Dokter & Koas

38.3K 612 30
                                    

"Jika semua sudah paham, silahkan mulai untuk follow-up pasien sesuai yang saya arahkan. Di sana kalian akan ditemani residen."

Beberapa calon dokter muda itu segera bergegas pergi untuk menjalan tugas mereka. Berbeda dengan Stevan yang masih berdiri menghadap Fadil-dokter yang ditugaskan menjadi konsulen untuk para ko-asisten.

"Maaf dok saya terlambat di hari pertama, besok dan seterusnya saya janji tidak akan terlambat lagi."

"Ya memang seharusnya begitu." Balas Fadil yang masih sibuk dengan komputer, laptop dan beberapa berkas dihadapannya.

Fadil bangun dengan beberapa berkas di tangannya yang kemudian ia serahkan pada Stevan yang masih saja membeku, tidak mengerti dengan apa yang Fadil lakukan, dari pada salah jadi Stevan memutuskan untuk mengikuti kemana Fadil pergi.

Sudah hampir 1 bulan ini Fadil masih meminta Stevan untuk menjadi asistennya. Berbeda dengan rekannya yang lain, mereka melakukan follow-up pada pasien ataupun berjaga di poli. Teman-temannya yang lain hanya memberi semangat pada Stevan dan tidak bertanya lebih pada Fadil, karena takut jika Fadil malah akan meminta pada yang lain untuk menjadi asistennya.


Tanpa mereka tahu dalam kurun waktu 1 bulan itu hubungan antara Stevan dan Fadil tampak semakin dekat, bukan sebagai pembimbing dan bimbingan. Melainkan seperti remaja yang sedang berada pada masanya jatuh cinta.

"Maaf hari ini kamu harus bekerja sampai larut malam." Ucap Fadil yang berjalan berdampingan dengan Stevan yang berada di sampingnya. Melewati lorong panjang nan gelap menuju ruangan milik Fadil berada.

Jam sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari, dimana Fadil baru saja selesai melakukan 2 operasi dadakannya beberapa jam yang lalu. Yang mana Stevan menjadi asistennya.

Keduanya duduk di sofa begitu sampai di ruangan Fadil. Menyandarkan punggung dan menutup mata, mencoba menghilangkan lelah yang mereka dapat dari pagi.

"Ehemm.. Stevan boleh saya bicara sama kamu?"

"Tentu."

"Bisa tutup matamu." Walau bingung, Stevan tetap menurut, menutup matanya tanpa rasa takut ataupun curiga.

"Saya cinta sama kamu Evan." Bisik Fadil setelah mencium singkat bibir Stevan yang masih menutup matanya.

"D-dok..."

"Tidak apa jika kamu tidak punya perasaan yang sama. Saya hanya mencurahkan isi hati saya." Fadil tersenyum begitu Stevan tampak kaget dengan pernyataan cintanya yang begitu tiba-tiba.

"Saya mau!"

"Apa?"

Stevan berdecih mendengar pertanyaan Fadil yang menurutnya bodoh. Apa Fadil bisa bodoh juga? Padahal dia sudah menyandang dokter spesialis di usianya yang masih muda, yaitu 27 tahun, sepintar apa Fadil.

Tanpa menunggu lagi Stevan langsung mencium Fadil yang masih menatapnya polos. Saat ingin melepas tautan bibirnya, Fadil menahan dan malah menarik Stevan agar lebih dekat. Diawali dengan ciuman panas, kini keduanya sudah tidak memakai pakaian, tertidur di atas kasur tempat yang biasa Fadil pakai jika tidak bisa pulang ke rumah karena pekerjaannya.

♤♤•♤♤


"Awhhh..."

"Sakit lagi?" Tanya dokter anestesi pada Stevan yang tampak menunduk sembari tangannya yang mencengkeram perut bagian bawahnya yang terasa mengeras.

Ya, setelah kejadian malam itu Stevan positif hamil yang tentu saja Fadil bertanggung jawab. Kehamilannya itu tentu saja ia sembunyikan dari pihak kampus, dan hanya beberapa teman yang mengetahui kehamilannya, itupun karena mendapat shift yang sama.

Mpreg & Birth Story (one shots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang