O6. Hehehe

204 58 26
                                    

"Kadang fakta itu jauh lebih gila daripada teori ya." ujar Nida setelah denger semua penjelasan dari Salvio soal kemampuan istimewa Hera.

"Jadi kamu sejak kapan tau kalau Ka Hera ngontrol pikiran kamu?"

"Beberapa hari yang lalu. Sebenernya kalau dipikir-pikir ga masuk akal juga Ka Hera sama mama ga pernah ada di tempat yang sama. Setiap Ka Hera megang tangan aku, setiap dia natap mata aku sedalem mungkin, pikiran aku langsung kosong. Sebelum berangkat kesini aku ga sengaja liat Wilo meluk Ka Hera padahal semuanya baik-baik aja sebelum aku keluar dari rumah." jelas Salvio.

"Selama ini yang aku tau, mama masih hidup. Soalnya Ka Hera yang bikin aku mikir kaya gitu." lanjutnya.

"But, did you okay about that? I mean, the fact that your mom.. decided to, you know. Kata kamu, kamu bisa stress kalau inget soal itu. Pas kamu sadar kalau mama kamu udah ga ada, kamu ga kenapa-kenapa kan?" tanya Nida khawatir.

"Syukurnya aku ga kenapa-kenapa. Cuma ya siapa sih yang ga kaget?"

"Have you ever seen a psychiatrist?" tanya Nida.

"Belum pernah."

"Mau coba terapi? Siapa tau ngaruh. Ayahnya Jack psikiater, siapa tau dia bisa bantu."

"Nanti aku pikirin lagi."

Ketika yang lain lagi asik makan, Nida lebih memilih buat duduk dengerin cerita Salvio. Ga masuk akal emang, tapi Nida percaya. Itu karena Nida pernah ga percaya sama orang yang bisa baca pikiran tapi nyatanya Jack bisa. Makanya dia penasaran.

"Ngomong-ngomong, maaf ya jadi ngungkit-ngungkit masalah keluarga kamu." lirih Nida.

"Ga masalah. Selamat ya, kamu orang kedua yang tau soal masalah ini." ucap Salvio.

"Ish, ga enak tau dijadiin yang ke dua. Yang pertama siapa?" tanya Nida kepo.

"Jayden. Lagian dia temen pertama aku makanya aku kasih tau dia."

Nida manggut-manggut. Setelah denger semua cerita tentang perjalanan hidup Salvio, Nida jadi ngerasa bersalah karena selalu berpikiran kalau Salvio ini hidup bahagia karena dia orang kaya. Ternyata ga semua orang kaya hidupnya bahagia ya? Mereka mungkin tau rasanya tidur di kamar AC, ranjang empuk, tapi beberapa dari mereka ga tau rasa kasih sayang dari orang tua mereka sendiri.

"Bunda aku juga begitu, sama kaya papa kamu. Dia pergi gitu aja ga pake pamit. Sampe sekarang aku ga tau dia ada dimana." ujar Nida.

"Kenapa?" tanya Salvio.

"Dia matre, maunya duit ayah aku doang. Pas ayah aku keluar dari kerjaan tetapnya dia langsung ngajuin surat cerai. Terus pergi deh. Makanya aku ga mau ayah aku cari ibu baru. Cukup aku aja yang jadi pengganti bunda, yang jelas aku lebih baik dari dia."

Salvio mikir selama ini Nida ketawa terus karena emang bahagia. Ternyata dia ketawa cuma karena pengen mengalihkan rasa sedihnya. Orang yang udah terbiasa disakitin itu setiap cerita tentang sumber rasa sakitnya pasti enteng. Seakan dia sama sekali ga masalah kalau orang orang tau soal hal itu. Salvio ikut seneng karena nyatanya Nida punya sahabat kaya Sella, Caca, Jayden dan yang lainnya yang keliatan perhatian banget sama Nida.

Terlebih Sella. Cewek itu selalu ngomelin Nida setiap Nida ngelakuin hal konyol layaknya seorang ibu.

"Aku pikir sekarang kita lagi mikirin hal yang sejalan. Kamu pasti mikir selama ini aku bahagia soalnya aku emang bahagia, padahal ternyata ngga. Iya kan?" tebak Nida.

"Kamu mikirin apa?" pertanyaan Salvio seakan membenarkan tebakan Nida.

"Aku pikir ga semua orang kaya punya hidup yang bahagia." sahut Nida sambil memamerkan senyuman lebarnya.

Jembatan KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang