"Baiklah, anak-anak. Pelajaran hari ini selesai sampai disini. File tugas 25 dan 26 sudah dikirim, selesaikan dan kumpulkan minggu depan."
Dengan bunyi bel yang menunjukkan akhir jam pelajaran pagi, guru mematikan layar panel besar dan meninggalkan ruangan, setelahnya suasana santai memenuhi ruangan kelas yang luas.
Aku, menggunakan mouse model lama yang terhubung ke terminal-ku, membuka tugas yang sudah diunduh untuk membacanya sekilas. Setelah menghela napas karena pertanyaan-pertanyaan panjang yang sepertinya akan memuakkan dan membuat otak mati rasa, aku mencabut mouse-nya dan menutup terminalku, melempar keduanya ke dalam tas ranselku.
Meskipun begitu, bunyi bel itu mirip dengan suara lonceng di Kota Permulaan di lantai 1 Aincrad. Kalau mereka membuat nada itu walau mengetahui fakta ini, perancang sekolah ini pasti punya selera humor yang lumayan gelap.
Tentu saja, tidak satupun murid berseragam yang sama terlihat memikirkannya. Mereka mengobrol dengan ceria sambil meninggalkan ruang kelas dalam kelompok bertiga atau berlima menuju kantin.
Setelah menutup risleting ranselku, aku menyandangnya di pundakku dan hendak berdiri saat seorang anak laki-laki yang aku berteman baik dengannya duduk disebelahku, mendongak dan bicara padaku.
"Ah,Kazu. Kalau kau mau pergi ke kantin, simpankan tempat duduk buatku."
Sebelum aku dapat menjawabnya, murid lain yang duduk di sebelahnya menjawab sambil tersenyum lebar.
"Lupakan saja. Kazu punya pertemuan dengan sang «putri» hari ini."
"Oh, gitu. Enaknya..."
"Ya, begitulah. Maaf ya."
Aku mengangkat tanganku untuk mencegah keluhan rutin mereka dan keluar dari ruang kelas.
Aku berjalan cepat-cepat melewati koridor berwarna hijau pucat dan keluar ke halaman tengah melalui sebuah pintu keluar darurat, merasa lega saat suara waktu makan siang mulai menghilang, aku mengambil napas. Bata-bata baru mewarnai jalan yang dikelilingi oleh pepohonan. Gedung sekolah yang bisa aku lihat dari balik puncak pepohonan adalah beton kosong yang kelihatan dingin, tapi ternyata gedung ini bagus sekali yang sulit kupercaya bahwa ini gedung bekas yang ditinggalkan kosong oleh penggabungan menyeluruh.
Aku mengikuti jalur itu untuk beberapa menit lagi, melewati terowongan tumbuh-tumbuhan dan sampai di taman kecil melingkar. Sepanjang tepian taman, dikelilingi bunga-bunga, adalah bangku-bangku kayu polos, salah satu diantaranya diduduki oleh murid perempuan yang menengadah melihat langit sendirian.
Rambut coklat panjang menggantung lurus menutupi punggung blazer hijau gelap seragamnya. Kulitnya masih putih pucat, tapi sedikit warna merah seperti merah mawar mulai kembali ke pipinya baru-baru ini.
Kakinya yang jenjang dan ramping dibalut oleh stocking hitam yang ketat. Sosoknya, menatap lekat pada langit dengan ujung sepatunya membuat suara 'pitter patter' saat menepuk tanah, amat sangat menawan. Aku berhenti di muka taman, bersandar pada sebuah batang pohon, melanjutkan memerhatikan gadis itu dalam diam.
Tanpa kuduga dia menoleh ke arah tempat aku berada dan tersenyum begitu dia melihatku. Lalu ekspresinya berubah kaku dan ia menutup matanya, dengan sebuahn 'fuun', ia memalingkan wajahnya dariku.
Aku mendekati bangku tempatnya berada dengan tersenyum kecut dan memanggilnya.
"Maaf membuatmu menunggu, Asuna."
Asuna melirikku sebentar, cemberut.
"Oh, kenapa sih Kirito-kun selalu mencoba untuk melihatku dari jauh setiap kali kamu melihatku."
"Maaf, maaf. Mungkin aku punya kriteria yang diperlukan untuk menjadi penguntit?"
"Eh~"
Aku duduk di sebelah Asuna yang membuat wajah seperti takut sambil menjauh, dan merentangkan tangan lebar-lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[LN] Sword Art Online 04 (ソードアート・オンライン 04) Fairy Dance
FantasySword Art Online (ソードアート・オンライン) Vol. 4