucino yang ia pesan, kemudian terkejut karena tagihannya sudah dibayar tanpa ia ketahui. Pria yang sangat mengejutkan dan misterius dalam waktu yang sama. Dirinya hanya bisa tersenyum kecil mengingat ia tak begitu dirugikan dalam hal finansial karena Jinwoo.

Kemudian ia menambahkan nomor telepon Jinwoo ke dalam kontak dan langsung menghubungi Jinwoo.

Halo|
Ini Kim Dokja|

Tak sampai satu menit ada balasan masuk.

|Ya.
|Ayo bertemu besok jam tujuh malam di restoran XX.

Dokja tersenyum karena besok rasa penasarannya akan segera tuntas. Setelah secangkir kopi yang ia pesan telah habis tak tersisa, dirinya bangkit dari kursi kafe dan segera pergi meninggalkan kafe tersebut.

Terpaksa Dokja harus kembali ke kereta bawah tanah agar bisa sampai di apartemen yang dihuni diri sendiri. Dan keberuntungan tampak berpihak kepadanya karena kereta yang akan ia naiki kini merupakan kereta terakhir berjadwal malam ini. Ia segera duduk di salah satu kursi yang kosong kemudian mengambil ponsel dan membuka salah satu platform novel terkenal.

Sekitar dua puluh menit kemudian kereta terhenti di salah satu stasiun di mana apartemen berada. Dokja turun dari kereta dan berlari dengan terburu-buru karena jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah lumayan larut untuk ukuran jam pulang kerja. Perutnya juga lapar karena belum diisi apapun selain kopi di kafe tadi belum lagi tadi dirinya mengambil jatah lembur di kantor membuat otak semakin jenuh.

Dokja mengambil kunci di saku kemeja yang ia kenakan dan lantas membuka pintu apartemen, kedua kaki berbalut sepatu hitam lumayan usang dilangkahkan masuk. Kedua netra hitam bergulir menatap seisi rumah yang rapi, helaan napas dihembuskan ringan penat memenuhi kepala membebani bahu. Pria bermarga Kim itu segera menyampirkan jas di gantungan baju dan meletakkan tas kerja di dekat kasur dalam kamarnya. Ia segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selepas membersihkan diri, Dokja menyeduh teh dan membuat makan malam yang sederhana dan semampunya karena dirinya tak pandai dalam bidang memasak dan dirinya hanya bisa menggunakan bumbu instan dan mengikuti prosedur yang telah ada di belakang kemasan sachet bumbu tersebut. Bisa dibilang Dokja meruapakan pria dua puluh delapan tahun dengan pekerjaan kontrak yang mendekati habis waktu dan tak mempunyai pengalaman dalam hal cinta atau dirinya termasuk pemula dalam bidang percintaan.

"Sung Jinwoo ya," gumam Dokja. Ia keluar menuju balkon dan menatapi langit malam tanpa bintang, sepi merasuk membuatnya setengah jenuh. Dokja masuk ke dalam setelah mendengar ketel listrik berbunyi kemudian ia menuangkannya ke dalam cangkir berisi teh celup dan gula. Ia mendudukkan diri di atas kursi depan meja makan kemudian makan dalam kesunyian dan kesendirian.
.
.
.
Di sisi lain Jinwoo yang agak mabuk berjalan agak sempoyongan. Tampak sekali dirinya tak bisa mengendalikan diri, itu efek samping tubuh karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol. Begitu sampai di apartemen, ia menekan nomor sandi di pintu dan masuk saat suara pintu apartemen terdengar. Ia melepaskan sepatu putih hitam yang dikenakan kemudian menggunakan alas kaki rumahan dsn masuk ke dalam.

Tubuh tinggi itu dilemparkan sembarang di atas sofa kemudian terdengar helaan napas berat dari tubuh tersebut. "Untung saja pengendalian tubuhku bagus tadi," racaunya dalam kondisi mabuk. Sebenarnya Jinwoo nyaris tidak bisa mengendalikan diri begitu ia bertemu Dokja, namun karena kontrol terhadap tubuh dan pikirannya terlalu bagus sejak dini ia jadi bisa menahan diri.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang