Enam

8.6K 273 30
                                    


Akan kuberi tahu satu spoiler yang sudah kautunggu-tunggu.

Kami bercinta.

Agak di luar harapan atau bayanganku, tetapi kami bercinta. Dan ini adalah satu-satunya kesempatan yang kupunya. Lewat pukul delapan pagi nanti, kesempatan ini tak akan pernah datang lagi. Sungguh.

Aku tak akan membiarkan Kevin selingkuh dari istrinya, bahkan meski selingkuhannya itu aku.

Namun malam ini, malam terakhirnya tak dipinang siapa pun, Kevin bisa melakukan apa saja. Termasuk, bercinta denganku.

Tentu saja aku membutuhkan waktu untuk mencerna itu semua. Aku membeku seraya mengamati Kevin berjalan dari sofa menuju tempat tidur. Dia rebahan di tepiannya, mengangkat kedua kaki ke udara, memegang pahanya dengan tangan, agar pantatnya yang indah itu terekspos di depan wajahku.

"Aku udah nonton video gay dari Twitter. Kira-kira begini kan melakukannya?"

Aku masih belum menjawab. Jantungku berpacu sangat cepat melihat lelaki yang kucintai kini telanjang bulat, ngangkang di tepi tempat tidur, siap kusodomi. Aku masih menerka-nerka apakah ini kenyataan atau bagian dari fantasi yang kubangun bertahun-tahun terakhir?

Benarkah ini terjadi?

Mengapa?

"Enzo?" panggil Kevin sambil mengangkat kepala. "Ayo, masukin!"

"Kenapa, Mas?" Kutemukan diriku bertanya seperti itu.

Masih dalam posisi bottom menunggu disodomi, Kevin menjawab, "Ini pernyataan maafku. Ini ungkapan sayangku. Dan aku tahu ini yang kamu inginkan."

Aku menggelengkan kepala. Yang kuinginkan sebenarnya dia menjadi top, dan aku menjadi bottom.

Tapi, bukan.

Bukan ini yang kumau.

Karena kalau aku melakukannya, aku akan hidup dalam harapan yang pernah ada. Aku akan dibayang-bayangi oleh fakta bahwa, "Nyaris lho kamu memiliki Kevin," tepat pada malam di mana Kevin enggak akan pernah menjadi milikku.

Bukankah itu menyakitkan?

"Mas enggak perlu melakukan ini," kataku, agak pelan.

"Aku mau melakukan ini," tegas Kevin. "Ini keinginanku. Aku enggak mau menikahi siapa pun, kalau suatu hari aku menyesal atas sesuatu yang enggak aku lakukan."

"Ini akan jadi sulit buatku ke depannya."

"Ini udah jadi sulit buatku, Enzo. Udah sulit buatku sejak aku lamar kakak kamu. Dan akan jadi sulit buatku ke depannya." Kevin menarik napas panjang. Mungkin agak kesal karena aku diam saja membiarkannya ngangkang bermenit-menit dalam posisi yang sama. Namun dengan sabar dia menambahkan, "Aku ingin satu keinginanku tercapai. Sebelum aku harus berbagi keinginan bareng istriku besok."

"Keinginan apa?"

"Membuat kamu bahagia."

Aku menggelengkan kepala tak setuju. Meski penisku, jujur saja, sudah ereksi keras.

"Kamu mau biarkan aku begini terus semalaman, Zo? Aku enggak akan disentuh, nih?"

Setengah menangis aku menghampiri Kevin.

Mas, aku pengin Mas menggagahi aku. Tapi aku beneran dalam dilema sekarang. Terlalu banyak hal terjadi sama aku. Terlalu banyak tekanan. Kebahagiaan dan kepedihan hatiku muncul bersamaan.

Aku enggak tahu apa yang harus kulakukan ke depannya menghadapi ini.

"Posisi kita sama-sama sulit dan berat, Zo," kata Kevin. "Hidup kita berdua akan berubah setelah aku menikah besok. Jadi tolong, berikan aku kesempatan buat bikin kamu bahagia, bikin kamu bisa menyentuhku dengan bebas, semau kamu.

(2) Malam TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang