01.03

5 1 0
                                    

"Eng ... itu, Kak. Aku mau jalani challenge dari Kakak," tuturnya sedikit ketakutan.

Queen mengangkat sebelah alisnya. Zefan beneran menyanggupi? Wah ... Queen perlu memberinya appresiasi jika Zefan melakukan pendaratan sempurna nanti.

Tiba-tiba ia menjadi bersemangat. Mengabaikan keberadaan Asa yang sibuk memandang ke arah luar lewat jendela, Queen berjalan mendekati Zefan. Sebenarnya ia hanya melempar tatapan biasa, datar. Namun, entah mengapa ia merasa Zefan meresponnya berlebihan.

Apa gue semenakutkan itu? Padahal gue cantik lho. Dia aja sampai muji gue tadi.

"Ekhem! Kalau ada yang ngomong tolong ditatap matanya ya. Gak sopan."

Sindiran halus dari Queen membuat Zefan mendongakkan kepala. Wajahnya masih terlihat ketakutan. Kemudian atensi Queen beralih ke arah lain.

"Cuma lo yang nyanggupin?" Zefan mengikuti arah pandang Queen dan seketika ia mengerti ke mana arah pembicaraan mereka itu.

Ia mengangguk. "Ya, cuma aku, Kak. Mereka mau minta tanda tangan ke anggota OSIS lain dulu."

"Dan mengabaikan keberadaan gue. Gitu 'kan maksud lo?"

Zefan menelan ludahnya susah payah. "A--ku gak tau, Kak. Mereka gak bilang apa-apa ." Queen mengangguk paham.

"Gak usah takut! Gue bakal kasih lo hadiah kalau lo berhasil mendarat sempurna." Ia sempat menepuk bahu Zefan beberapa kali sebelum berlalu dari ruang OSIS.

"Mau gue tinggal?"

×××

Di sinilah mereka sekarang. Tanpa Asa, Queen dan Zefan berdiri sebelahan di atas gedung jurusan IPA kelas 11.

Koridor tampak sepi karena anak IPA 2 sedang praktikum di laboratorium. Queen memanfaatkan momen ini untuk membawa Zefan melakukan challenge darinya. Ah ... ia sungguh tidak sabar.

Nyali Zefan semakin menciut melihat keadaan di bawah sana. Beberapa siswa melihat ke arah mereka dan berakhir diabaikan. Mereka belum tau apa yang akan Zefan lakukan dari atas sini.

Queen menoleh ke arah adik kelasnya. Padahal gedung ini tidak terlalu tinggi. Ia juga sering bolak-balik loncat dari balkon koridor tanpa cidera. Harusnya Zefan bisa lebih baik dari Queen karena ia laki-laki.

"Siap?" Queen mengetuk permukaan buku dengan pulpen. Dua alat itu kembali ke tangannya, padahal jelas-jelas pemiliknya bukan Queen.

Netranya memandang ke arah Zefan yang masih sibuk mempersiapkan diri. Perlahan, ia naik ke atas pagar pembatas koridor dan berdiri di ujung. Queen dapat melihat beberapa siswa yang membuntuti Zefan tadi sudah ada di bawah sana membawa sedikit pasukan.

Teman-teman yang katanya tadi meminta tanda tangan ke anggota OSIS lain juga ada di bawah sana, memantau Zefan. Ada beberapa anggota OSIS juga yang memperhatikan gerak-gerik mereka dari bawah. Queen mengacuhkannya.

"QUEEN! ANAK ORANG MAU LO APAIN, HA?!"

Si biang kerok muncul. Siapa lagi kalau bukan Galang. Masih berani menampakkan batang hidungnya ternyata.

Sudut bibir Queen terangkat.

"Emangnya gue ngapain?" balas Queen kelewat santai. Galang tampak kesal di bawah sana apalagi harus mendongak dan menghindari teriknya matahari.

"DEK! MENDING LO TURUN SEKARANG! GAK USAH DENGERIN OMONGAN ORANG GILA ITU! DIA MASUK PENGECUALIAN! LO GAK PERLU MINTA ANDA TANGAN KE DIA!" teriak Galang lagi. Kali ini untuk Zefan. Sayangnya, Zefan tidak ada niatan untuk mundur setelah mempersiapkan diri.

Pretty GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang