[ 11 ] Dendam

198 25 3
                                    

Malam itu, Mia duduk di kamarnya dengan pandangan kosong menatap jendela. Hujan rintik-rintik mulai turun, seolah-olah alam turut meresapi kekelaman di hatinya. Di genggamannya, sebuah foto Halilintar dan Solar tersenyum bersama. Amarah berkobar di dadanya. Sudah terlalu lama ia merasa dihalangi oleh Solar. Setiap usaha Mia untuk mendekati Halilintar selalu saja gagal karena Solar selalu ada di sekitarnya. Kedekatan Halilintar dan Solar seolah tak bisa dipecahkan, dan itu membuat Mia semakin marah.

“Aku harus menghentikan ini. Solar tidak boleh terus-menerus berada di tengah-tengahku dan Halilintar,” Mia berbisik pada dirinya sendiri dengan nada penuh kebencian.

Malam itu, Mia menyusun rencana. Rencana yang tampak sempurna di kepalanya. Ia akan membuatnya terlihat seperti kecelakaan, dan Solar akan keluar dari hidupnya dan Halilintar untuk selamanya. Dengan begitu, Halilintar akan kembali ke sisinya.

---

Beberapa hari kemudian, Mia menyusun skenario untuk pertemuan mereka. Ia menghubungi Solar dan berpura-pura bersikap ramah.

Mia: “Hai, Solar. Kamu ada waktu luang nggak? Aku pikir sudah lama kita nggak ngobrol bareng. Mungkin kita bisa jalan-jalan sore di taman dekat sini?”

Solar, yang tidak curiga, menyetujui ajakan Mia. Meski Mia sudah beberapa kali menunjukkan perilaku aneh, Solar mencoba untuk tetap mempercayainya. Lagi pula, mereka masih dalam lingkaran yang sama karena Halilintar.

---

Di sore yang berangin, Mia dan Solar berjalan menyusuri taman kota yang tenang. Bunga-bunga bermekaran di sekitar mereka, memberikan kesan bahwa hari itu adalah hari yang damai. Mia berpura-pura tertawa dan bercerita seolah tidak ada niat buruk di hatinya, tetapi di balik senyumnya, rencana kelam terus berkecamuk.

Mia sudah memperhitungkan segalanya. Dia tahu bahwa di taman itu ada sebuah tangga kecil di salah satu sudut yang menuju ke jalan setapak yang lebih rendah. Di situlah rencananya akan dijalankan.

Ketika mereka sampai di dekat tangga, Mia melirik ke arah Solar yang sedang asyik berbicara tentang hal-hal yang ringan. Solar berjalan di depannya, tidak menyadari apa yang sedang direncanakan oleh Mia.

Mia: (berbisik dalam hati) "Ini saatnya..."

Tanpa berpikir panjang, Mia dengan sengaja mendorong Solar dari belakang. Solar yang tidak siap, kehilangan keseimbangannya dan jatuh terjerembab ke bawah tangga. Kepalanya membentur keras salah satu anak tangga, membuat suara yang nyaring terdengar di udara yang sepi.

Solar terbaring tak bergerak di dasar tangga, dengan darah mulai mengalir dari luka di kepalanya.

Mia yang berdiri di atas tangga, sesaat terdiam, menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Jantungnya berdegup kencang, tetapi ia tidak mundur dari rencananya. Dengan cepat, Mia memasang wajah panik, dan mulai berteriak.

Mia: (berteriak histeris) “TOLONG! TOLONG! SOLAR JATUH! BANTU KAMI!”

Tangis Mia terdengar keras, penuh kepura-puraan. Air matanya mengalir deras, seolah-olah ia benar-benar khawatir dengan keadaan Solar. Orang-orang di sekitar taman mulai berkumpul, berlari mendekati mereka. Beberapa di antaranya segera menelepon ambulans, sementara yang lain berusaha menenangkan Mia yang tampak "histeris."

Mia: (dalam tangisan palsu) “Aku nggak tahu apa yang terjadi... Kami cuma berjalan, lalu tiba-tiba Solar jatuh! Tolong, cepat bantu dia...”

Di dalam hatinya, Mia tersenyum puas. Rencananya berjalan dengan sempurna. Tidak ada yang mencurigainya. Semua orang mempercayai bahwa itu adalah kecelakaan tragis, dan Solar tidak lagi akan berada di antara dirinya dan Halilintar.

Menikahlah Denganku, SolarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang