4. Hilang Fokus

654 114 1
                                    

Pagi hari yang cerah dengan suara burung berkicau. Di sebuah kamar cahaya matahari masuk membuat sang pemilik kamar mengerang pelan dan perlahan bangun dari tidur lelapnya. Ia Sung Jinwoo, lelaki bernetra tajam itu masih ingin tertidur karena kelelahan belum lagi kali ini kepalanya didera rasa sakit teramat.

Jinwoo mabuk kemarin, dan sekarang adalah saatnya ia mendapat efek samping dari konsumsi alkohol yang lumayan banyak ia konsumsi. Ia meringis kecil berusaha menahan rasa nyeri di kepala. Tangan diarahkan ke kepala dan memijatnya pelan berharap rasa nyerinya sedikit berkurang.

Memori kemarin di mana ia makan berdua dengan Dokja dan bahkan mengantarkan lelaki yang lima tahun lebih tua darinya ke rumah itu masih membekas di kepala. Begitu berkesan sehingga ia menyimpannya di memori khusus dalam otaknya. Kedua sudut bibirnya tertarik hingga membentuk sebuah senyuman. Wajah berahang tegas itu terlihat begitu tampan dengan sorot mata melembut dan senyuman tulus yang terbit.

Ponsel milik Jinwoo yang berada di atas nakas dekat kasur berbunyi. Ia segera meraihnya dan menekan tombol dengan ikon panggilan berwarna hijau. "Halo," ucapnya.

"Halo Jinwoo-ssi," sahut orang di sebrang.

Jinwoo membelalakkan matanya terkejut itu suara Dokja, ia tak sempat melihat nama kontak tadi karena mengira yang akan menelponnya adalah rekan sesama detektif atau Woo Jincheol, ketua timnya. Namun ternyata sang pujaan hati yang memanggilnya via telpon.

Jinwoo berdeham menyadarkan lamunannya. "Iya. Kenapa Hyung?" tanya mengawang.

"Maafkan aku karena merepotkanmu kemarin. Bahkan kau repot-repot mengantarkanku pulang. Oh ya, abaikan apa yang aku katakan saat mabuk ya," sahut Dokja.

"Tak masalah. Tapi sebagai ganti rasa bersalahmu, apakah Hyung mau makan malam denganku lagi ke depannya?" Jinwoo bertaruh bahwa Dokja pasti akan mengiyakan ajakannya.

Namun salah. "Tidak bisa. Aku sibuk. Lain kali saja ya," balas Dokja yang sebenarnya tak sibuk hanya saja ia tak ingin bertemu dengan Jinwoo beberapa waktu ke depannya. Ia akan menaiki bus saja sebagai ganti menaiki kereta bawah tanah guna menghindari lelaki yang jelas-jelas menunjukkan rasa suka padanya.

Jinwoo menunduk lesu. "Baiklah. Jika Hyung sudah siap, hubungi saja aku," ujarnya mulai memikirkan opsi positif agar bisa menghilangkan rasa kesal yang mendistraksinya di pagi ini.
.
.
.
.
.
"Kalau begitu selamat tinggal Jinwoo-ssi," ucap Dokja mengakhiri panggilan kemudian menekan ikon panggilan bergambar telepon terbalik berwarna merah. Dokja mendesis pelan kala rasa nyeri menyapa kepalanya. Efek samping dirinya meminum soju satu botol kaleng membuat dia mengharuskan diri meminum penyeda nyeri yang ada di penyimpanan.

Dokja kembali menggunakan suffix ssi bukan ya karena merasa canggung dan malu akibat ulahnya yang ia ingat ketika mabuk. Wajah menggemaskan itu bertambah berkali-kali lipat imut dengan rona merah yang begitu pekat di kedua belah pipinya, seandainya Jinwoo yang melihat ini dia pasti akan mengabadikannya melalui potret ponsel dan menjadikannya sebagai wallpaper.

Cukup lama sampai Dokja bisa menghilangkan sepenuhnya rona merah di wajahnya. Memori ketika ia mabuk masih terputar jelas di kepalanya seperti kaset rusak, dan berhasil membuatnya mengambil izin untuk bekerja. Dokja merebahkan diri di atas sofa dan memandangi atap apartemen lusuh yang ia tinggali, kegaduhan dari tetangga sebelah rumah ia bisa dengar dengan sangat jelas namun tak begitu ia pedulikan karena kini ia lebih peduli kepada apa pendapat Jinwoo tentang dirinya yang mabuk kemarin. Belum lagi ia meracau sepanjang perjalanan pulang, benar-benar memalukan.

Dokja harus menenangkan diri, ia juga tak boleh terus-menerus kehilangan fokus hanya karena terpikir Jinwoo dan reaksinya terhadap diri. Ia harus bisa memikirkan hal selain Sung Jinwoo di kepalanya. Jujur saja Dokja takut bila ucapannya ketika menanggapi Jinwoo di mana ia tak tertarik dengan pria akan menjadi boomerang bagi dirinya lantaran kepalanya yang terus memutar wajah Jinwoo bahkan sanggup membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang