17. The Evening Sings So Sweet

158 45 15
                                    

Setelah menghabiskan waktu di dalem ice rink, Nida sama Salvio akhirnya memutuskan untuk pulang. Sebelumnya Nida nanyain ke Aisa jadi ga minta beliin beverage yang kurang, katanya ngga jadi. Kalau gini caranya ya pulangnya jalan kaki aja. Ga perlu balik ngambil mobil lagi ke mall.

"Aduh, bentar kaki aku sakit," keluh Nida sambil ngebuka sepatunya.

Ternyata kakinya lecet karena kebanyakan jalan. Belum lagi luka kemaren yang belum sembuh total, makin sakit aja ini kaki Nida. Sialnya Nida lagi pake flat shoes kulit, bukan sepatu kets.

"Jalannya pelan-pelan aja, atau mau gantian sepatu?" tawar Salvio.

Salvio ga nawarin buat ngegendong Nida karena dia sendiri tau Nida itu benci digendong orang. Geli katanya.

"Gantian sepatu pala kau, lo mau nyeker gitu? Ga usah jalan pelan-pelan aja," tolak Nida.

Di perjalanan, Nida sama Salvio sama-sama kehabisan topik. Jadi ga tau mau ngomongin apa. Mereka berdua cuma diem sesekali ngetawain hal yang sebenernya ga lucu sama sekali. Kaya daun yang tiba-tiba jatoh dari pohon, suara burung yang aneh, suara jangkrik juga diketawain. Saking sunyinya jalanan, suara angin juga sampe kedengeran.

"Aku masih heran kenapa kamu bisa suka sama aku," ujar Nida sambil terkekeh.

"Heran kenapa?"

"Aku ga secantik orang-orang di luar sana. Kalau dibandingin aku sama Sella juga masih cantikan Sella. Aku sama Aisa juga masih cantikan Aisa. Kalau Caca sih ya jelas aku lebih cantik dari dia. Tapi kenapaa gitu loh? Aku nakal, aku jarang ngerjain tugas, aku sering dipanggil sama BK."

"Kamu suka bintang, makanya aku suka sama kamu," ujar Salvio.

"Holy crap, does that even make sense? Semua orang suka bintang kan?" tanya Nida.

"Nope, absolutely not. Tapi ya emang itu alesannya. Kamu suka bintang, kamu unik, kamu misterius. Kamu yang bikin aku berani," jelasnya.

"Berani?"

"Berani ngehadepin ketakutan aku. Sejak tau kamu, aku ga ngerti kenapa aku lebih berani tiap denger nama mama disebut."

"Berarti aku ajaib."

"Kamu emang ajaib."

Nida mengulas senyum tipisnya. Denger hal itu rasanya dia bangga sama diri sendiri karena Nida ngerasa dia bermanfaat buat orang di sekitarnya. Termasuk Salvio.

"Banyak yang pengen aku lakuin lagi bareng kamu. Sayang banget ini yang terakhir," ujar Nida.

"Aku juga. Ayo kita main lagi kalau ada kesempatan. Sebagai sahabat? Gimana?" tawar Salvio.

Nida mengangguk, "lagian kita punya janji buat ketemu lagi setelah sepuluh taun nanti. Semoga yang lain inget sama janji mereka."

Makin lama jalannya Nida makin pelan. Salvio khawatir aja takut ini anak malah kenapa-kenapa di jalan. Bisi lukanya robek lagi, kan ga ada yang tau. Makanya Salvio langsung jongkok di depan Nida.

"Ih, ga mau ah!" tolak Nida.

"Naik atau aku tinggalin," ancem Salvio.

"Hish, aku berat. Awas kalau nyesel," ucap Nida sambil naik ke leher Salvio.

LEHER ya fren bukan punggung. Otomatis Salvio kejengkang, Nida juga ikut kejengkang. Ngakak deh itu berdua. "APAAN SIH KAMU MAH GA BENER!" pekik Nida.

"Aku kira kamu naiknya ke punggung!" balas Salvio ga terima.

"Ya aku kan ga suka digendong kaya gituuu!"

Jalanan yang lagi sunyi itu cuma keisi sama juara jangkrik dan suara mereka berdua doang. Asik banget itu berdua sampe ga sadar kalau kucing yang lewat aja sampe bengong ngeliatin mereka.

Jembatan KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang