04

0 0 0
                                    

"Nomorku jangan disebarin yah, Mas."

"Cih! Pede amat kamu!" Kata si ketus Dani

💕Happy Reading
.
.
.
.
.


Baru kali ini Salsa mendapat consumer yang menyusahkan. Bisa saja ia mengatakan tak mampu atau tak ingin mengubah desainnya, tapi mendapat penawaran harga tinggi membuat ia menyayangkan. Apalagi ketika mengetahui alasan consumer memilih barangnya yang bisa dibilang boros ongkir.

Karena desainnya berbeda dan gak pasaran,  jawaban itulah yang membuat Salsa memang harus mempertahankan consumer tersebut. Namun sepertinya consumer itu ingin mengajak Salsa sedikit memecahkan teka teki. Dia dimintai mencari sendiri corak warna hijau yang tersemat pada Masjid Agung kota Rappang.

Salsa sudah cari ke internet namun tak menemukan jejak apapun. Karena kesal, ia bahkan sampai memaki consumernya dalam hati. Tak mungkin juga ia buang-buang uang pergi ke Sulsel.

Harapan kedua setelah iktiar sendiri hanyalah Habibi. Meski ia tahu Habibi baru pulang dari Kayro tapi keluarga pria itu bisa di mintai bantuan.

Kali ini Salsa pulang lebih lambat, ia pulang setelah melaksanakan salat magrib di butik. Sudah ada mobil Dani terparkir, ia tidak memusingkan makan malam orang rumah. Sebab sudah jadi kebiasaan jika Salsa lambat atau tak sempat masak. Mereka bisa beli di warteg Mba Uti yang hanya bersebelahan dari rumah di sampingnya.

Salsa melihat Habibi yang duduk sendiri diruang tamu sembari menunduk serius mengamati sebuah kertas berlogo pesantren. 5 detik kemudian pria itu mendongak.

“Dan!? disana guru bahasa arabnya udah ada be....” Habibi tak melanjutkan kalimat usai menyadari kehadiran Salsa di bibir pintu.

“Assalamu 'alaikum,” kata Salsa sembari mengagguk sopan, ia kemudian beranjak ke kamar usai pria itu membalas salamnya.

Sikap Salsa yang lebih sopan membuat Habibi mengulas senyum namun segera ia beristigfar usai mendengar suara menggelegar dari arah dapur.

“Apa Bib!!?” sahut Dani menagih kalimat Habibi sebelumnya.
Habibi mengulang kembali pertanyaannya namun tak se-woles tadi, sebab ada Salsa.

Yah, sialnya sejak Dani menanyakan hal koyol pagi tadi timbul sebuah rasa grogi pada dirinya jika ada Salsa. Apalagi kekagumannya pada wanita itu sudah diciduk Dani, beruntung pria itu memberi lampu hijau meski masih menjelaskan dengan cara bercanda.

“Udah ada, tapi masih kewalahan. Tapi klo kamu mau.. besok aku tanyain  Kyia Nur,” balas Dani sembari menghampiri. "Tapi kudenger-denger sih, klo Ning Nada pulang, dia mau ngajar bahasa arab juga,” lanjutnya ketika duduk.

“Ning Nada? siapa itu?”

“Anaknya Kyai Nur, yang juga kuliah di Kayro.”

Dani terus mengulas senyum setelah menyebut nama itu sementara Habibi memicing curiga, pasti ada sesuatu yang disimpan Dani terhadap wanita bernama Nada tersebut.

“Emang kamu gak kenal?  jurusannya sama, loh, kayak kamu ambil.”

“Kan disana gak campur baur, Dan..”

Balasan Habibi membuat Dani merasa bodoh menanyakan hal tersebut hanya untuk mengindari kecurigaan sahabatnya, namun senyum hambarnya tertahan ketika melihat pintu rumah terbuka lebar dan memperlihatkan motor Salsa yang terparkir di samping mobilnya.

“Udah balik dia?”

Habibi mengaguk, “baru,” jawabnya. “kasian dia baru pulang, jangan di ajak berantem, lah.”

Naluri TitipanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang