Both Are Jealous

116 14 4
                                    

Hai Dearys udah lama ya tidak berjumpa ^^

Gak usah basa-basi langsung aja ya...

Happy Reading!

__________________

Selesai sarapan Jimin menyempatkan waktunya sebentar menggendong Jiwoon, menimang buntalan menggemaskan itu dengan penuh kasih. Sedangkan Demi tengah mencuci piring bekas mereka sarapan tadi.

"Jagoan, Papa pergi bekerja dulu ya, jangan nakal dan membuat Mamamu terlalu lelah." dengan gemas Jimin menghujami kecupan di setiap inci wajah Jiwoon, membuat putranya itu merasa geli dan menggeliat di gendongannya. "Sekarang giliran Woon memberikan Papa ciuman!" Jimin mendekatkan pipinya ke wajah Jiwoon, seakan mengerti permintaan Papanya Jiwoon memajukan wajah dan mencium pipi Jimin.

Jimin terkekeh kecil merasakan pipinya basah karena Jiwoon menghisap pipinya dan meninggalkan liur, tapi Jimin tidak masalah dengan itu dan malah senang.

"Pintar sekali jagoan Papa ini!" Jimin memberi kecupan lagi, kali ini agak menekan dalam pipi gembul Jiwoon hingga empunya memberontak kecil.

"Ini sudah hampir jam delapan, kau tidak pergi ke kantor?" suara dari arah belakang menginterupsi. Jimin berbalik dan melihat Demi menatapnya dan Jiwoon bergantian sebelum berjalan mendekat. "Sini, biar aku saja yang menggendongnya." mengulurkan tangan bermaksud meminta Jiwoon dari gendongan Jimin.

Jimin tidak langsung menyerahkan Jiwoon, ia menatap perut Demi yang sudah terlihat buncit. "Perutmu sudah besar, tidak baik jika kau menggendong Jiwoon." pikirnya jika Demi menggendong Jiwoon maka perut buncit itu akan tertekan.

"Tidak apa-apa, belum terlalu besar, kok." dasarnya Demi memang keras kepala, tidak mudah membuatnya langsung menurut.

"Tapi mulai sekarang aku tidak mengizinkanmu. Aku akan mencari orang untuk mengurus Jiwoon, kau tidak boleh terlalu kelelahan." Jimin berucap tegas agar Demi mau mendengarkannya dan menurutinya sebagai suami yang mengkhawatirkan kondisi kandungan istrinya.

"Itu tidak perlu, aku masih bisa mengurus Jiwoon. Lagipula, dokter mengatakan kondisi kandunganku sehat dan kuat." sebelumnya ia sudah berkonsultasi ke dokter kandungan untuk memeriksa kondisi janinnya dan kata dokter janin di dalam perutnya sehat dan kuat.

"Tidak ada salahnya mengantisipasi hal buruk yang bisa saja terjadi, aku mengkhawatirkan kandunganmu. Jadi, tolong dengarkan aku sebagai suamimu." aura tegas Jimin semakin kuat membuat Demi sedikit ciut dan tidak berani mengajukan protes lebih lanjut.

"Baiklah, tapi jangan melarangku melakukan kegiatan sebagai Ibu rumah tangga." tukas Demi, ia tidak bisa membayangkan dirinya hanya berdiam diri di dalam apartemen tanpa melakukan apapun.

"Asalkan jangan membuat dirimu terlalu lelah, kau harus lebih banyak beristirahat."

Demi hanya mengangguk sambil mengelus perutnya, kebiasaan Ibu hamil.

Jimin mengangkat tangan melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, dan menyadari waktunya sudah tidak banyak. Ia harus segera berangkat ke kantor, ada rapat jam delapan nanti.

"Aku hampir terlambat." menurunkan Jiwoon di atas karpet berbulu, tak lupa memberi kecupan di kening sang putra. "Papa pergi bekerja dulu ya jagoan." ujarnya lalu kemudian berjalan cepat hendak mengambil tas jinjingnya yang ada di atas meja makan.

Ketika langkahnya menuju ke pintu utama, mendadak ia teringat sesuatu yang membuatnya kembali memutar langkah mendekat ke arah Demi yang menatapnya bingung. "Ada apa? Ada sesuatu yang tertinggal?" tanya Demi.

SOLITUDE (Special E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang