01.02

5 2 0
                                    

Queen tertegun melihat cowok imut mengenakan rompi kresek berdiri di hadapannya sembari menyodorkan buku dan pulpen ke arahnya.

Dia gak salah orang, kan?

Asa meninju lengan Queen karena diam saja. Padahal cowok di hadapannya sudah ditunggu oleh beberapa temannya. Queen yang baru sadar dari lamunannya lantas menunjuk dirinya sendiri.

"Lo ngomong sama gue?" tanyanya tak percaya. Cowok itu mengangguk masih dengan senyum mengembang.

Dia menggoyangkan kedua tangannya lagi. "Disuruh OSIS minta tanda tangan. Apa challenge dari Kakak cantik?"

Queen terkekeh ringan. Ia mengambil pulpen dan buku dari tangan cowok itu sembari menimang-nimang tantangan apa yang cocok untuknya.

"Ada ide gak, Sa?" tanya Queen kepada Asa. Gadis itu mengedikkan kedua bahunya tak tahu sembari bermain ponsel.

Queen berdecak. Jarum jam di tangannya terus berputar. Otaknya sedang buntu. Belum ada tantangan yang cocok untuk pemuda imut itu.

Apa gue kasih sukarela aja ya? Kasihan mana ditunggu temennya.

"Udah dapet tanda tangan berapa?" tanya Queen berbasa-basi. Tujuannya mengukur waktu sembari berpikir. Ia tidak seramah itu memberikan tanda tangannya cuma-cuma ke orang lain, apalagi adik kelas.

"Baru 4, Kak. Jadi 5 kalau Kakak ngasih tanda tangan juga hehe ...."

Tak ada rasa lelah dan kesal dari wajah cowok imut itu. Queen jadi heran. Mengapa anak bimbingnya yang satu ini begitu patuh terhadap perintah OSIS sedangkan anak lain menjalankannya ogah-ogahan?

"Gak mau kenalan dulu Kakak cantik? Aku belum tau nama Kakak."

Ciah, pake aku-kamu lagi. Queen tiada henti menjulid dalam hati.

Ia mengamit pulpen di antara lembaran buku kemudian mengulurkannya terlebih dahulu kepada lawan bicaranya.

"Nama gue Queen."

Dia menjabat tangan Queen antusias bahkan binar-binar di matanya terlihat.

"A--aku Zefan, Kak. Iya, Zefano. Salam kenal ya Kakak cantik," jawabnya tersipu. Sontak, Queen terkekeh.

"Gak usah malu-malu kali. Biasanya juga malu-maluin, kan?"

"Aku 'kan kalem sama Kakak doang."

"Serah."

Jabat tangan mereka terlepas.

Zefan tiada henti mengelus punggung tangannya. Bahkan aroma gadis itu masih menempel jelas di sana. Ia ingin menciumnya, tapi tetap harus jaga image di depan Queen.

"Hm ... kayaknya lompat dari lantai 2 seru deh. Gimana?"

Zefan yang sedang berbunga-bunga tiba-tiba tersadar dari khayalannya. Ia mendongak dengan netra membulat, menatap tak percaya ke arah kakak kelasnya itu.

"I--ni ... gak salah, Kak?" tanya Zefan memastikan pendengarannya tidak salah tangkap. Queen mengangguk mantap seolah-olah tantangannya tadi sangat mudah untuk dilakukan.

Zefan menoleh ke arah teman-temannya yang berdiri di belakang. Raut wajah mereka tidak ada yang santai. Agak horror memang. Zefan jadi takut. Apa ia salah menaruh hati?

"Em ... Kak boleh diganti yang lain gak?"  Zefan mencoba menawar. Ia menunduk sembari meringis.

"Hm ... boleh-boleh aja gue ganti tapi ada syaratnya."

Zefan mendongak. Merasa diberi kesempatan untuk bernegosiasi, ia tidak akan menyia-nyiakan hal ini.

"Apa syaratnya?"

Pretty GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang