O9. CCTV Lampu Merah

174 58 34
                                    

Hari udah menjelang maghrib tapi Nida masih setia temenin Wilona bercerita di sebuah cafe. Tentu soal keluarganya. Nida yang udah tau ceritanya cuma bisa ngangguk ngangguk aja. Dia ngebiarin Wilona cerita soalnya Nida juga mau tau sudut pandang Wilona kaya gimana. Dan dari sana Nida jadi makin ngerti sama keadaan Keluarga Mardatama.

"Aku ga ngerti harus gimana lagi sama Ka Hera. Maksud aku, aku ga bisa liat Ka Vio terus-terusan kaya gini. Kakak ngerti lah maksud aku apa." keluh Wilona.

"Iya, ngerti kok. Ini gue ngasih pendapat dari sudut pandang gue ya. Menurut gue lo udah bener Wil, cuma cara penyampaiannya lo aja yang salah. Lo bilang stop ke Ka Hera kesannya kaya nyinggung Ka Hera, makanya dia nganggep kalau semua yang terjadi karena salahnya dia. Padahal ngga gitu kan? Ini semua salah bokap lo. Coba lo jelasinnya baik-baik." ujar Nida.

"Kalau tentang Salvio tenang aja, gue bisa bantu. Temen gue ada yang bokapnya psikiater. Siapa tau kalau terapi lama-lama bisa sembuh kan? Lo udah dewasa Wil, gue yakin lo paham sama apa yang harus lo lakuin sekarang."

"Sembuh ga sembuh, yang penting hubungan kalian bertiga balik lagi kaya dulu. Kalian bertiga saudara kan? Harus saling ngerti, harus saling jaga. Hidup tuh simpel sebenernya asal kitanya bisa menyesuaikan diri di segala situasi."

"Ngomong-ngomong.. aku kaget Ka Nida bisa ngelawan mereka. Aku ga pernah tau Ka Nida bisa bela diri." tanya Wilona.

"Sebenernya sederhana, kita harus jadi penjahat buat nangkep penjahat."

Wilona ga bisa bohong kalau dirinya kagum sama cara Nida ngelawan maling tadi. Bahkan sampe sekarang di saat Nida lagi ngejelasin semua hal pada Wilona, Wilona sampe ga percaya kalau ini adalah Nida yang dikenal sering bolos ke kantin. Wilona yang taunya kalau Nida itu asik, baik, dan ga menyeramkan sama sekali ternyata punya pola pikir yang unik dan berbahaya.

"Aku jadi pengen berguru deh ke Ka Nida." celetuk Wilona.

"Jangan, nanti gue jadi keliatan pinter di mata anak sekolah." balas Nida.

"Lah? Kan bagus."

"Ga, orang pinter banyak yang manfaatin. Gue lebih nyaman sama diri gue yang banyak tingkah."

Wilona jadi sebel sama Salvio. Andai Salvio udah ngedeketin Nida dari setahun yang lalu. Mungkin Wilona bakal banyak ngobrol sama Nida sejak dulu. Nida orangnya asik tapi bisa diajak serius. Wilona suka sama tipe manusia kaya gini. Pola pikirnya out of the box banget padahal kalau diliat dari kesehariannya justru Nida lebih kaya orang bego.

"Udah maghrib, balik yuk."

Meskipun Wilona belum mau pulang tapi dia pasrah karena yang ngajaknya itu Nida. Lagian Wilona juga khawatir sama kondisi kaki Nida yang cuma dikasih steri strips aja.

"Ayah Ka Nida orangnya baik ya?" tanya Wilona, lebih tepatnya menebak.

"Ayah gue ga sebaik itu Wil, hahaha. Ajaran ayah gue keras banget. Gue yakin sekarang ayah gue juga udah tau kalau kaki gue bolong." kekeh Nida.

"Kok bisa?"

"Inget polisi yang nanyain KTP gue tadi? Dia temennya bokap gue."

"Ayah Ka Nida polisi?" tanya cewek itu lagi.

"Iya, polisi gadungan. Canda, bokap gue cuma pengangguran." gurau Nida.

"Pengangguran? Terus uang kebutuhan sehari-hari darimana?"

"Entah, duitnya turun dari langit mungkin."

"Eh lo jangan bilang-bilang Vio soal tadi gue berantem sama maling ya. Bisa ancur reputasi gue."

Jembatan KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang