Part 3

0 0 0
                                    

Mobil sport hitam terparkir dengan sempurna di SMA Cendekia. Satu orang lelaki dan dua orang gadis turun bersamaan. Lave, Zae, dan Daisy (anak Rayhan), sekarang menjadi pusat perhatian. Zae dapat melihat rasa tidak nyaman pada gadis disampingnya sekarang. Ingin sekali Zae memberitahunya, bahwa ini hal biasa bagi keluarganya. Namun, Lave sudah lebih dulu memberitahu.

Pikiran Zae kemudian melayang. Mungkin memang takdir Tuhan seperti ini. Tepat saat Zae harus pergi meninggalkan Lave, Daisy datang ke kehidupan mereka. Zae berharap, gadis itu bisa menggantikan posisi dirinya dan....melupakan keberadaan Zae.

Zae dan Lave berpisah dengan Daisy karena ruang kelas mereka yang berbeda dan melanjutkan langkah menuju kelas. Rambut coklat Zae yang diikat mahkota menarik perhatian Rayen yang sudah menunggu di bangku sebelah tempat duduk Zae.

"Hai, Zae, gue seneng Lo udah pulih dan kembali ke sekolah," ucap Rayen tersenyum hangat. Zae melihat itu semakin sesak. Air matanya mendesak ke luar, tapi ia menahannya dan memakai topeng andalannya, senyuman. Kemudian duduk di samping Rayen.

"Nih, sandwich spesial buatan Rayen untuk Azalea."

Rayen mengeluarkan kotak bekal yang sudah ia persiapkan setiap pagi untuk gadisnya itu. Karena suatu kebiasaan bagi Zae yang tidak suka sarapan di rumah. Zae hanya melihat kotak bekal itu. Mungkin, ini kotak bekal sarapan terakhir dari Rayen yang dapat Zae nikmati.

Kali ini, air mata itu mendemo lebih banyak dan tak dapat dibendung. Rayen yang melihat itu keheranan. Apa mood Zae tidak sedang baik-baik saja? Jangan-jangan gadis itu sedang datang bulan?

"Za, Lo lagi dateng bulan ya? Jadi baper-an gini, gue minta maaf kalo ada salah," ucap Rayen dengan lembut. Zae menghapus air matanya dan menatap Rayen.

"Maaf, gue emang lagi dateng bulan. Jadi baper-an hehe."

Berhasil. Rayen kembali tersenyum dan menyodorkan bekal sandwich itu lagi pada Zae.

***
Siang hari saat jam istirahat, Rayen tidak menemukan Zae di kelas maupun di kantin. Lave pun ikut mencarinya, namun tidak menemukan keberadaan gadis itu. Menelpon pun tidak ada jawaban darinya.

"Gue cari di taman belakang deh," ucap Rayen dan disetujui oleh Lave, mereka akhirnya berpencar. Benar saja, Rayen menemukan gadis itu disini. Tempat yang paling tidak disukai gadis berambut coklat gelap itu, karena terlalu sepi. Tapi, sekarang dia berada disini.

Rayen menghampiri Zae yang duduk di salah satu bangku taman.

"Zae, gue puterin satu sekolah sama Lave buat nyariin lo," jelas Rayen ketika duduk disampingnya. Zae sedikit terkejut dengan kedatangan Rayen. Tujuan ia datang ketempat ini adalah untuk memikirkan alasan apa yang tepat disampaikan pada Rayen. Tapi laki-laki itu justru datang sebelum ia menemukan ide.

"Ngapain nyariin gue?" tanya Zae, "Lo harus terbiasa tanpa gue," lanjutnya membuat laki-laki keturunan Arab itu mengernyitkan dahi.

"Gue gak ngerti maksud lo. Emangnya Lo mau kemana? Hm?" Tanya Rayen.

Damn!! Jawaban apa yang harus Zae berikan sekarang??

"Gue bakal pindah sekolah," sahut Zae. OMG! Ini terlalu klise, tidak meyakinkan akan dipercaya laki-laki itu.

"Dengan alasan?" Intrograsi Rayen membuat Zae kelagapan.

"Orang tua gue yang menginginkan itu," sahut Zae dengan cepat. Rayen manggut-manggut berusaha mengerti alasan tersebut.

"Not bad, Lo pindahnya ke sekolah yang dulu pernah Lo ceritain? Masih satu kota kan? Tenang aja, kita masih bisa ketemu," ucap Rayen tersenyum seakan masalah yang mereka hadapi semudah jalan pikirnya.

"Enggak, Ray. Kita...enggak bisa ketemu lagi," ucap Zae tertunduk pelan.

"Kenapa? Gue ada salah sama Lo Za?" Tanya Rayen dengan perasaan mulai tidak enak.

"Kita berbeda, Ray. Gue bukan manusia normal seperti Lo dan anak-anak cendekia lainnya," jelas Zae.

"Ayolah Za, jangan bercanda. Kalau Lo bukan manusia, trus Lo hantu gitu?"

"Ray, dengerin gue dulu!" Sentak Zae yang melihat Rayen menganggap dirinya hanya becanda. Rayen diam menatap gadis yang menyentaknya tadi. Jika sudah seperti ini, Zae sudah dalam mode serius. "Gue gak cuma pindah sekolah Ray. Gue juga pindah kota, pulau, bahkan negara."

"Kita...kita masih bisa bertemu lewat ponsel," ucap Rayen mencari solusi baru.

"Enggak, Ray. Gue gak boleh bawa ponsel, percuma, gak bakal ada sinyal disana," ucap Zae sendu.

"Tempat macam apa itu? Jangan bilang Lo bakal tinggal di hutan belantara?"

"Lebih tepatnya pulau terpencil. Gak ada manusia yang bisa menjamah pulau itu, kecuali keturunan asli orang pulau itu, seperti gue," jelas Zae lagi.

"Kenapa mereka nyuruh buat Lo tinggal ditempat seperti itu?"

"Demi keselamatan gue."

"Keselamatan apanya Zae?!!"

"Karna kalo gue maksa tinggal disini, gue bakal sakit-sakitan terus, Ray!"

Gadis itu menaikkan kalimat terakhirnya, membuat dadanya naik turun. Kemudian ia membalikkan badannya membelakangi Ray, menunduk, dan menangis dalam diamnya.

"Za..." Panggil Rayen setelah cukup lama keheningan diantara mereka. Rayen membalikkan badan gadis itu menghadapnya, dan mendekap erat. Mereka sama-sama berat menerima takdir itu. Namun, Rayen harus tetap kuat. Perempuan dihadapannya pasti lebih tertekan menghadapi ini semua. "Tunggu gue disana. Apapun yang terjadi, gue bakal berusaha nyari pulau itu"

Hanya isakan Zae yang muncul setelah pembicaraan itu.

***
Senja berlalu, Zae sibuk memasukan beberapa bajunya ke dalam ransel. Ibunya berpesan untuk tidak membawa banyak pakaian, karena ia bisa menggunakan pakaian ibunya saat muda dulu. Tapi, untuk antisipasi ia tidak cocok dengan pakaian ibunya, ia membawa beberapa baju diransel hingga terlihat mengembung.

Suara pintu terbuka menghentikan aktivitasnya, ia menoleh dan menemukan Lave memasuki kamarnya.

"Lo...yakin?" Tanya Lave khawatir. Yakin? Apakah hal itu perlu dipertanyakan? Sekalipun hatinya tidak ingin, ia tetap harus melakukannya. Tidak ada pilihan. Pemikiran itu membuat Zae mengangguk.

"Dunia gue bakal sepi tanpa Lo, Za," ucap Lave.

"Setidaknya, ada Daisy kan?" Ucap Zae tersenyum, disisi lain, Lave justru memalingkan wajahnya karena malu. "Jaga dia ya, seperti Lo jaga kembaran Lo ini."

Sejak malam itu, dunia Azalea berubah. Tidak ada lagi perbincangan hangat keluarga. Tidak ada lagi kejahilan dan kasih sayang saudara kembarnya. Dan...tidak ada lagi Rayen dalam hidupnya.

The Hidden LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang