7. Kelalaian

201 19 2
                                    

"Ya!! Sung Jinwoo, cepat buka pintunya!" Dari luar sebuah unit apartemen terdapat seorang gadis beranjak dewasa yang membawa tas di punggung yang terlihat cukup berat.

Jinwoo yang sedang melamun sambil meminum alkohol mendengus kala indra pendengarannya diganggu sosok yang kehadirannya tidak dia duga malam ini. Dia hanya bisa menahan sabar dalam benak lantas berjalan menuju pintu dan membukanya dari dalam, seketika seorang gadis berambut keunguan dikuncir kuda memenuhi netra.

"Tumben ke mari? Ada perlu apa?" tanya Jinwoo terkesan acuh namun sebenarnya dalam hati mencemaskan keberadaan gadis yang merupakan adik kandungnya terlebih gadis itu terlihat kesusahan membawa dua tas, satu di punggung sedangkan yang lain di tangannya.

Sung Jina menatap kakaknya dengan sorot mata kesal semi lelah. Terlihat dengan jelas di bawah kedua netranya terdapat warna hitam terhias. Tampaknya sang adik kekurangan tidur dan kemungkinan juga hal itu terjadi karena dia terlalu banyak menghabiskan waktu untuk belajar. Alasan Jina mengungsi ke apartemen tidak lain dan tidak bukan untuk mendapat jam tidur lebih banyak dan agar tidak terusik kemesraan kedua orangtua keduanya yang masih saja harmonis meski umur keduanya tak lagi muda karena termakan waktu.

Jina mengulurkan tangan yang menggenggam sebuah tas yang terlihat berbobot bermaksud agar Jinwoo dapat menggantikan diri untuk membawakannya. "Kau tahu sendiri Ibu dan Ayah itu bagaimana, aku jadi tidak sanggup berlama-lama menjadi nyamuk bagi mereka. Jadi begitulah alasanku pergi ke sini, ke apartemenmu yang luas, nyaman dan sepi," ujarnya sambil menyengir tak jelas dengan kedua alis diangkat.

Sang sulung hanya bisa mengalah karena tidak bisa menolak kehadiran si bungsu yang telah dia sayangi sejak kecil dan lagi pula keduanya selalu akrab meski umur Sung bersaudara terpaut agak jauh. Jinwoo menyambar tas berwarna coklat itu dengan santai dan segera mempersilakan si bungsu agar masuk ke dalam, juga hawa di luar malam ini sedang dingin makanya dia tidak ingin adiknya terkena flu ataupun demam berhubung kaitannya dengan try out yang sebentar lagi akan diadakan di sekolah.

"Bukannya karena kau yang merindukan masakan enak buatanku?" tanya Jinwoo sambil menyeringai menatap si bungsu dengan mata penuh selidik.

Jina mengangguk-angguk seperti anjing di dashboard mobil. "Itu salah satunya hehe," sahutnya terlampau jujur.

Setibanya di ruang tengah, Jina berdecak. "Kau mabuk Oppa? Jangan bilang hanya karena kedinginan, di apartemenmu ini ada penghangat ruangan."

"Aku kan orang dewasa, bukan sepertimu yang baru saja mendapat kartu identitas," balas Jinwoo sengit.

"Bukannya kau juga diam-diam merokok saat seumuranku?" tanya Jina dibalas pelototan mata Jinwoo.

Sang sulung tertangkap basah oleh si bungsu. "Bagaimana kau tahu?"

Jina tersenyum miring. "Haein unnie melihatmu menghisap benda terlarang itu," jawabnya.

"Cha Haein? Pantas dia bertingkah aneh dan selalu dekat denganmu," ucap Jinwoo mengingat kembali kenangan masa sekolah di mana Cha Haein yang merupakan adik kelasnya selalu bertingkah aneh di hadapannya.

"Dia itu suka padamu Oppa. Kau saja yang tidak peka terhadap perasaan orang di sekitarmu," cibir Jina yang mana berhasil menohok benak Jinwoo. "Makanya sering-seringlah perhatikan orang di lingkunganmu terlebih yang dekat dengan Oppa, jangan cuek," timpal si bungsu.

.

.

.

.

.

Sang sulung keluarga Sung mendesah lirih, dalam kepalanya terdapat banyak cabang dari permasalahan yang timbul akibat ulahnya sendiri. Dia tak ingin mempunyai hubungan yang canggung dengan sang pujaan hati namun takdir berkata lain. Keduanya harus mengalami yang namanya kecanggungan dan penolakan untuk menjadi lebih dekat oleh sang waktu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang