6. Distraksi

603 92 12
                                    

Pagi hari di mana matahari perlahan merangkak menyapa permukaan dunia yang dipenuhi berbagai warna, cahaya hangatnya membasuh seluruh penjuru tanpa pengecualian. Sayangnya akibat korden yang masih tertutup seorang pria berusia dua puluh delapan tahun masih menjelajah alam mimpi.

Tampak Dokja melarikan diri dari kejaran seseorang berhoodie hitam dan mengenakan topi. Begitu melihat adanya persimpangan ia memutuskan untuk memasuki gang sebelah kiri di mana ada tempat sampah besar berada, dia berpikir untuk bersembunyi dibaliknya. Langkah terhenti, kepala ia munculkan sedikit dari balik tempat sampah guna melihat sekilas. Laki-laki yang mengejarnya melihat ke kanan dan kiri lalu melanjutkan langkah menuju gang sebelah kanan berbanding terbalik dengan keberadaan Dokja.

Namun belum sampai satu menit ada sebuah langkah kaki terdengar mendekati tempat di mana dia berada. Mendekat dan terus semakin dekat langkahnya membuat napas Dokja tercekat.

"Ketemu kau Dokja Hyung."

Kring!!

"Uwah!!" Dokja bangun dari tidurnya dalam keadaan terkejut, bulir keringat menetes dari wajah dan leher. Jangan lupakan detak jantung yang berpacu lebih cepat dari biasanya menambah ketegangan dalam diri.

"Hah.. Hah.. Haaaah." Ia menghela napas dan berusaha mengaturnya agar normal. Sudah sejak lama terakhir kali dia bermimpi dan justru mimpi yang ada di dalam otaknya justru tentang lelaki yang terang-terangan menunjukkan ketertarikan terhadap Dokja sendiri. Sungguh takdir yang agak menyeramkan.

Benak diliputi rasa gelisah pekat nan risih yang meluap lantaran wajah tampan itu lagi yang muncul bahkan menghantuinya dalam mimpi. Sudah cukup ia memikirkannya ketika ia sadar, jangan jadikan tidur nyenyaknya menjadi terganggu hanya karena hal itu. Dokja amat sangat terusik karena emosi negatif menyelubungi benak dan mendominasi dalam otak. Ia tak bisa berpikir jernih, ia berniat untuk meliburkan diri namun kemarin ia sudah melakukannya jadi dirinya mau tidak mau harus berangkat ke kantor untuk bekerja.

Sungguh dewi fortuna pasti sedang berpaling darinya. Sehingga dia sendiri terus mendapat teror berupa bayang-bayang wajah tampan nan terkesan menjengkelkan karena telah mengusik diri. Tangan kanan mengusak surai yang telah berantakan dan membuatnya bertambah acak. Helaan napas panjang terus ia hembuskan bersamaan dengan harapan agar tidak lagi muncul wajah itu entah dalam benak, otak maupun mimpi serta halusinasi.

"Semangatlah Kim Dokja, jangan lagi memikirkan dia yang merupakan orang asing di kehidupanmu," ujarnya kepasa diri sendiri. Lantas lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajah yang masih terlihat jelas lesu dan mulai menyikat gigi.

Setelah rapi dengan setelan kemeja khas pekerja kantoran Dokja makan roti yang telah di panggang sebentar dan beruntungnya roti itu tak gosong seperti hari-hari sebelumnya. Sebuah senyuman tipis merekah lantaran ia tak lagi mengalami nasib buruk di dapur, apa karena kehadiran dia?

Dokja menampar pipinya sendiri berusaha menyadarkan diri agar tak perlu lagi mengungkit tentang sosok baru di dalam kehidupannya tersebut.Dia meyakinkan dalam hati bahwa tak akan berpikir bahwa keberuntungan datang karena orang lain, itu murni karena kebetulan semata setelah apa yang telah dirinya alami hingga kini.

Lelaki kelahiran lima belas Februari itu berangkat ke kantor dengan menunggangi bus umum. Alasan dibalik aksinya yang menghindari kereta bawah tanah tak jauh dari sosok baru yang terkesan blak-blakan dan menimbulkan sedikit banyak perubahan di kehidupannya. Walau sebenarnya ia perlu dua bus untuk menuju kantor karena jaraknya lumayan jauh dari apartemen yang dia tinggali. Tapi tak apa, demi tak terjadinya pertemuan dengan sosok itu.

"Selamat pagi," semua orang saling sapa di dalam kantor begitu Dokja menyibukkan diri di depan komputer yang baru saja dia nyalakan. Dokja tak mendapat sapaan maupun dirinya yang sengaja menyapa rekan satu ruangan, dia tidak sedekat itu dengan mereka sehingga mengharuskan diri untuk mengakrabkan diri dan saling bercengkrama satu sama lain.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang