16. The Last Date

186 50 33
                                    

2 Minggu berlalu. Selama US dilaksanakan, Nida dan yang lainnya ga banyak interaksi karena kelasnya dipisah-pisah dan jaraknya lumayan jauh. Mereka yang pada dasarnya anak mageran semua jadi males juga kalau mau nyamperin temennya satu-satu. Palingan Sella cuma bagi-bagi kunci jawaban aja di grup chat. Itu juga ga pada heboh karena, udah biasa....

Besok itu harinya konser, jadi Nida dan yang lainnya udah siapin segala hal yang mereka butuhkan biar besok ga usah repot lagi. Biar makin rame, mereka akhirnya pada nginep di rumah Jayden. Biar hawa pertemanannya makin kerasa, katanya. Iya, konsernya jadinya di rumah Jayden. Nida takut tetangganya ngamuk karena bakal ada gitar bass sama drum sedangkan taun taun lalu kan nyanyinya pada nyantai, ga ada yang sampe menggila.

Jumlah microphone juga ditambahin karena mereka bakal nampilin lagu terakhir dalem bentuk band. Betapa bahagianya Sella ngejek Nida setelah tau kalau jumlah mic nya ditambah jadi 8.

Kebetulan kan rumahnya Jayden ini luas, listrik stabil, ga ada tetangga juga di sekitar sini, jadi aman lah....

Dan karena rumah Jayden luas, mereka akhirnya ngundang beberapa temen mereka buat hadir diacara mereka. Itung-itung jadi artis dadakan, yang nontonnya manusia, bukan rumput yang bergoyang lagi.

"Ihh kenapa ga nyewa parasmanan aja?" tanya Caca.

"Ga usah Ca. Biarin aja mereka mati kelaperan," sungut Sella.

"Kita kan udah ada french fries, sosis bakar, hotdog, sama punch syrup buat toping es serut. Lagian yang dateng ga akan sebanyak itu," ujar Jayden.

Di saat yang lain lagi pada bantuin tukang-tukang naikin panggung, Nida yang lagi asik mainin gitar tiba-tiba disamperin sama Salvio.

"Kamu ngapain?" tanya Salvio.

"Ngupil. Ya main gitar lah, liat sendiri kan," sungut Nida.

Salvio ketawa, "Iya keliatan kok. Aku mau ngomongin sesuatu sebentar, boleh?"

"Ga boleh."

"Kenapa?"

"Aku tau kamu mau pergi. Jack yang bilang."

Salvio diem, Nida juga diem. Sebenernya Nida ga marah, dia cuma sedikit ga rela aja. Lagi nyaman-nyamannya, tiba-tiba ditinggal pergi. Siapa sih yang ga takut? Nida bahagia sama Salvio meskipun Nida belum bisa ngaku. Tapi kan masalahnya yang nyaranin Salvio buat berobat ke ayahnya Jack itu Nida sendiri.

"Lusa berangkat ya?" tanya Nida.

"Iya...." sahut Salvio.

"Gitu ya, singkat amat. Masa kita pacarannya ga nyampe satu bulan? Hahahahaha," kekeh Nida.

"Kita masih bisa LDR kan?" tanya Salvio.

Nida menggelengkan kepalanya, "Ga bisa. Kamu harus fokus sama kesehatan kamu, bukan hubungan kita. Kalau kamu bilang faktor kebahagiaan kamu itu aku, kamu salah. Faktor kebahagiaan kamu itu ya diri kamu sendiri, bukan orang lain," jelas Nida.

"Jadi aku minta tolong sama kamu. Selama kuliah di sana, selama proses pengobatan kamu belum selesai, jangan pernah mikirin aku. Aku baik-baik aja, aku kan gila. Kamu tau sendiri aku orangnya gimana," lanjutnya.

"Jangan lupa, kamu juga punya utang buat jadi dokter. Maaf aku ga sempet ngajarin kamu soal ngejait luka."

"Gilanya kamu itu yang bikin aku khawatir," balas Salvio.

"Tenang, aku ga akan bikin ulah lagi. Aku bakal fokus kuliah juga. Janji!" sahut Nida.

"Oke, jadi ga ada yang perlu aku khawatirin ya? Soal hubungan kita, gimana?" tanya Salvio.

Jembatan KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang