15. Chaos Before Exam

169 49 29
                                    

"Ya kalau baiknya begitu, mau gimana lagi coba? Kalau mau nangis, nangis aja. Yang penting lo nya lega."

"Ga mau, nanti gue dikatain cengeng, caper, nangis mulu."

Nida cuma bisa ngusapin punggung Caca biar sahabatnya itu sedikit lebih tenang. Nida baru tau perihal orang tua Caca yang cerai pagi ini karena anaknya baru cerita sekarang.

"Lagian lo kenapa ga cerita ke gue dari malem? Tau gitu kan gue langsung ke rumah lo," omel Nida.

"Takut ganggu. Lo kan lagi pacaran sama Vio." Jawaban Caca berhasil bikin Nida kicep. Ni anak kenapa bisa tau kalau semalem dia pergi sama Salvio? Padahal Nida ga bilang ke siapa-siapa.

"Gue liat di zenly. Lo sama Vio ada di tempat yang sama," kata Caca.

"Sempet banget ya nyet buka zenly pas lagi nangis," cibir Nida.

Caca ga nanggepin Nida. Sebenernya daritadi dia udah nahan nangisnya tapi ditahan karena mereka masih di lingkungan sekolah. Banyak orang berlalu-lalang pula.

Nida tau Caca nahan nangis daritadi. Makanya tadi Nida nyuruh Caca kalau mau nangis ya nangis aja. Cuma yang namanya Caca, orangnya gengsian, jadi ya Nida ga bisa ngapa-ngapain lagi selain nenangin Caca.

"Rasa sakit itu ngebentuk kita buat jadi manusia yang kuat. It's not what you lost, it's what you'll gain."

Caca mengulas senyum tipisnya. "Lo tau banget apa yang gue butuhin ya Nid. Disaat orang-orang cuma nepuk pundak gue sambil bilang sabar, jangan nangis, lo yang kuat ya Ca, gue cuma butuh kalimat mutiara dari manusia goblok kaya lo," ujarnya.

"Soalnya gue tau apa yang lo rasain," ucap Nida.

"Bener juga, gue sampe lupa kalau lo anak broken home saking cerianya elo."

"Gue juga pernah nangis kok. Semua orang pernah ngerasa cape. Life can be a mess."

"Sumpah Nid, lo orang terdewasa yang pernah gue kenal meski kelakuan lo kaya bocah. Banyak orang yang bisa memotivasi orang lain tapi ga bisa memotivasi dirinya sendiri, tapi lo beda. Lo ga cuma tau cara mengatasi masalah orang lain, tapi lo juga tau cara mengatasi masalah lo sendiri."

"Kita kan ga tau hal buruk apa yang bakal dateng di kemudian hari. Mungkin hal buruknya lebih kecil atau lebih besar, ga ada yang tau. Makanya kita harus persiapin diri mulai dari sekarang," ujar Nida.

Caca setuju sama pemikiran Nida. Tentang rasa sakit yang membuat kita menjadi kuat, tentang proses menuju dewasa, tentang bangkit dari keterpurukan. Ga ada salahnya buat bangkit lagi.

"Lo inget kata Aisa soal jembatan kaca kan? Mungkin lo bisa jadiin jembatan kaca sebagai landasan hidup lo," lanjut Nida.

"Oke, berarti gue harus terus jalan ke depan!"

"Harus!"

"HARUS!"

"WAJIB!"

"Ketawa dulu dong?"

"Hehehehehehe," kekeh Caca.

"Astagfirullah, ieu barudak lain na masuk kelas!" tegur seorang guru yang ga sengaja lewat di depan DPR.

Beberapa anak yang lagi nongkrong di DPR termasuk Nida dan Caca langsung kabur ke kelas masing-masing.

"DAH CAA!"

"DADAH NIDAA!"

Keduanya saling melambaikan tangan sebelum masuk ke kelas. Sella yang udah diem di kelas sebelum bel masuk bunyi cuma bisa menghela nafas, lagi dan lagi karena kelakuan Nida yang telat masuk kelas. Untung gurunya belum dateng.

Jembatan KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang