01.10

1 2 0
                                    

Zefan berangkat pagi sekali demi menghindari ayahnya. Sial! Pria itu tidak pergi dari rumah seperti biasanya. Malam ini ayahnya menginap di rumah dirasa cukup lama bermalam di luar. Padahal selama ini Zefan tidak pernah mempermasalahkannya.

Hati kecilnya seakan mati rasa jika dihadapkan oleh kepribadian ayahnya yang sangat bertolak belakang dengannya. Ia korban broken home sejak duduk di bangku kelas 1 SD. Bisa dibayangkan bagaimana nasibnya hidup tanpa seorang ibu hingga sedewasa ini?

Saat itu, ia tidak bisa memilih harus ikut siapa. Hubungannya dengan mereka sama-sama renggang. Zefan merasa seumur hidup ia tidak pernah mempunyai sosok ibu selain pembantunya. Bisa dibilang, ia hanya sekedar menumpang tumbuh dan berkembang biak di dalam rahim ibu kandungnya. Hak asuh jatuh kepada ayahnya. Akhirnya sang ayah yang membawa pergi Zefan dan hidup bersamanya di kota lain yang berbeda dengan ibunya.

Sampai saat ini, Zefan belum pernah bertemu dengan ibu kandungnya lagi. Hanya berbekal ingatan masa lalu yang masih abu-abu dan juga sebuah foto keluarga mereka yang pertama dan terakhir. Setidaknya itu lebih dari cukup untuk mengenang wajah ibundanya barangkali suatu saat mereka tidak sengaja dipertemukan oleh Tuhan.

Iri adalah makanan Zefan sehari-hari. Muak masuk sekolah karena tiap hari ada saja pemandangan yang menyentil hati mungilnya. Melihat teman-temannya bahagia di usia kecilnya membuat Zefan kesal. Mengapa Tuhan menjadikan dirinya pengecualian? Padahal Zefan kecil juga butuh kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Ayah dan ibunya sama-sama sibuk mengurus bisnis. Bolak-balik keluar kota dan membiarkan Zefan diasuh oleh pembantu yang sudah ia anggap seperti ibu kandung sendiri. Andai wanita itu tidak memperingatinya untuk tidak membenci kedua orang tuanya sendiri, sudah dipastikan mereka lenyap dari muka bumi.

Ya, Zefan sekejam itu.

Jangan salahkan dirinya yang menjadi seperti ini. Hasil persengketaan orang tua yang tiada habisnya membuat kepribadian Zefan terbentuk berbeda dari anak lain. Zefan yang dulunya ceria kini menjadi beringas. Tak sekali dua kali ia pernah membunuh orang hanya karena membuatnya kesal. Tapi hal itu tak berimbas pada nama baik keluarganya sebab ayahnya selalu menyelesaikan semuanya dengan uang.

Uang, uang, dan uang.

Di dunia ini, apa yang tidak bisa dibeli dengan uang? Bahkan harga diri manusia pun bisa disamaratakan dengan tumpukan uang. Pengecualian untuk orang-orang yang otaknya masih berfungsi dengan benar.

"Bi mana kotak bekalku?" tanya Zefan berbisik sesampainya di dapur.

Bi Romlah menoleh, tergopoh-gopoh berjalan mendekati majikannya dengan senyum mengembang. Diserahkannya kotak bekal berwarna abu-abu tanpa hiasan berisi nasi goreng telur kesukaannya. Zefan menerimanya dengan senang hati kemudian memasukkan bekalnya ke dalam tas. Beralih mencium punggung tanagn wanita yang selama ini membesarkannya penuh kasih sayang.

"Makasih, Bi. Zefan jadi ngrepotin pagi-pagi nyuruh Bibi buat bekel. Soalnya Zefan gak bisa bikin sendiri," alibinya membuat wanita paruh baya itu terkekeh sembari menepuk pelan punggung tangan Zefan.

"Sudah jadi tugas Bibi melayani Aden. Ya sudah, Den Zefan lebih baik berangkat ke sekolah sekarang sebelum ayah Den bangun."

Zefan mengangguk patuh. Setelah memberi kecupan singkat di pipi bi Romlah, Zefan melesat pergi keluar dari rumah.

Kali ini ia pergi membawa motor. Sesuai ucapannya pada Queen tempo lalu jika ia akan datang ke sekolah membawa motor. Takut jika gerombolan Pandu dan kawan-kawannya menggeledah isi mobil Zefan seperti kemarin. Beruntung mobil Zefan dalam kondisi aman. Maksudnya, ia sedang tidak membawa barang-barang aneh. Bisa gawat kalau identitasnya sampai kebongkar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pretty GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang