"Eungh ...." Jenan terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Lelaki ini segera ke kamar mandi untuk mencuci mukanya dan segera pergi ke dapur.
Semalam, Jenan lupa untuk membawa sebotol air putih ke dalam kamarnya.
Saking hausnya, Jenan meminum sebotol air dalam sekali teguk. Kemudian, ia segera berjalan ke kamarnya.
Jenan melihat kamar Jean dengan lampu kamar yang menyala.
“Akhirnya lo balik. You good?” tanya Jenan, saat Jean baru saja masuk ke dalam rumah ini.
“Gue cuma ambil barang gue.” Jean memberhentikan kegiatan menggemas barang dan menjawab pertanyaan Jenan tanpa menoleh.
Jenan menyandarkan tubuhnya ke samping pintu, “Lo mau kemana?”
“Pergi.” final Jean sembari mengalungkan ransel navy pada bahu kanannya.
“Siang ini ada mobil angkut barang buat barang gue. Minggir, lo ngalangin jalan gue,” tegur Jean pada Jenan dingin tapi tak membuat sang empu bergeser memberinya jalan.
“Je, lo keberatan kalau gue minta waktu lo sebentar?”
“Keberatan.”
“Tolong ..., selesaiin ini baik-baik. lo nggak capek?”
“Peduli apa lo?”
“Bro, yang bener aja kita pecah kayak gini?” Jean terdiam, gerakannya tertahan.
Detik berikutnya Jenan menarik paksa ransel navy yang ada di bahu Jean dan melemparnya ke atas sofa cream, “Duduk. Kita tunggu semua bangun dan selesaikan ini.”
******
Kini semua penghuni rumah ini sudah berkumpul di ruang tengah. Dengan posisi duduk mengitari meja dan saling berhadapan, Yesa tak berhenti menguap sementara Rakha sibuk mengusap wajah–mengembalikan kesadarannya.
Berbeda dengan Harsa yang sudah menatap tajam Jean yang berada di hadapannya. Rasa kesal sudah menyelimuti pikirannya.
"Jadi gimana? Jelasin pelan-pelan," ujar Jenan tenang dengan mata menuntut penjelasan kepada dua temannya.
Baik Harsa maupun Jean tidak ada yang membuka suaranya. "Kenapa pada diem? Mending jelasin aja sekarang," kini Yesa ikut membuka suaranya karena sudah lelah dengan suasana ruang tengah pagi ini.
Jenan memfokuskan tatapannya pada Jean yang membuatnya mulai tak nyaman dan berdeham. "Gue gak suka ada yang ambil apa yang seharusnya jadi milik gue," ucap Jean gamblang.
"Hah?"
"Gue bilang, gue nggak suka ada yang ambil apa yang seharusnya jadi milik gue," tegas Jean membuat Harsa mendengus geli.
“Sejak kapan Nada jadi hak milik lo? Dia bukan barang,” balas Harsa.
"Sejak awal, Nada udah interest ke gue, Mahendra.”
Kini, Jean dan Harsa saling menatap tajam satu sama lainnya.
"Stop! Lo iri sama Harsa, Je?” simpul Rakha yang dibalas dengan tatapan tajam oleh Jean. Atmosfer dalam ruangan mulai terasa mencekam setelah Rakha membuka suara.
Terlihat ekspresi Jean tidak terima atas ucapan Rakha lima belas detik yang lalu.
“Oke kalau memang itu keliatannya, good for you.”
“You miss the point, Je.” tegur Jenan yang sadar dengan kebiasaan lama Jean yang menuruti perkataan orang lain.
“Is it that hard to be honest with your feelings?” celetuk Harsa membuat Jean yang hendak membuka suara kembali diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR | NA JAEMIN ✔
General FictionJenan Aditama yang tertarik dengan gadis polos dan baik hati. Namun, sang Ayah tidak setuju jika Jenan mendekati gadis tersbut, Akankah Jenan bisa bersatu dengan wanita yang ia cintai? Takdir selalu memiliki jalannya, entah berakhir tawa atau berder...